Senin, 23 Januari 2017

[RESENSI] The Girl On Paper by Guillaume Musso

 “Gadis itu terjatuh dari dalam buku.”


sumber: google



   

Judul: The Girl On Paper – La Fille de Papier
Penulis: Guillaume Musso
Penerjemah: Yudith Listiandri
Penyunting: Selsa Chintya
Proofreader: Titish A.K.
Design Cover: Chintya Yanetha
Penerbit: Spring
Jumlah halaman: 448 hlm.

   



Blurb: 

Gadis itu terjatuh dari dalam buku.

Hanya beberapa bulan yang lalu, Tom Boyd adalah seorang penulis miliader yang tinggal di Los Angeles dan jatuh cinta pada seorang pianis ternama bernama Aurore. Namun, setelah putusnya hubungan mereka yang terekspos secara publik, Tom menutup dirinya, menderita writer’s block parah, dan tenggelam dalam alkohol dan obat terlarang.

Suatu malam, seorang gadis asing yang cantik muncul di teras rumah Tom. Dia mengaku sebagai Billie, karakter dalam novelnya, yang terjatuh ke dunia nyata karena kesalahan cetak dalam buku terakhir Tom.

Meskipun cerita itu gila, Tom harus percaya bahwa gadis itu benar-benar Billie. Akhirnya mereka membuat perjanjian. Jika Tom mau menulis novel agar Billie bisa kembali ke dunianya, Billie akan membantu Tom untuk mendapatkan Aurore kembali.
Tidak ada ruginya, kan? Iya, kan?

dok.pribadi



SUMMARY

Pertama-tama, aku mau ucapin terima kasih banyak untuk Mbak Chintya Yanetha yang telah mendesain cover The Girl On Paper secantik ini! Serius, aku tuh tipe orang yang liat dulu sebuah novel dari covernya. HEHE. Dan, waktu liat cover novel ini, aku ngerasa kayak jatuh cinta pada pandangan pertama.

Ditambah lagi baca blurbnya, yang little bit fantasy. Aku penggemar berat hal-hal yang berbau fantasy, dan membaca blurb TGOP membuatku makin gemas ingin punya novel ini.
Well, sebenernya genre novel favoritku itu Teenlit dan Fantasy (terjemahan), karena aku masih remaja dan belum sreg sama novel-novel teenlit or fantasy Indonesia. Tapi aku biasanya lahap apapun novel yang nganggur di depan mata. HE.

The Girl On Paper bercerita tentang seorang novelis terkenal bernama Tom Boyd, yang lagi patah hati gegara diputusin pacarnya, seorang pianis ternama bernama Aurore. Di bab-bab awal diceritain gimana Tom bener-bener pengen Aurore kembali ke hidupnya, dia bahkan nggak segan melakukan hal-hal gila.


“Dia bukan teroris atau orang gila. Dia hanya seorang pria yang sedang jatuh cinta. Hanya seorang pria yang tidak bahagia.” (hlm. 17)

Karena stress berat kehilangan Aurore, Tom jadi kena writer’s block parah, dia nggak bisa lanjutin novel seri ketiganya dan terpaksa membuat sahabatnya, Milo jadi uring-uringan. Hingga akhirnya disuatu malam yang lagi mati lampu, gadis itu datang. Mengejutkan Tom yang setengah sadar karena pengaruh obat-obatan. Gadis itu, telanjang bulat..

Oke skip. Kita lanjut ke curhatku ya. The Girl On Paper terbit September 2016, yang mana aku lagi nggak punya uang buat belinya. Hiks. Karena aku pengen banget punya novel ini, segala macam cara aku lakuin buat dapetin novel ini (bukan beli, ikut GA-nya) #halah. Tapi sepertinya aku tidak cukup beruntung mengikuti semua giveaway itu hingga akhirnya aku menyerah dan bisa membeli buku ini di bulan Januari. Yah, telat emang. Tapi lebih baik telat daripada enggak sama sekali, kan? #ea




REVIEW

Teman-temanku yang baik hatinya, mau kasih tau, ini review pertamaku. Jadi kalau masih banyak salah dan kekurangan mohon dimaklumi ya. HEHE.

❄ S T Y LE / Writing

Novel ini pakai dua sudut pandang, yang pertama sudut pandang orang ketiga dan yang kedua sudut pandang orang pertama (Tom). Sebenarnya aku paling nggak bisa ngomentari style seorang penulis, karena kalau aku udah suka sama ceritanya, aku nggak begitu merhatiin stylenya dan malah tenggelam sama ceritanya…

But, aku selalu suka sama gaya penulisan novel terjemahan; enak dibaca, kalimat yang dipakai nggak seberaturan kalimat bahasa Indonesia tapi justru disitu daya tariknya, buatku. Percakapan-percakapan yang kayak nggak nyambung, tapi nyambung. #maksudlo

Mungkin karena itulah aku lebih suka baca novel terjemahan dan kurang suka novel lokal. Juga, narasi yang menjelaskan budaya di sana sama sekali nggak bikin aku terganggu karena berbeda jauh dengan budaya kita. Aku suka dan menerima banyak hal yang kutemui di dalam novel ini.

❄ P L O T

Kalau udah masuk bagian bahas plot. Fix, ini adalah hal pertama yang bikin aku berniat membaca bukunya sampai akhir dengan perasaan bahagia (buka halaman perhalaman tanpa tau waktu). Dari blurbnya, aku udah ngebayangin bagaimana kisah Billie dan Tom yang diramu oleh Musso. Dan itu bener-bener sesuai ekspetasi. Nggak nyesel jatuh cinta sama novel ini, plotnya bikin aku jatuh sejatuh-jatuhnya.

Sejujurnya aku (sebagai seorang penulis amatir) ini tipe yang suka dengan kejadian tidak terduga yang dialami tokoh dalam kurun waktu satu hari. Dan Musso memberikanku semua itu di dalam novel ini, membuatku membayang-bayang bagaimana kalau saja seandainya kehidupanku yang monoton ini bisa semengagumkan kisah Tom dalam waktu satu hari saja, meskipun hal terduga itu mengancam nyawa, tapi kayaknya seru. *daydreamer mode on*

“Aku benar-benar Billie Donelly. Aku benar-benar tokoh fiksimu dan percayalah, itu juga membuatku takut seperti halnya kau.”

Aku suka tiap-tiap kejutan yang Musso berikan, aku suka alurnya yang cepat dan detail. Meskipun terkadang aku lebih suka bagian yang penuh tantangan, novel ini mengalir dan banyak bagian yang adem-ayem namun penuh luka masa lalu yang bikin hati terenyuh.

❄ C H A R A C T E R S
     
Tom Boyd: Hei, Mastom. Aku sempet gereget sama dirimu karena patah hati sampai segitunya. Tapi, entah setelah terhipnotis oleh cara Musso mendeskripsikan hidupmu atau kisahmu sendiri memang menyedihkan, aku jadi mengerti kenapa kamu sebegitu terpuruknya.
Aku suka cara Tom memperlakukan dan berinteraksi dengan Billie (meskipun Tom tidak termasuk salah satu tokoh yang aku idolakan dari dunia fiksi) tapi Tom cukup bisa mengambil hatiku. Juga cara Tom mengasihi kedua sahabatnya, its so cute. Persahabatan kalian bikin aku iri. Hiks.

“Beberapa orang sangat pintar melakukannya: memulai hidup mereka kembali. Yang bisa kulakukan hanyalah meneruskannya.” – Tom (hlm. 437)

Billie Donelly: Kesan pertama kehadiran Billie adalah, aku langsung suka karakternya! Tipe cewek slengekan yang ceria, ceplas-ceplos dan menyebalkan dalam artian positif. Billie bagai angin segar yang membuat novel ini lebih hidup, karena karakter-karakternya yang lain begitu datar dan cenderung biasa saja, sementara Billie itu berwarna-warni, setidaknya itu yang aku pikirkan tentangnya.

“Ayolah, Tom, santailah sedikit. Untuk apa begitu cemas. Biarkan hidup memberimu hal-hal baik, dan jangan selalu takut kehidupan akan menyakitimu.” – Billie (hlm. 192)

Billie jugalah yang membuat hal-hal tidak terduga terjadi dan menggiring pembaca ke alur yang menyenangkan (secara kehadirannya sebagai tokoh fiksi yang jatuh dari buku aja udah tidak terduga). Pokoknya aku cinta banget sama karakter Billie.

Milo Lombardo: Yap, dia ini salah satu sahabatnya Tom. Bisa dikatakan dia itu manager-nya Tom, yang ngurusin segala macem hubungan antara Tom dan Penerbitnya. Milo berperan besar dalam promosi novel-novel Tom bahkan sampai keuangan Tom. Dan yang bikin Milo uring-uringan karena Tom kena writer’s block adalah mereka bangkrut. HA. Mau nggak mau, Milo harus lakuin apapun agar Tom mau menulis lagi.

Kesan pertama Milo tuh, dia kayaknya lebih berwarna dari Tom. Kalau Tom itu abu-abu, Milo hitam deh. Milo adalah karakter sahabat yang bikin pembaca pengen ngebandingin dia sama sahabat aslinya di dunia nyata. Meskipun bawel, Milo itu perhatian banget dan bikin gemes kalau udah berhubungan sama perasaannya yang sesungguhnya.

“Kau benar-benar ingin aku mengatakannya? Kalau dia benar-benar cinta dalam hidupmu, dia seharusnya berada di sini, hari ini, bersamamu, berusaha mencegahmu agar tidak menghancurkan diri sendiri.” – Milo ( hlm. 33)

Dia juga punya kehidupan gelap walaupun nggak segelap:

Carole: (aku nggak tahu nama panjangnya siapa, atau udah disebutin tapi lupa HEHE) Carole ini tipe cewek wonder woman. Dan dia ini bikin aku ngiri sama bagaimana dia berhasil bangkit dari hidupnya yang kelam dan sekarang menjadi seorang polisi wanita. Keren ya? Aku suka bertanya-tanya ketika lagi baca bagian Carole, gimana kalau aku juga sehebat Carole…

Yah, Carole adalah inspirasi, aku bahkan berharap dia itu nyata. Dan aku juga berpikir apa orang-orang negeri sana punya sosok yang benar-benar setegar ini.

“Carole menceritakan rasa bersalahnya, bagaimana dia harus menahan semuanya sementara dia ingin melemparkan dirinya ke bawah bus setiap hari ketika dia pulang dari sekolah.” (hlm. 365)


*Kumenangis*

❄ S H O R T A G E

Kurasa nggak ada, dan aku maunya nggak ada! HAHA. Karena udah jatuh cinta banget, jadi aku rasa novel ini sudah sangat memuaskan. Nggak ada typo ( kata aku), nggak ada plot hole atau semacamnya. Novel ini, perfekt! (terus ngapain ditulis? biarin aja suka-suka)

❄ S U P E R I O R I T Y

Tentu saja aku akan bilang plot adalah keunggulan novel ini. Serius, ceritanya bikin gereget dari halaman awal sampai akhir. Apalagi mendekati ending, bagian yang jadi ‘penyelesaian konflik’ bikin aku sampai mengumpat beberapa kali saking geregetnya. HEHE. Endingnya menurutku nggak ketebak, tapi masuk ke bagian ending, jujur aku kurang puas sama endingnya tapi cukup bikin aku mesem-mesem.

Aku juga sukaaaaa banget ide Musso, di mana dia menjabarkan tentang Billie –si Gadis Kertas. Dari mulai tinta di dalam tubuhnya, hydrogen peroksida (zat pemutih kertas) di dalam tubuhnya, hingga darah yang memiliki kandungan selulosa! (bikin flashback zaman SMA :3)

❄ F A V O R I T E  S C E N E

Aku suka bagian awal saat Billie dan Tom melakukan petualangan dari Los Angeles ke Meksiko demi memenuhi perjanjian mereka. Konyolnya Billie dan logisnya Tom bikin tiap kebersamaan mereka penuh dengan tawa dariku. Dan tentunya, saat puncak konflik di mana Billie melakukan sesuatu di depan Aurore yang diyakininya bisa membuat gadis itu kembali kepada Tom.
*saya kelepek-kelepek*

❄ F A V O R I T E  Q O U T E S


Karena dia terlahir sebagai orang kaya raya. Karena baginya, hidup adalah sebuah permainan, sedangkan bagi kita, hidup adalah perjuangan. (hlm. 33)

Tetapi, memangnya siapa aku ini hingga berhak menghakimi mereka? Bukankah aku sendiri juga menjadi salah satu dari orang-orang yang kubenci? (hlm. 40)

Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan –kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat– sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah. (hlm. 74)

Dunia tidak memberimu hadiah apapun, percayalah. Kalau kau ingin punya kehidupan, curilah. – Lou Andreas Salomė

Kalau seni ada karena kehidupan nyata dirasa tidak cukup, mungkin ada saatnya ketika seni tidak cukup lagi dan satu-satunya kesimpulan logis adalah kegilaan dan kematian. (hlm. 109)

❄ O V E R A L L

Novel romance young-adult ini, yang seharusnya jadi kisah cinta dalam nan serius berhasil dibuat menjadi kisah petualangan kecil yang penuh cinta, luka, dan perjuangan. Aku nggak pernah terpikir sebelumnya bisa suka sama novel romance, tapi The Girl On Paper merubah segalanya. Aku suka semuanya yang ada di dalam novel ini.

Rekomended banget bagi kalian yang suka kejutan dan hal-hal yang diluar nalar, lalu.. jangan lupakan twist yang diberikan di novel ini. Aku jamin kalian bakal ketagihan baca karya Musso yang lain! (Sst, katanya sih, Penerbit Spring mau terjemahin karya Musso yang lainnya! *yeay*)

❄ S T A R S
Terakhir, aku kasih 5 dari 5 bintang untuk cerita yang luar biasa dari negeri paling romantis, Perancis ini.

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)