Judul: The Last Star
Penulis: Rick Yancey
Alih bahasa: Angelic Zaizai
Editor: Mery Riansyah
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017)
Jumlah halaman: 400 hlm.
ISBN: 9786020361208
Blurb:
Makhluk Lain itu musuh kita. Kitalah musuh kita.
Mereka ada di bawah ini, di atas sana, di mana-mana. Mereka
menginginkan Bumi, mereka meginginkan kita menempatinya. Mereka datang untuk
memusnahkan kita, mereka datang untuk menyelamatkan kita.
Namun di balik teka-teki ini ada satu kebenaran: Cassie
dikhianati. Begitu juga Ringer. Zombie. Nugget. Dan 7.5 miliar manusia yang
tadinya hidup di planet kita. Mula-mula dikhianati oleh Makhluk Lain, sekarang
oleh sesamanya. Pada hari-hari terakhir, para penghuni Bumi yang tersisa harus
memutuskan apa yang lebih penting: menyelamatkan diri sendiri...atau
menyelamatkan apa yang menjadikan kita manusia.
----
Buku terakhir dan aku sama sekali nggak kehilangan semangat
meski agak kecewa di buku kedua. Dan ya, aku menemukan kembali ‘nyawa’ seri ini
di buku ketiga, hampir sama sesemangat aku ketika membaca buku pertama.
Bicara soal gaya
bahasa, di buku ketiga ini masih sama, berat, tapi tidak terlalu banyak,
soalnya bagian yang kusuka ada banyak di buku ini. Pov Cassie dan Pov Ben yang
menyenangkan. Akhirnya aku bisa membedakan lagi mana Cassie dan mana Ringer.
Konflik dimulai ketika Razor, orang yang ditugaskan menjaga
Ringer selama ‘perawatan’ di pangkalan baru menyuruh gadis itu kabur. Namun,
Ringer melakukan yang sebaliknya. Dia bertahan. Karena dia berpikir akan bisa
menyelesaikan Vosch jika dia menurut. Satu-satunya yang diinginkan Vosch, harus
dibunuhnya, yaitu: Evan Walker.
Evan sendiri masih bersama Cassie, menyusun rencana. Lalu
Ben, pergi menyusul Ringer yang dia kira sudah berada di utara bersama Teacup.
Sayangnya, menuju utara bukan hal yang mudah. Ada dua peredam yang menanti Ben
dan Dumbo dalam perjalanan.
Full action!
Inilah yang buat aku makin semangat. Aku merasa setiap membuka halamannya, aku
selalu merasa tertantang. Meskipun bagian Cassie terasa sedikit di bab-bab
awal, aku sudah terhibur dengan petualangan Ben, yang bertemu lagi dengan
Ringer yang sudah berbeda di utara.
Mereka semua, tanpa sadar, saling mengkhianati. Dan ketika
mereka semua kembali berkumpul, aku sangat menikmati alur yang dibuat Rick
Yancey. Seru, menegangkan dan keren!
Mungkin akan sulit menjelaskan secara panjang lebar, yang
jelas, novel ini sangat memenuhi ekspektasiku. Tidak ada karakter yang sia-sia,
semua tokoh ditempatkan dalam porsi yang pas dengan posisi yang baik.
Akhirnya setelah berbosan-bosan di Infinite Sea, Last Star
menyajikan penutup yang mendebarkan. Aku suka cara penulis mendeskripsikan
setiap aksi dan rencana-rencana di novel ini. Namun memang narasi masih
mendominasi novel ini, dialognya sedikit :’)
Aku juga masih merasakan capek ketika membaca pov Ringer dan
pov Ben (tapi Ben kebantu sama petualangannya yang seru XD )
Selain itu, ada hal-hal yang agak mengganjalku di novel ini.
Yaitu penokohannya, aku merasa, mungkin karena terlalu banyak berganti pov dan
porsi yang sama besar untuk tiap karakter, aku kurang menyatu dengan kemistri
para tokoh. Aku merasa novel ini hanya fokus kepada konfliknya: menghancurkan
Vosch. Sementara tokoh-tokohnya hanya seolah wayang yang tidak berpengaruh
apa-apa buatku.
Overall, novel ini
baguss. Serunya setara sama buku pertamanya. Aku suka semuanya, kecuali
enedingnya HAHA. Yang jujur sampai saat ini aku masih nggak paham! Siapa pun
yang udah baca novel ini dan mau sukarela berdiskusi, tolong komentar:’)
Satu hal yang aku kerasa banget dapetin sesuatu dari novel
ini adalah bahwa aku sekaran trauma sama judul buku yang ada kata ‘star’nya
HAHA. Kenapa? Silakan baca series The Young Elites-nya Marie Lu dan seri ini.
Kalian akan paham :’)
“Bagi sebagian orang, kematian adalah bidan pembantu lahirnya keimanan. Bagi yang lain, kematian adalah algojo keimanan.” – hlm 17
“Aku tidak mau membuang-buang lebih banyak waktu untuk mencemaskan semua hal yang tak kuketahui.” – Ben (hlm 53)
“Mereka takkan berhenti sampai semua orang tewas. Tuhan membiarkan itu terjadi karena Tuhan ingin itu terjadi. Dan tak ada yang bisa melawan Tuhan. Dia kan Tuhan.” – hlm 78
“Hidup berarti mengambil risiko atas nyawamu, hatimu, segala-galanya. Kalau tidak, kau cuma mayat berjalan. Kau zombie.” – hlm 386