Tampilkan postingan dengan label Gagasmedia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gagasmedia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 Desember 2017

[RESENSI] Sabtu Bersama Bapak by Adhitya Mulya




Judul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penyunting: Resita Wahyu Febiratri
Proofreader: Yuke Ratna P. & Mita M. Supardi
Penata Letak: Landi A. Handwiko
Desainer Sampul: Jeffri Fernando
Penerbit: Gagasmedia (2014)
ISBN: 979-780-721-5

Blurb:
“Hai, Satya! Hai, Cakra!” Sang Bapak melambaikan tangan.
“Ini Bapak.
Iya benar kok, ini Bapak.
Bapak cuma pindah ke tempat lain. Gak sakit. Alhamdulillah, berkat doa Satya dan Cakra.
...
Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian.
Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian.
Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian.
Ingin tetap dapat mengajarkan kalian.
Bapak sudah siapkan.
Ketika kalian punya pertanyaan, kalian tidak perlu bingung ke mana harus mencari jawaban.
I don’t let death take these, away from us.
I don’t give death, a chance.
Bapak ada di sini. Di samping kalian.
Bapak sayang kalian.”
-----
Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan..., tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.

---------------------------------

Sabtu Bersama Bapak menceritakan tentang keluarga Alm. Bapak Gunawan: Ibu Itje yang membesarkan kedua anaknya sendirian tanpa mau merepotkan siapapun sampai dia tua, Cakra yang sudah berumur tiga puluh tahun namun masih tetap single, dan Satya sang Kakak yang sudah mempunyai keluarga dengan tiga anak.

Pertama kali membaca judulnya, aku langsung merasakan ada sesuatu yang menyengat di dada, kesedihan yang menyenangkan serta kerinduan ada di dalam buku ini. Namun setelah aku selesai membaca keseluruhan isinya, aku salah, buku ini lebih dari dua hal itu.

Di awal bab, aku bahkan sudah dibuat menangis dengan kepergian bapak, usahanya untuk tetap menjadi orangtua Satya dan Cakra meskipun sudah berbeda alam sangat menyentuh hatiku. Mungkin ini karena aku pribadi sudah tidak punya ayah, buku ini menyimpan banyak kerinduan. Siapapun yang baca pasti bakal kangen sosok ayah.

Kesedihan itu bertambah ketika membayangkan dua bocah lelaki yang seharusnya bermain di hari Sabtu, memutuskan untuk diam di rumah, karena hari Sabtu adalah hari spesial untuk mereka, video-video yang bapak buat akan diputar setiap hari Sabtu.

---

Lima bintang untuk gaya penulisan novel ini. Indeed! Aku jatuh cinta sama narasi yang penulis buat. Selalu ada titik tertentu yang menohok diri, membuat kita berpikir dan akhirnya mengangguk setuju. Novel ini adalah novel parenting yang dikemas dalam bentuk novel fiksi. Dan aku sangat menyukainya, karena nggak semua orang yang mau nerima nasihat secara langsung atau baca buku-buku formal yang mendiktekan nasihat.

Tapi cerita fiksi yang menghibur sudah jelas bisa diterima banyak orang.

Alur maju-mundur dan berganti-ganti point of view juga merupakan faktor kenapa novel ini tidak membuat bosan. Aku menghabiskan novel ini nyaris satu malam saja (kalau nggak inget besok kelas pagi, abis dah ni novel).

Jujur aku lebih tertarik dengan cerita Cakra yang nyari jodoh dan Satya yang berubah menjadi ayah yang baik bagi keluarganya dibanding cerita Ibu Itje sang Ibu. Dan kalian tahu apa? Penulis seolah memang menuruti seleraku, bagian Ibu Itje hanya sedikit. Tapi meskipun sedikit, paling menyentuh. Dan aku bersyukur cuma sedikit, kalau banyak, habislah airmataku.

Jujur lagi, kalau disuruh memilih bagian Cakra atau Satya yang aku sukai, aku memilih Satya! Meskipun lebih banyak humor yang terselip di bagian Cakra sih.

Cakra seorang Deputy Director di bank asing, 30 tahun, jomblo. Bawahannya sering mengejeknya sekaligus memberi dia banyak saran. Mereka berani berbuat seperti itu karena Cakra adalah sosok pria yang humble. Di sinilah, peran-peran kocak itu muncul. Interaksi Cakra dan rekan-rekannya sukses mengocok perut.

Sementara Satya, 33 tahun, bekerja sebagai engineer di kilang minyak di Denmark. Adalah sosok ayah yang galak dan suka marah-marah. He reminds me of my father, tbh. Banyak kejadian yang membuatku terharu, tersentuh dan baper ketika membaca kisahnya. Satya mencoba belajar menjadi ayah dan suami yang baik setelah email ‘jleb’ dari sang Istri. Pokoknya paling sukaaa bagian Satya:)
Honestly, aku menyukai semua karakter yang ada di novel ini. Mereka semua berbeda dan punya ciri khas masing-masing, kecuali Ibu Itje yang aku rasa sangat fiktif *cry* (emang ada ya ibu sebaik malaikat kayak gitu?:(( ) nggak deng. Mungkin ada, cuma akunya aja yang gak pernah nemu.

Oh ya, jangan lupakan bapak, yang meskipun sudah meninggal, tetap menjadi salah satu tokoh di novel ini berkat video-videonya. Satya dan Cakra selalu menonton video bapaknya jika mereka butuh jawaban atau mereka untuk menuntun mereka menjadi orang yang benar. Wah, aku terharu. Bapak berhasil. Aku selalu terenyuh ketika setiap kali video berakhir, bapak selalu mengatakan: Bapak sayang kalian.

Dan terakhir, aku mau memberitahu sesuatu tentang buku ini berdasarkan apa yang aku rasakan. Buku ini, bisa bikin kamu nangis di halaman pertama, ketawa ngakak di halaman kedua, terharu di halaman ketiga, tersipu di halaman keempat, baper di halaman kelima dan nangis lagi di halaman keenam.

Seriously, novel ini mengaduk-ngaduk perasaan. Baru nangis karena adegan sedih, eh balik halaman langsung ngakak. Such a lovely novel I’ve ever read. Aku suka novel yang bikin emosi naik turun. Terus yang bikin novel ini unik yaitu catatan kaki dari penulisnya, bisa bikin ketawa bermenit-menit! XD

Yes. I really reallyyyy love this novel. Aku pikir buku ini perfect. Setelah sekian banyak baca buku Indo, akhirnya nemu buku ini yang bikin aku happy setelah selesai baca.

Highly recommended. 5/5 stars. Meskipun novel ini terbit 2014, tetapi belum terlambat untuk baca! Ayo baca!!!
Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)