Tampilkan postingan dengan label Noura Books. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Noura Books. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Juli 2019

[RESENSI] The Hidden Oracle by Rick Riordan (Trials of Apollo #1)


Resensi The Hidden Oracle karya Rick Riordan

instagram: @arthms12


Judul: The Hidden Oracle
Penulis: Rick Riordan
Penerjemah: Reni Indardini
Penyunting: Yuli Pritania
Penata aksara: twistedbydesign
Penerbit: Mizan Fantasi (cetakan ke-4: November 2017)
Jumlah halaman: 458 hlm.
ISBN: 978-602-385-230-7

Blurb:

Apollo tidak pernah merasa seterhina ini selama empat ribu tahun kehidupannya!
Semua orang mengenalnya sebagai dewa paling tampan, paling berbakat, dan paling populer. Namun, kini wujudnya yang mengagumkan berubah menjadi sesosok remaja culun berambut keriting, dengan muka berjerawat dan perut menggelambir bernama Lester Papadopoulos!

Sang Dewa Musik tidak lagi memiliki satu kekuatan dewata pun dan tanpa sengaja malah membuat dirinya terikat menjadi pesuruh seorang demigod remaja bernama Meg.

Siapa yang membuat Apollo dikutuk menjadi manusia fana dan berakhir di dalam salah satu tong sampah di New York? Apa yag harus dia lakukan demi mendapatkan kembali wujud dewatanya dan pulang ke Olympus?

----

Finallyyyyy setelah sekian lama nggak baca buku Om Rick XD yang kurasakan ketika memulai baca novel ini adalahhhhh kangeeeen! Aku kangen Camp Half-blood, kangen orang-orangnya dan kangen petualangannya.

Seperti yang bisa diketahui aku penggemar ‘berat’ tulisan Om Rick jadi...mon maap apabila nantinya resensi ini tidak berisi kekurangan HAHA nggak deng.

Cerita ini dibuka dengan Apollo yang terjatuh dari langit, terdampar di tong sampah, dipalak, diselamatkan oleh Meg, cewek nyentrik yang berambut pendek, lalu Apollo terpaksa menjadi pelayannya karena Meg adalah seorang demigod (meski orangtuanya belum diketahui). Yah, salah Apollo juga sih kenapa mulut nggak bisa dijaga, jadi Meg menobatkannya jadi pesuruhnya WKWK.

Mereka lalu pergi ke rumah Percy. YHA salam. Percy. Aku nggak bisa nahan senyam-senyum pas scene ini, ada Percy dan Sally dan oh oh..Sally lagi hamil huhuhu Percy bakalan punya adek! Dari sana Percy mengantar mereka ke CHB, dan taulah ya gayanya Om Rick, (((tidak semudah itu Pulgosso, said uncle Rick.)))) jadi mereka dihadang roh.





Oh oh di CHB pun lagi ada masalah. Pekemah yang hilang dan tentunya oracle delphi yang biasanya merasuki Rachel nggak bekerja, disebabkan oleh Pithon (penunggu Oracle Delphi yang asli di Yunani) lepas dari Tartarus saat perang the seven di series HoO. Dia kembali menunggui gua itu makanya Delphi nggak bisa kerja :’)

Kalau Delphi nggak bisa kerja, otomatis ramalan nggak berjalan, kalau ramalan nggak jalan, otomatis tidak ada yang bisa dilakukan para pekemah :’) karena mereka harus menjalankan misi berdasarkan ramalan.

Cuma Apollo yang bisa mengembalikan ini semuaaa. Dia yang bertanggung jawab melepaskan Delphi dari Pithon. Sayang beribu sayang (tidak semudah itu Apollo) ternyata Pithon pun dikuasai oleh musuh. Musuh seluruh orang baik yang pernah ada di buku 1-10 seri PJO dan HoO.

Yha gitulah ya HAHA aku speechless gimana om Rick menyusun konflik ini..benar-benar cerdas. Rick mampu membuat musuh berdasarkan fakta-fakta yang belum terungkap di buku-bukunya terdahulu. Kebayang nggak sih? Rick nulis The Sea of Monsters tahun 200x dan sekarang musuh tersembunyi di buku itu keluar sebagai musuh nyata di The Hidden Oracle bertahun-tahun kemudian??? Wth man.... this is why I really love his books omg.

Mulai dari mana? Alur ya? Cepet. Maksudnya, dalam artian baik. Nggak bertele-tele dan banyak aksi-aksi wkwk banyak petualangan. Suka (1). Narasi? Yang udah baca semua novel Om Rick nggak usah meragukan gimana gaya menulis Om yang satu ini, imbang antara narasi dan dialognya, menyenangkan, ringan dan mengalir, HUMORnya yang pasti selalu khas tak terlupakan :’D Suka (2) terlebih karena aku punya The Lightning Thief versi Indo dan Inggris, aku sekarang tau kalau penerjemahnya berperan banyak bikin cerita ini enak dibaca :’)

Good job translator and editor ;)))

Konfliknya selalu seru, pasti seru, pasti menegangkan, pasti merambt kemana-mana, fakta-fakta baru dan jangan lupakan twist HAHA om Rick punya semua yang aku butuhkan di dalam kisah fiksi :’) Suka (3)

Sayang beribu sayangggg, ada satu hal yang menurutku kurang srek. Dan itu adalah...tokoh utamanya sendiri. Apollo. Well, jujur nih ya jujurrr dari awal sampai akhir aku belum bisa benar-benar menyatu/mendapatkan kemistri/iba/mendukung/mencintai dan menyayangi/apalah itu Apollo dengan benar.

Di mata pikiranku, dia dewa. Dalam wujud manusia? it’s so weird, karena dia juga bertingkah seperti dewa dalam narasi dan pikiran-pikirannya. Apollo juga annoying, menurutku, songong, kadang celetukannya bikin ketawa, tapi kadang bikin ‘apasih’.

Pokoknya aku belum bisa mencintai Lester Papadopoulos. Begitu juga Meg. Kenapa yha. Aku juga nggak paham. Meg lucu sih, orangnya cuek tapi konyol. Tapi ya gitu, belum bisa sepenuhnya memahaminya. Lalu orang-orang baru di CHB, (kayaknya sih, mungkin aku lupa? Tapi beneran nggak pernah denger nama-nama mereka sih), nggak ada yang kukenal kecuali Chiron, well
Solangelo di siniiiiiii and it was thrilled me (: trus ada Rachel. Udah. Bahkan Pak D nggak ada!

Agak terobati Percy ada sebagai cameo, juga guest star yang ditunggu jutaan tahun akhirnya pulang lagi dan ini di endingnya sih tapi tetep bikin nyesek dengan kerinduan yang dalam, dan tamu istimewa ini bakal jadi tokoh pendamping Apollo di buku kedua ayeeee! XD SUKA (4)

Entah kenapa aku lebih mampu merasakan kenyesekan ketika nama-nama the seven disebut. Aku udah terlalu jatuh cinta sama mereka bertujuh jadi sulit move-on dan ketika nama mereka cuma disebut aja beuh bapernya.

Overall, aku nggak mungkin nggak jatuh cinta sama tulisan Rick. Meskipun agak kecewa sama Apollo dan itu mengurangi kegiatan ‘menjiwaiku’ atas novel-novel Rick yang biasanya nggak pernah kulewatkan. Aku tetap kasih 5 bintang terutama twist dan si guest star ituloh ;)

Anywayyy, maaf resensi kali ini sangat jauh dari formal dan sesuka-sukanya aku, gajelas atau whatever you say it. Because I’m happy! Happy to finally read Riordan’s book again :D

Uh ya, satu hal lagi, aku nggak terlalu memikirkan soal quote di sini soalnya semua narasi Rick enak sih quotable jadi aku nggak...nyatet...kan ya. Tapi aku suka yang ini:

“Olahaga semata-mata merupakan pengingat memilukan bahwa kita bukan dewa.” – hlm 163



Kamis, 18 Juli 2019

[RESENSI] Dark Matter by Blake Crouch

Resensi Dark Matter karya Blake Crouch




Judul: Dark Matter
Penulis: Blake Crouch
Penerjemah: Jia Effendi
Penyunting: Maria Lubis
Penyelaras Aksara: Nunung Wiyati
Penata Aksara: CDDC
Perancang Sampul: Fahmi Ilmansyah
Digitalisasi: Elliza Titin
Penerbit: Noura Publishing
Baca via: Google Playbooks

Blurb: Suatu malam, Jason Dessen diculik. Sesuatu disuntikan ke tubuhnya. Dia mendapati dirinya terbangun di dunia yang berbeda. Di sana istrinya bukanlah istrinya dan anaknya tak pernah terlahir sama sekali. Di sana dia bukanlah dosen fisika biasa, melainkan genius terkenal yang telah melakukan hal-hal istimewa. Di sana segalanya tampak sama, sekaligus berbeda. Ke mana kehidupannya yang lama? Bagaimana caranya agar dia bisa kembali?

Hanya itulah yang Jason inginkan: kembali ke keluarga yang dicintainya, tempat dia merasa bahagia. Namun, perjalanan menuju ke sana demikian berliku dan menakutkan, melebihi imajinasi terliarnya.

----

Satu kata buat novel ini: KEREN. Oke, dua deh: KEREN BANGET!

Aku baca ini tanpa tau apa-apa soal novel ini, cuma denger-denger katanya novel ini thriller dan seru bangetttt. Cuma emang kurang nge-hype yaa nggak tau kenapa. Ternyata pas aku baca isinya, novel ini adalah novel sci-fi! Dan aku seneng hahah. Suka gabungan scifi/thriller/suspense/bla bla kayak gini!

Awal baca bukunya itu masih enak dibaca, masih belum bertanya-tanya, dan enaknya tuh langsung masuk ke konflik gak pake intro lama-lama. Trus, ketika Jason bangun di laboratorium itu otakku langsung digerus dipaksa bekerja terus menerus haha

Narasinya apa ya, dibilang nggak enak sih nggak, dibilang enggak enak juga nggak. Tapi emang agak berat, soalnya kebanyakan isinya pikiran-pikiran Jason yang emang lagi bingung. Secara harfiah. Oke gak tau juga. Pokoknya narasinya tuh kayak berbelit-belit, belum lagi penjelasan situasi yang lumayan detail. Jujur aku capek bacanya haha.

Ditambah penjelasan soal fisika-fisika, mekanika kuantum dan multiverse yang bikin kepala nyut-nyutan, tapi hasilnya, aku jadi lumayan paham soal teori multiverse. Seengggaknya ya haha.

Dan dari dulu aku selalu suka tema-tema yang gini, bahwa dunia kita tuh nggak sesederhana kelihatannya. Bahwa masih banyak rahasia-rahasia yang belum terpecahkan soal semesta ini. Tema-tema kayak ginilah yang menggelitik otakku. Meski banyak bingung dan capek, aku menikmati kisahnya.

Cukup gemes karena alurnya agak lambat menurutku, udah kepo akut tapi ampul senyawa yang Jason dan Amanda pake buat kembali ke dunia sebenarnya masih 44, dan aku yakin ini pasti nggak bakalan ketemu sampe ampulnya abis hahaha. Mungkin karena narasinya yang bikin capek makanya alurnya jadi kerasa lambat, who knows.





Karakternya, menurutku karakternya nggak terlalu menonjol ya. Jason cuma pria baik-baik yang sayang keluarga. Amanda wanita baik yang suka nolong. Gitu doang. Karena emang ceritanya tuh menekankan banget di konflik yaaaa.

Orang-orang bilang novel ini ada plot twistnya, tapi aku udah bisa nebak plot twistnya di halaman 180an yeaaaay, dan malah menurutku novel ini gak ada plot twistnya sih, secara kayak..gampang banget loh nebak apa yang terjadi sama Jason. Malah aku aja sebel kok baru ngeuh di halaman 180an sih hahaha.

Dan buat endingnya!! Ahhh bete banget mau nangissss!! Setelah baca endingnya perasaaan aku terbagi dua antara aku bener-bener suka konfliknya, suka temanya, suka alurnya, suka ketegangannya, tapi aku sebel kenapa endingnya begituh ahahhsdfd yang bikin aku mulai bertanya-tanya tentang karakter lain. akhir dari mereka tuh gimana?!! Berharap nemu ekstra part tapi ngga ada!! Pengen jambak rambut rasanya!

Aku penasaran gimana Amanda, gimana Leighton, dan pas ngelawan si palsu juga gitu doang ternyata hadehh, bahkan aku penasaran sama ending itu sendiri. Sumpah bikin emosi jiwa bacanya!1!

Overall, aku bener-bener rekomen novel ini bagi kalian yang suka scifi dan suka tema multiverse atau pengen tau multiverse itu kayak gimana. Ini novelnya worth it banget!! Keren abis 4.5ó


“Kita semua hidup hari demi hari tanpa benar-benar mengetahui fakta kalau kita adalah bagian dari realitas yang lebih besar dan lebih aneh daripada semua yang bisa kita bayangkan.” – hlm 144
“Hal paling indah yang bisa kita alami adalah yang misterius.” – hlm 219
“Sungguh sebuah anugerah memiliki orang-orang yang menunggumu pulang setiap hari. Dicintai. Diharapkan.” – hlm 324
“Hidup tidak berjalan seperti itu. Kau hidup dengan pilihan-pilihanmu dan mempelajari sesuatu dari itu. Kau tidak menipu sistem.” – hlm 452
“Jika kau pergi dengan ketakutan, ketakutanlah yang akan kau temukan.” – hlm 469


Rabu, 10 Juli 2019

[RESENSI] The Life We Bury by Allen Eskens

source: goodreads



Judul: The Life We Bury
Penulis: Allen Eskens
Penerjemah: Hilmi Akmal
Penyunting: Yuli Pritania
Penyelaras Aksara: Nunung Wiyati
Penata Aksara: CDDC
Desain sampul: Fahmi Ilmansyah
Digitalisasi: Elliza Titin Gumalasari
Penerbit: Noura Books
Baca via: ebook google play.

Blurb:

Seorang gadis pemandu sorak 14 tahun diperkosa dan dibakar hidup-hidup di sebuah gudang di rumah tetangganya. Sang tetangga, Carl Iverson, seorang veteran Peran Vietnam, dijadikan tersangka dan divonis puluhan tahun penjara.

Tiga puluh tahun kemudian, Joe Talbert, seorang mahasiswa, mendapat tugas Bahasa Inggris untuk menuliskan biografi seseorang. Tujuannya adalah panti jompo, di mana dia tanpa sengaja mendengar tentang Carl, sang pembunuh yang tengah sekarat karena kanker pankreas.

Kesempatan untuk mewawancarai Carl adalah tantangan yang tidak adakn Joe lewatkan. Namun, tidak ada penjahat yang mau mengaku. Carl pun begitu. Sejujur apa seorang pria yang hampir mati? Bisakah Joe percaya?

-----





OKE mari potong blurbnya sampai situ aja karena menurutku lanjutannya itu spoiler endingnya haha.

Satu kalimat yang tepat untuk menggambarkan novel ini: tugas kuliah membawa bencana.

Waktu liat kover, judul dan genre-nya yang thriller, aku nggak tau apa aku bakal sanggup baca novel ini. Takutnya berat kayak The Girl on The Train, soalnya aku lagi pengen bacaan ringan tapi berbobot.

Pas baca ini, jeng jeng, ternyata pake pov orang pertama yaitu Joe, mahasiswa 20 tahun. Dan itu bikin aku bersyukur. Enak banget narasinya, penerjemahannya juga bagus. Betah bacanya dan tentunya gak berat :p meski kadang aku ngerasa bosen dan pengen cepet-cepet tau kisah Carl.

Ternyata lagi, aku salah nebak, aku kira novel ini bakal kebanyakan diisi sama Carl yang nyeritain semuanya, makanya pas ditunggu-tunggu, kok ngga ada. Dan malah kebanyakan nyeritain hidup Joe. 

Makin ke tengah makin jelas lah kalau Carl nggak bakal banyak main peran di sini. Justru Joe, Jeremy (adiknya yang autis) dan Lila (cewek kamar sebelah) yang bakal menguak semuanya.
Semakin ke belakang aku semakin menikmati alurnya yang bagus banget T_T apalagi waktu bagian filosofisnya Carl soal Tuhan. Rasanya pengen nulisin semua di sini tapi tar kepanjangan haha.

Dan yang paling aku sukai di sini adalah, aku suka semua tokoh yang ada di sini. Karakternya kuat banget menurutku. Joe itu abang yang hebat, meski rasa bersalah mengikutinya, Jeremy dan kepolosannya bikin aku pengen nangis, Lila dan masa lalunya yang bikin lutut lemes, sementara Carl yang paling nggak bisa dijabarin, dia...such a deep-hearted(?) ahaha gatau dah!

Alurnya juga seimbang, gak lambat dan gak cepet, passs banget dan sekali lagi aku bilang aku enjoy banget baca buku ini!!!! Dikemas secara ringan tapi topiknya pembunuhan, banyak adegan yang bikin degdegan juga, seru banget pokoknya!

Jangan lupakan plot twistnya hahaha meskipun tergolong bacaan ringan-mencekam, novel ini juga punya plot twist yang bikin merinding. Sampe-sampe rasanya aku lagi ikutan kabur sama Joe dan Lila dari rumah tersebut. Lutut lemes banget sumpah.

Dan buat endingnya, sumpah pengen nangis, terharu, sedih, syok, bla bla, novel ini ninggalin kesan yang dalem buat aku bener deh. Suka thriller tapi heartwarming? Baca The Life We Bury!

Overall, aku rekomen banget buku ini umumnya buat yang suka genre thriller, khususnya sama yang pengen-coba-thriller-tapi-males-takut-bahasanya-berat. Novel ini worth it banget! Aku kasih 4 bintang!

Pesan yang aku dapat setelah baca novel ini adalah, jangan pernah takut berbuat kebaikan, karena setiap kebaikan akan mendapat balasan yang setimpal. Nggak ada kebaikan yang sia-sia.

“Tak peduli seberapa keras usahamu, ada hal-hal yang tidak bisa kau hindari.” – hlm 265
“Tapi, pada akhirnya, ternyata tidak ada lubang yang cukup dalam untuk menguburkan semuanya.” – hlm 265

Minggu, 21 Oktober 2018

[RESENSI] Under the Blue Moon by Cath Crowley


instagram: @arthms12


Judul: Under the Blue Moon (Graffiti Moon)
Penulis: Cath Crowley
Penerjemah: Ingrid Nimpoeno
Penyunting: Jia Effendi
Penyelaras Aksara: Susanti Priyandari
Penata Aksara: Nurul MJ
Perancang Sampul: dwiannisa & elhedz
Penerbit; Noura Books (Oktober 2015)
Jumlah halaman: 303 hlm.
ISBN: 978-602-0989-70

Blurb:

Kuharap aku tidak terlambat.
Semoga aku bertemu Shadow.
Cowok misterius yang melukis dalam kegelapan. Melukis burung-burung yang terperangkap di tembok bata dan orang-orang yang tersesat di hutan hantu.
Dia membuatku jatuh cinta
Setengah mati.
Malam ini aku harus bertemu dengannya.
Apa pun yang terjadi.

-----

Buku Cath Crowley pertama yang aku baca! Jujur agak tidak tertarik sama kovernya tapi blurbnya bikin aku jatuh cinta pada bacaan pertama XD
Cerita dimulai dari Lucy yang dikirimi pesan oleh Al, pria tua yang berkedudukan sebagai bosnya. Al membertiahu bahwa Shadow ada di depannya saat ini, menggambar, sementara Poet baru datang, akan menyelesaikan karya Shadow dengan membubuhkan kata-kata.

Tapi Lucy terlambat. Jadi dia tidak bisa menemui orang yang dia kagumi itu. Kemudian dia pergi menemui Jazz, sahabatnya yang cenayang, untuk menghabiskan malam pesta akhir kelas 12. Di sana Jazz akan berkencan dengan cowok ganteng bernama Leo, sementara Daisy akan bertemu pacarnya Dylan (yang akan bertengkar sepanjang waktu) lalu Lucy akan bertemu mantan kencannya, Ed.

Dia punya pengalaman buruk dengan Ed. Di kencan pertama mereka, Lucy mematahkan hidung Ed sekali sikut karena Ed meremas bokongnya. Sejak itu, Lucy tidak pernah menemukan teman kencan lagi (dan karena mengejar Shadow) sementara Ed putus sekolah karena suatu hal.

Lalu Daisy ingat bahwa Dylan mengatakan dia mengenal Shadow dan Poet, hingga akhirnya para cewek setuju untuk nongkrong bareng mereka asal mereka membantu Lucy mencari Shadow.
Malam itu, mereka pergi ke pesta kakak Leo, sementara itu Lucy dan Ed tidak betah di sana, mereka memutuskan untuk pergi, mencari Shadow, menelusuri jejak mural karya Shadow dan mengalami malam panjang tak terlupakan.

Perlahan-lahan, mereka mulai akrab, jauh berbeda dengan kencan pertama mereka yang canggung. Namun, ternyata Ed menyembunyikan rahasia. Tak hanya satu, tapi banyak kejutan.

----

Aku baca ini cuma sehari! Karena langsung cocok dengan gaya bahasa Cath Crowley atau terjemahannya (terserah lah!) pokoknya aku langsung menikmati novel ini. Gaya bahasanya yang ringan dan mengalir, lalu narasi dan dialognya yang asik. Terlebih, novel ini punya bagian favoritku; bab-bab yang banyak tapi pendek. Hal ini sangat membantuku untuk menyelesaikan buku ini dengan cepat.

Konfliknya seru! Memang alurnya tergolong biasa saja dan ringan, malahan setting waktunya hanya satu malam saja. Dan menurutku ini jadi daya tarik tersendiri. Satu malam menjadi sebuah novel yang keren. Aku suka.

Konflik utamanya adalah bagaimana Lucy berusaha menemukan Shadow, dibantu Ed, mereka malah menjadi akrab. Kedengarannya nggak menarik ya? Tapi setelah baca, aku benar-benar dibuat jatuh cinta oleh alurnya. Novel ini bikin gemes karena salah satu rahasia Ed, rahasia ini memang sudah diketahui sejak awal, namun aku sengaja nggak tulis biar seru XD

Aku suka cara Ed dan Lucy berinteraksi, dialognya penuh humor, ditambah mereka semua, iya semuaaa tokohnya punya ciri khas yang membuat mereka jadi imut. Tingkah mereka benar-benar mencerminkan seorang remaja belum lagi konflik internal pendukung latar belakang mereka.

Lucy yang pemimpi, pekerja seni, naif dan manis, punya orangtua lengkap namun tinggal terpisah. Mum di rumah bersamanya, sementara Dad di gudang. Ya, mereka masih satu lokasi rumah namun terpisah. Hal itu kadang membuat Lucy cemas mereka akan bercerai meskipun ibunya berkali-kali mengatakan hal itu tidak akan terjadi.
“Tahukah kau bahwa kita terbuat dari materi yang sama seperti bintang-bintang? Kita adalah energi nuklir yang meledak.” – Lucy (hlm 119)
Kira-kira begitulah sebagian besar isi otak Lucy yang menurutku mengagumnkan :D
Ed, yang mempunyai rahasia kecil kenapa dia berhenti sekolah, Leo lah satu-satunya orang yang tahu rahasia itu, bahkan ibunya tidak. Ed sangat menyayangi ibunya karena dia adalah single parent, berusaha bertahan hidup disamping sekolah lagi jurusan keperawatan.

Mereka hidup serba kekurangan jadi Ed mengatakan dia putus sekolah karena tidak suka sekolah dan ingin membantu ibunya. Ed ini tipe cowok yang manis terhadap ibunya, dia juga sangat sayang kepada mantan pacarnya, namun bisa gila, menyenangkan dan menjengkelkan sekaligus saat bersama teman-temannya, apalagi dengan Lucy yang punya sejarah tak terlupakan soal hidung patah.

“Kata-katanya adalah lukisan, dan aku melukisnya di dinding di kepalaku saat dia berbicara.” – Ed (hlm 196)
Jazz, seorang cenayang. Dia bisa mendapatkan firasat dan dia orang yang menyengkan. Leo orang yang karakternya diciptakan memang untuk menjadi cocok dengan Jazz, penuh pesona dan akal bulus XD
“Kau aneh. Tapi, itu tidak apa-apa. Kau membuatku terlihat normal.” – Jazz (hlm 77)
“Kurasa seniman grafiti yang tak terlihat hanya berada satu langkah di atas tokoh fiksi.” – Jazz (hlm 122)
Daisy dan Dylan bertengkar sepanjang waktu karena Dylan melemparinya sekotak telur saat berusaha merayakan malam terakhir kelas 12 dan juga karena ada satu alasan penting lain.

Selain mereka, ada pula sosok tokoh Bert, mantan bos cat-nya Ed yang sesekali flashbacknya muncul, menjadikan novel ini beralur maju-mundur. Bert dikisahkan punya sifat yang bijaksana sekaligus menyenangkan bagi Ed. Dia sering mengingat nasihat-nasihan Bert saat berhadapan sepanjang malam dengan Lucy.

“Kau tahu tikus bisa berenang? Mereka panik ketika masuk air, tapi mereka akan baik-baik saja.” – Bert (hlm 103)
“Dia mengatakan mimpi adalah satu-satunya cara untuk pergi ke tempat mana pun.” – hlm 138
Karakter yang paling aku suka adalah Ed, entah kenapa latar belakangnya mampu menyeretku untuk suka padanya. Pokoknya, aku suka Ed karena dia rapuh, tapi juga kuat, cerdas, dan menawan. Hahahaha XD

Tapi aku juga suka Lucy, karena sikapnya yang tenang dan kalimat-kalimat penuh mimpi yang keluar dari mulutnya membuat dia aneh sekaligus menarik. Seperti yang Ed rasakan kepadanya.
Novel ini punya 2 sudut pandang, bergantian antara Ed dan Lucy, namun ada juga bab-bab selingan berisi puisi-puisi karya Poet. Dia menuliskan kisahnya sendiri pada malam panjang itu bersama seseorang berbentuk puisi. Dan ini jugalah hal yang buat aku suka novel ini, diselingi puisi Poet yang indah :D

Ada segerombolan mimpi buruk
Dan di balik mimpi-mimpi itu
Jika kau bisa melewati mimpi-mimpi itu
Ada hal yang membuatnya berdetak
Tak, tak, tak.
” – Poet (hlm 145)

Overall, aku nggak akan nulis banyak. Aku beneran suka kisah ini karena menurutku konfliknya ringan dan khas remaja tapi nggak mainstream, karakternya yang khas, bab-babnya pendek, interaksi Ed dan Lucy yang menggemaskan dan puisi-puisi Poet. Seluruh isi novel ini bikin aku jatuh cinta dan membacanya bikin heartwarming gitu. Well, 4.5 bintang karena novel ini sangattt memenuhi ekspektasiku :D

Qoutes:
“Itulah yang kusukai dari seni, yaitu apa yang kau lihat terkadang lebih menyangkut siapa dirimu daripada apa yang terpampang di tembok.” – hlm 24
“Manusia itu kuat, tapi jika kau memukulnya di tempat yang tepat, mereka akan hancur.” – hlm 200


Minggu, 30 September 2018

[RESENSI] Mortal Engines by Philip Reeve

IG: arthms12


Judul: Mortal Engines (Mesin-Mesin Manusia)
Penulis: Philip Reeve
Penerjemah: Nuraini Mastura
Penyunting: Yuli Pritania
Penyelaras aksara: Ken Laksmi Satyaningtyas
Penata aksara: TBD
Penebit: Noura Publishing (Februari 2018)
Jumlah halaman: 388 hlm
ISBN: 978-602-385-309-0

Blurb:

Ini bukan lagi dunia yang kita kenal. Abad-abad telah berlalu, kota-kota kini melayang, digerakan mesin canggih, saling memakan satu sama lain agar bisa terus hidup. Negeri Luar, hamparan daratan yang tidak ditempati, adalah tempat berbahaya yang mengancam nyawa.

London pun tengah berburu. Menyantap kota kecil dan kabur dari kota pemangsa yang lebih besar. Dan, dalam kemeriahan tangkapan terbaru, terjadilah serangan terhadap sang pahlawan kota, Thaddeus Valentine.

Tom, seorang pemuda magang, yang mengidolakan Valentine –dan jatuh hati kepada anaknya, Katherine– langsung mengejar si tersangka, seorang gadis bermuka parut yang kabur dengan terjun dari London yang tengah melaju. Namun, saat Tom menanyai Valentine mengapa gadis bernama Hester Shaw itu ingin membunuhnya, Valentine menjawab dengan cara mendorong Tom hingga ikut terlempar menyusul gadis itu.

Kini, Tom terdampar di Negeri Luar bersama Hester Shaw yang sinis dan terluka parah. Mereka bekerja sama menemukan jalan kembali ke London untuk alasan yang jauh berbeda: Tom ingin kembali ke rumah, Hester ingin membunuh Valentine.

Yang belum mereka sadari, Negeri Luar akan menghajar mereka hingga babak belur sebelum mereka sampai di tujuan. Berhasilkan mereka bertahan?

---

Novel ini terbit pertama kali tahun 2001 versi aslinya, diterjemahkan tujuh belas tahun kemudian di Indonesia dan kabarnya filmnya akan tayang akhir tahun nanti. Seperti yang tertulis di blurb, novel ini bercerita tentang petualangan Tom dan Hester untuk kembali ke London. Saat diperjalanan, hal-hal menakutkan selalu mereka temui, dari dikejar oleh Manusia Mesin bernama Shrike yang ingin membunuh mereka sampai tak sengaja menaiki kota perompak.

Awalnya aku merasa novel ini akan begitu berat dan menjemukan, tapi ternyata cuma halaman pertamanya saja. Setelah itu, novel ini menurutku punya gaya bahasa yang ringan sehingga aku nggak perlu susah payah membacanya.

Belum lagi narasinya memang asik, jadi nggak bikin bosan dan malah bikin cepet bacanya. Aku sempat kaget karena ternyata konflik langsung masuk di bab awal, aku kira akan ada semacam pendahuluan-pendahuluan gitulah biar chemistry ceritanya lebih ngena. Meskipun aku suka tipe novel yang langsung masuk ke konflik, tapi menurutku Mortal Engines kurang kencang ‘ikatan’nya.
Setting tempatnya pun agak membingungkan buatku, kota London sedang mengincar mangsa di tanah berburu, Laut Utara, entah di mana. Heu. Juga nama-nama kota Aksis (kota yang bergerak) lain juga nggak ada yang kukenal .___.

Konfliknya OKE. Yes, aku suka konfliknya yang seru ini. Di samping kedua tokoh utama Tom dan Hester yang berpetualangan untuk kembali ke London, di kota London itu sendiri ada tokoh yang sedang melakukan pengintaiannya sendiri. Dialah Katherine, putri Valentine yang menelusuri rahasia ayahnya sendiri yang sedang pergi atas perintah Walikota.

Menurutku, konflik utama novel ini dipegang oleh Katherine. Dialah yang mencari tahu kenapa Hester ingin membunuh ayahnya, menemukan rahasia-rahasia Crome (walikota London) atas Medusa dan memegang peran penting di akhir cerita. Justru petualangan Tom yang memang lebih seru, tapi tidak bersangkut paut secara penuh di konflik utama.

Sedikit kekurangan menurutku di novel ini tidak disebutkan asal mulai kenapa Bumi jadi berbahaya seperti kata blurb. Kenapa kota-kota harus bergerak terus padahal ada kota-kota yang masih diam di bumi.

Tokoh-tokohnya pun menurutku biasa saja kecuali Hester Shaw yang paling mencolok. Tom, sang tokoh utama menurutku agak ‘gemulai’(?) untuk ukuran cowok, entah pikiranku aja atau beneran HAHA. Katherine yang lugu namun berani. Dan tokoh-tokoh pembantu lainnya biasa. Namun Hester Shaw yang digambarkan sebagai sosok mengerikan, dengan gurat pedang dari dagu sampai dahi, garis bibir yang luka melebar ke pipi (cmiiw) dan hidung yang hancur justru lebih menarik perhatianku.

Aku suka petulangan Tom dan Hester yang seru, terutama saat bagian di mana Shrike, (seorang manusia yang telah mati tapi dibangkitkan dengan teknologi dan sekarang menjadi robot dengan otak manusia) menjelaskan tujuannya memburu Hester. Bikin merindinggggg.

Juga, disela-sela petualangan mereka ada humor-humor menyelip terutama dari Walikota Kota perampok yang mereka naiki. Selain itu, novel ini juga cukup memualkan karena makanan-makanan yang disebutkan serta keadaan di bagian perut kota London saat Katherine berusaha mengorek informasi ke seseorang bernama Pod.

Memang awalnya agak sulit membayangkan setiap detail kejadian di novel ini apalagi yang sudah menjelaskan soal kota-kota yang kelaparan, namun aku dibantu ketika melihat trailer filmnya yang keren banget huhu kalian bisa liat di sini. (sayangnya Hester di film malah jadi cantik heu:()

Overall, aku suka kisah ini, bener-bener tipeku karena mengandung banyak petualangan dan konfliknya juga seru! Tapi, ada sedikit rasa ganjal di hati, karena menurutku kisah ini kurang kuat ‘nyawa’nya, sesekali aku bersemangat, lalu biasa saja, gitu terus. Tapi endingnya sangat memuaskan. Kalau aku klop dengan ‘nyawa’ novel ini, pasti aku udah nangis sesenggukan, tapi justru aku malah senang dengan plot twistnya dan semangat saat menyelesaikan novel ini.

Kurang bernyawa bukan berarti aku nggak suka novelnya, hanya saja perasaanku jadi berbeda dan kurang menghayati aja, tapi..aku suka Mortal Engines! 4 stars.


Senin, 17 September 2018

[RESENSI] By The Time You Read This, I’ll Be Dead by Julie Anne Peters

IG : @arthms12





Judul: By The Time You Read This, I’ll Be Dead
Penulis: Julie Anne Peters
Penerjemah: Hedwigis Chrisma Hapsari
Penyelaras aksara: Lani Rachmah
Penata Letak: Nurhasanah Ridwan
Penerbit: Noura Publishing (April 2015)
Jumlah halaman: 308 hlm
ISBN:978-602-0989-13-6

Blurb:

Hanya tersisa 23 hari untuk mewujudkan rencana Daelyn. Dia sudah memperhitungkan semuanya, mempersiapkannya dengan matang. Tak akan ada yang bisa menghalangi atau menghentikannya lagi. Tidak boleh. Kali ini, dia harus berhasil. Dia harus mengakhiri semuanya, mengakhiri hidupnya.
Namun, muncul satu masalah. Ada cowok aneh yang selalu berusaha mendekati Daelyn. Meski diabaikan, cowok itu tak pernah menyerah. Tidak mungkin, kan, Daelyn membiarkan seseorang menyusup ke hatinya saat dia sudah siap pergi dari dunia ini?

Tidak saat semuanya sudah berjalan baik. Saat dirinya sudah yakin sepenuh hati untuk berjalan menuju cahaya.

---

Hal pertama yang membuatku tertarik membaca buku ini adalah karena judulnya. Judulnya terasa suram dan sedih. Ketika aku membacanya, jujur cerita ini mempunyai pembawaan yang santai khas novel remaja, namun memang isinya agak mengerikan.

Novel ini memakai sudut pandang orang pertama, Daelyn. Dia adalah cewek lima belas(?) barangkali, yang sekarang sedang diawasi 24 jam penuh oleh kedua orangtuanya. Karena, dia sudah berkali-kali mencoba bunuh diri namun selalu gagal.

Di sekolah yang entah keberapanya, dia selalu menunggu ibunya menjemput di sebuah bangku semen. Di sana, dia bertemu dengan Santana, cowok aneh yang tiba-tiba mendekatinya. Namun Daelyn tidak pernah menanggapinya, lagipula, dia tidak bisa bicara. Hal itu karena salah satu metode bunuh dirinya yang gagal.

Tapi sekarang dia yakin dia tidak akan gagal lagi. Untuk itu dia diam-diam mendaftar ke salah satu situs bunuh diri bernama menuju-cahaya(.)com. Di situs itu, dia bertemu banyak orang yang sama-sama putus asa.

Di situs itu juga, Daelyn sering mengetik tentang masa lalunya, masa-masa ketika dia dibully hingga akhirnya mencoba bunuh diri berkali-kali. Daelyn adalah cewek gemuk, dia selalu dibully karenanya. Dipermainkan dan dipermalukan anak-anak cowok, direndahkan anak-anak cewek, orangtuanya menganggap hal itu biasa dan Daelyn pun tidak bisa bercerita karena takut, serta kejadian mengerikan di kamp gemuk membuatnya benar-benar menderita.

Konflik utama novel ini adalah tentang Daelyn yang mengikuti petunjuk situs untuk membunuh dirinya. Dia diberi waktu 23 hari. Namun dalam 23 hari itu pula, ada Santana di sana.

Menurutku novel ini juga agak mengerikan karena di situsnya dijelaskan tentang berbagai macam metode bunuh diri, keefektifan hingga tingkat rasa sakit. Tidak dianjurkan bagi kalian-kalian yang sedang depresi, yha bukan apa-apa, takutnya kehasut kan:( sumpah bagian ini tuh serem banget.

Ada satu hal yang membuatku terganggu ketika membaca cerita ini, yaitu narasi yang kadang nggak jelas latarnya, kayak tiba-tiba pindah dari kejadian yang sedang berlangsung ke kejadian lain. Terjemahannya juga enak, tapi ada satu dua kalimat yang kadang bikin mikir dua kali, masih agak kaku juga, atau mungkin memang begini gaya penulisan Julie Anne Peters. Entah.

Kita beralih ke Santana Llyod Girard II, aku pikir novel ini bakal manis ketika membaca blurbnya, namun sayang Daelyn sangat sangatttt menutup diri sehingga Santana tidak terlalu tereksplor. Dia seharusnya jadi pemeran utama juga, tapi aku merasa dia hanya pemeran pembantu, yang disempilkan, untuk sedikit menyadarkan kondisi Daelyn.

Sebenarnya, Daelyn pun tidak dalam kondisi dibully lagi. Memang banyak orang yang menganggapnya gila dan tidak mau berteman dengannya karena percobaan bunuh dirinya diketahui orang-orang, tapi menurutku saat itu kondisi Daelyn masih aman, terutama karena orangtuanya yang memperhatikannya 24 jam.

Tapi luka karena bullying tidak mudah sembuh, apalagi setingkat Daelyn. Aku merasa aku paham kenapa Daelyn menarik diri dari semua orang dan berniat untuk berhasil dalam bunuh dirinya kali ini.
Sejujurnya, banyak narasi pikiran negatif Daelyn dalam perspektifnya, dan mau nggak mau aku cenderung setuju dengan Daelyn. Menurutku, hampir semua orang pasti pernah punya pikiran-pikiran yang dicetuskan Daelyn.

Bohong kalau aku bilang aku nggak pernah stres atau tertekan bla bla, kebanyakan orang juga pasti pernah mengalaminya, dan kisah Daelyn ini sejujurnya relate dengan diriku sendiri, itulah mengapa aku suka cerita ini.

Kalau dibilang penuh amanat, nggak. Narasi Daelyn nggak sedikitpun mengandung amanat, karena semua pikiran negatifnya ditumpahkan dari halaman awal sampai akhir. Tapi kita, sebaiknya mengambil hal-hal yang perlu, bagaimana cara menghadapi seseorang yang depresi atau bagaimana mengenali gejala-gejala orang yang ingin bunuh diri. Novel ini tentunya bikin kita sedih dan nggak ingin hal yang dilakukan Daelyn terjadi di tengah-tengah kita. Novel ini bakal bikin kita lebih aware dengan orang-orang di sekitar kita.

Overall, aku suka cerita ini, suka banget, bahkan sampai bikin aku nangis. Tapi ada satu hal yang bikin aku ngasih 4 bintang, bukannya 5. Kenapa? Silakan baca sendiri. Kalau selesai bacanya bikin pengen lempar bukunya jauh-jauh, berarti kita sama.

Anyway, aku punya banyak qoutes yang aku ambil dari buku ini. Aku suka sama kata-katanya.

“Namun, supaya merasa lebih baik, aku menelan semua rasa sakit. Kemudian, rasa sakit menelanku.” – hlm 41
“Aku tidak tahu mengapa aku tidak dapat membiarkan hinaan-hinaan itu berlalu, tapi aku tetap tidak bisa. Aku adalah produk dari setiap luka yang pernah ditorehkan di diriku.” Hlm 42
“Karena air mata tidak ada gunanya.” – hlm 56
“Kadang-kadang, aku tidak mengerti alasan dari hal-hal yang kulakukan. Aku hanya tahu, aku bangun setiap pagi dan berharap aku mati.” – hlm 78
“Siapa bilang neraka ada di bawah? Bisa saja di atas. Neraka bisa saja di samping pintu surga. Neraka bisa saja merupakan bagian dari surga, seperti kampung miskin di tengah-tengah kota kaca.” – hlm 110
“Bisakah kau memonitor aktivitas di sini, di bumi? Namun, jika alasanmu untuk pergi adalah untuk membalas seseorang, atau melukai seseorang, itu mungkin berguna. Alasanku bukan itu. Aku hanya ingin perasaan sakit ini berakhir.” – hlm 129
“Semakin aku terluka, semakin banyak aku makan.” – hlm 139
Well, ini menunjukan bahwa mereka yang depresi nggak melulu jadi kurus kering. Yang gemuk bisa lebih depresi daripada itu, dan paling menyakitkan kalau orang-orang udah bilang “Gemuk ih, berarti bahagia” no, it’s totally wrong.

Aku harap kita semua berhenti mengomentari bentuk tubuh orang lain, mau dia kurus atau gemuk atau yang lain-lainnya. Karena kita nggak pernah tahu alasan-alasannya, hidupnya, jadi please berhenti.

Jaga mulut kita, karena kita nggak tahu kalau bisa saja orang itu tersinggung dan akhirnya merasa sedih. Kesedihan-kesedihan kecil itulah, jika berkali-kali didapatkannya bisa jadi mengarah ke sesuatu yang mengerikan.

“Ketika Tuhan tidak mengambilku, itu membuatku mempertanyakan imanku. Sedikit iman yang dulu kupunya.” – hlm 182
“Setiap orang kadang-kadang terluka. Tidak perlu malu dengan itu.” – hlm 304-305
“Aku tidak sanggup menghadapi hal-hal yang sangat buruk itu. Pilihannya adalah membunuh setiap orang atau membunuh diriku sendiri.”
“Jika aku tinggal dan hidup hingga lulus sekolah menengah, masuk ke universitas, mendapatkan pekerjaan, apa yang akan bisa berubah? Kegelapan dalam diriku tidak akan pernah tersingkirkan.”
"Mengapa kau tidak berhenti mencoba untuk memperbaiki aku? Dunia ini tidak diciptakan untukku. Aku lahir terlalu cepat, atau terlalu lambat. Terlalu banyak kecacatan."
"Orang-orang tidak berubah. Ada dua jenis orang di dunia ini: para pemenang dan para pecundang." 
Satu lagi, aku foto aja karena kepanjangan XD:




Sabtu, 23 September 2017

[RESENSI] The Maps of Bones (The Fire Semon #2) by Francesca Haig



Judul: The Maps of Bones
Penulis: Francesca Haig
Penerjemah: Reni Indardini
Penyunting: Lisa Indriyana
Penata aksara: CDDC
Perancang sampul: artgensi
Penerbit: Noura Books (Mizan Fantasi) 2016

Blurb:

Piper menyentuh wajahku. Dia tidak menginginkan apa-apa, cuma bermaksud menghiburku. Namun aku tidak bisa dihibur. Aku rusak sungguhan. Benakku dipenuhi bayangan api, terawangan mengenai Kip di dalam tangki, dan momen ketika Kip jatuh ke lantai silo. Piper tak akan mengerti ada hal-hal yang tidak bisa diperbaiki.

Cass tak bisa menyingkirkan bayang-bayang kejadian pada hari itu, ketika Kip mengorbankan nyawa demi menyelamatkannya. Sesuatu yang bahkan belum tentu sudi dilakukan Zach –kembaran Cass– seandainya tidak ada ikatan kematian yang mempersatukan Alpha dan Omega.

Alpha dan Omega lahir dan mati secara bersamaan –sesuatu yang alami dan tak terhindarkan. Namun hal itu tidak menghalangi para Alpha untuk mengucilkan saudara-saudara Omega-nya. Batas-batas tetap terbentuk dan diskriminasi terjadi di mana-mana

Cass dan kawan-kawan seperjuangannya sudah muak ditindas. Meskipun masih dihantui terawangan tentang masa depan dan mimpi buruk mengenai kematian Kip, dia masih berusaha menemukan jalan untuk kehidupan layak dan kesetaraan bagi para Omega.


Melanjutkan review-ku sebelumnya, ini adalah buku kedua dari trilogi The Fire Sermon yang berjudul The Maps of Bones. Seperti yang dikatakan di blurb bahwa Kip, teman seperjalanan Cass di buku satu telah meninggal. Kematian Kip yang setidaknya turut membantu dalam memperlambat gerakan rencana Dewan.

Kisah berlanjut dengan pencarian Tempat Lain, sebuah tempat yang katanya lebih baik. Tapi selama perjalanan itu, aku merasa cukup bosan karena Cass terus saja bersikap terpuruk dan mengingat-ngingat Kip. Butuh waktu lama bagi Cass untuk move-on, tapi narasi yang disampaikannya tidak begitu datar, berbagai permasalahan kecil juga ikut menambah nilai plus.

Mereka melakukan perjalanan sambil menghindari serdadu Dewan, juga bertemu banyak orang yang dulunya terlibat gerakan perlawanan. Tapi masalah muncul di tengah-tengah, terawangan Cass soal tempat pelariannya dulu bersama Kip, New Hobart, menimbulkan masalah besar.

Di sana Dewan bukan hanya sekadar melakukan isolasi untuk menemukan buronan ( Cass dan Kip) tetapi ada sesuatu yang Dewan cari di sana, sesuatu yang berhubungan dengan mesin, dengan Tempat Lain.

Cass, serta Zoe dan Piper mulai berangkat ke New Hobart, tapi di sana mereka mengalami kesulitan karena Dewan sudah mulai melakukan tindakan memasukan Omega ke dalam tangki, sesuatu mengerikan yang dicetuskan saudara kembarnya sendiri, Zach.

Tidak ada jalan lain, perang tak terhindarkan. Dan jujur di bagian ini aku sangat menikmati ceritanya. Suasana perang dan sabetan pedang yang sangat terasa. Satu serdadu Alpha yang mati di medan perang, pasangan Omeganya akan langsung tumbang di mana pun dia berada, begitu pun sebaliknya. Di bagian ini juga aku makin menyukai ide bahwa pasangan kembar terikat dengan kematian.

Tiga ribu serdadu dewan melawan lima ratus orang Omega di gerakan perlawanan.
Konflik mereka tidak sampai di situ, karena mereka tetap harus menemukan Tempat Lain. Beruntung karena spesialis Cass adalah menemukan sebuah tempat, mereka akhirnya menemukan Bahtera, tempat yang menyimpan sejarah tentang orang-orang yang bertahan dalam ledakan di masa lalu.
Di sana dia bertemu Zach, juga seorang yang amat dekat dengan dirinya; Kip.

Well, jujur aku lebih menikmati buku kedua daripada yang pertama. Buku pertama secara garis besar hanya berupa pelarian yang sangat lama dan kurang aksi. Meskipun sama-sama berbalut perang antar kembar, tapi buku kedua ini terkesan lebih hidup. Juga ditambah lagi dengan banyaknya rahasia yang terungkap dan ini sangat menantang buatku.

Untuk ending-nya, seperti kebanyakan trilogi lainnya tentu saja ending-nya menggantung hanya saja aku sangat puas dan bersemangat. Diakhiri dengan harapan besar namun seakan-akan hanya bayangan yang suram.

Terakhir aku memberikan 4.5 bintang lagi karena novel fantasi ini belum bisa membuatku kecanduan:) 
Tapi aku akan tetap menantikan buku ketiganya, yang masih belum ada kabar. Dan juga aku nggak rela kalau sampai nggak tahu akhir dari tokoh favoritku; Zach.

Psst, Zach memang muncul hanya sedikit dalam dua novel ini tapi entah kenapa aku tersihir sama karakternya. Dibanding para protagonis; Cass, Zoe dan Piper, aku lebih menyukai Zach HAHA.


Quotes~

“Apa bedanya andaikan aku memberitahu nama pemberian orangtuaku? Kenapa nama pemberian orangtua lebih autentik daripada nama yang kita pilih sendiri?” – sang Pemimpin Sirkus (hlm 65)
“Aku sendiri sering mempertanyakannya. Adakalanya aku merasa kewarasanku bakal terlepas bagaikan gigi tanggal. Ketika kebakaran meledak dalam benakku berkali-kali, aku sendiri heran bisa-bisanya aku masih normal seperti sediakala.” – Cass (hlm 120)
“Kata-kata merupakan simbol tak berdarah yang bisa kita andalkan demi menjaga jarak dari dunia.” – hlm 381
“Kami seharusnya belajar dari pengalaman bahwa tak ada yang lebih berbahaya daripada harapan.” – 542


[RESENSI] The Fire Sermon #1 by Francesca Haig



Judul: The Fire Sermon #1
Penulis: Francesca Haig
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Penyunting: Lisa Indriana Yusuf
Penata aksara: CDDC
Pewajah sampul: Muhammad Usman
Penerbit: Noura Books (Mizan Fantasi) 2016

Blurb:
“Jangan sebut mereka ‘masalah’–mereka anak-anak kita,” kata Ibu.
“Salah satu dari mereka,” sahut Ayah. “Yang satu lagi berbahaya. Racun. Tapi kita tidak tahu yang mana.”

Bencana besar membagi zaman menjadi dua: masa Sebelum dan Setelah. Empat abad kemudian, tak ada saksi mata tersisa. Namun efeknya masih terlihat pada reruntuhan tebing, dataran hangus, dan tentu saja fenomena kelahiran para manusia kembar: pasangan kembar Alpha dan Omega.

Para Alpha akan menjadi golongan elite, hidup dalam kenikmatan dan keamanan. Sementara para Omega yang lemah–karena memilki gen mutan dianggap cacat–diasingkan juga ditekan.

Cass dan Zach terlahir kembar, dengan kondisi fisik sama-sama sempurna –tak jelas siapa yang Alpha dan Omega. Tapi mereka tetap tak terhindarkan dari pemisahan. Sebab Cass punya rahasia besar. Rahasia yang bisa mengubah kesenjangan dunia ini.

Cass dan Zach harus memilih: akan saling mengalahkan atau bekerja sama? Sebab jika salah langkah, mereka bisa berhadapan dengan kematian.


Setelah agak lama nggak baca fantasi, akhirnya aku bisa juga membaca genre favoritku ini^^
The Fire Sermon buku kesatu bercerita tentang dunia baru akibat ledakan mesin-mesin di masa lalu. Orang-orang menyebut masa ini dengan sebutan Setelah. Mereka hidup seperti zaman dulu, tanpa mesin, listrik dan semua yang berbau teknologi. Sisa-sisa pada masa Sebelum mereka anggap sebagai tabu –hal yang tidak boleh didekati.

Selain itu, fenomena kelahiran manusia kembar adalah efek dari ledakan. Di masa Setelah, semua orang punya kembaran. Mereka adalah sepasang Alpha dan Omega. Dijelaskan bahwa efek ledakan membuat manusia menderita kelainan atau mutan, racun yang akan membuat tubuhnya tidak sempurna. Karena adanya fenomena kembar, maka racun hanya akan diturunkan kepada salah satu anak, sementara yang lain bersih dari mutan. Merekalah Alpha dan Omega. Satu lagi ‘keistimewaan’ pasangan kembar adalah, mereka akan lahir dan mati bersamaan. Jika Alpha mati atau terluka, pasangan Omeganya pun akan mati atau merasa kesakitan.

Di masa Setelah, orang-orang Alpha yang sempurna secara fisik adalah pemimpin dunia. Pemerintahannya dinamakan dengan sebutan Dewan. Dewan membuat sebuah peraturan di mana kaum Alpha dan Omega harus dipisahkan, karena mereka memandang rendah kaum Omega yang cacat.
Kaum Alpha akan hidup sejahtera, ditempatkan di lahan yang subur, boleh menikah dan boleh sekolah. Sementara kaum Omega sebaliknya, mereka ditempatkan di lahan yang tandus, pernikahan mereka tidak diakui karena kaum Omega semuanya tidak bisa memiliki anak, serta tidak boleh bersekolah, juga dikenakan pajak yang tinggi oleh Dewan. Kehidupan kaum Omega sangat menderita.

Cass dan Zach terlahir sempurna, seperti yang dijelaskan pada blurb. Tidak jelas siapa yang Alpha atau Omega. Namun mereka tetap harus dipisahkan, karena mutan tidak hanya berbentuk dari kecacatan fisik. Mutan bisa jadi berupa cacat pikiran/mental.

Di bagian ini, memang dijelaskan sejak awal, tapi aku takut kalau ini termasuk spoiler. Nggak banyak, aku hanya akan memberitahu siapa yang Alpha dan Omega di antara mereka, yang mungkin sudah bisa ditebak dari blurb/? Siapa tahu.

Oke kita mulai:

Para Omega yang tidak memiliki cacat secara fisik termasuk sebagai peramal. Mereka biasanya memimpikan sesuatu yang mengerikan. Kemunculan peramal dan cara membedakan mereka dari kaum Alpha adalah dengan cara melihat mereka akan bertingkah berbeda dari orang kebanyakan (biasanya berteriak-teriak setelah mendapat terawangan).

Cass adalah seorang Omega peramal. Desas-desus bagaimana cara Dewan mengenali peramal sudah pernah didengarnya, untuk itu, Cass selalu menahan diri. Dia menutup mulutnya sendiri saat terbangun tengah malam agar tidak menjerit. Dia melakukan segala hal untuk tetap bertahan di antara keluarga Alpha-nya, terutama karena dia tidak ingin dipisahkan dengan Zach.

Berbeda dengan Zach, dia selalu terlihat waspada, dia selalu bertanya-tanya siapakah ‘orang aneh’ di antara mereka berdua. Tidak punya banyak cukup bukti untuk menguak identitas Cass, mereka akhirnya tinggal bersama-sama sampai umur 13 tahun. Tentunya, mereka dilarang bersekolah karena belum dipisahkan dan tidak mempunyai teman selain diri mereka sendiri.

Ketika akhirnya Cass ‘dijebak’ oleh Zach, mereka akhirnya berpisah. Tapi Cass bukanlah manusia biasa, dia sempurna secara fisik dan dia punya kemampuan meramal. Lalu Zach, yang dewasanya menjadi bagian dari Dewan juga berubah menjadi sosok mengerikan, berusaha memburu Cass, demi melindungi nyawanya sendiri.


Setelah membaca banyak buku terjemahan, aku tidak banyak mendapat perbedaan soal gaya bahasa penulis yang sudah diterjemahkan ini, penulisannya rapi dan mudah dimengerti, serta bersih dari typo. Aku menikmati menmbaca penulisannya.

Untuk alur, aku merasakan buku pertama ini sangat lambat. Terutama dibagian petualangan Cass dan Kip dalam menemukan jawaban untuk permasalahan Omega selama ini. Namun jujur, aku sangat menyukai ide ceritanya. Ide soal pasangan kembar yang memiliki ikatan terlalu kuat ini membuatku merasa terhanyut dan hangat. Betapa ikatan darah itu memang lebih kental dari apa pun.

Ide penciptaan dunianya juga menarik dan sangat jelas. Penjelasan bagaimana Dewan bertindak semena-mena terhadap kaum Omega yang tentunya menyentak perasaan. Membaca cerita ini cukup banyak baper-nya. Mulai dari bagaimana saat Cass mati-matian mempertahankan keluarganya akhirnya harus terusir juga. Di bagian ini aku menangis. Juga bagian di mana para Omega mendapat perlakuan semena-mena oleh Dewan.

Novel ini memakai sudut pandang orang pertama yaitu Cass, dan aku merasa karakter dia sangat kuat di sini yang jujur, jarang kutemui di novel lain. Cass yang naif namun baik hati tidak hanya dituliskan secara gamblang, melainkan setiap tindak-tanduk dan setiap narasi yang menjelaskan pikirannya membuat karakternya sangat terasa. Di beberapa bagian aku juga sempat kesal karena betaapa naifnya Cass.

Setelah dipisahkan, Zach memang tidak banyak muncul, tapi dia banyak sekali disebutkan oleh Cass. Dan itu cukup untuk membangun karakter Zach dalam pikiranku yang hampir sama kuatnya dengan karakter Cass.

Sisa karakter yang lain hanya ada Kip, teman perjalanan Cass, yang hampir sangat membosankan menurutku. Setiap tantangan yang mereka lalui tidak mampu membuatku ikut tertantang. Namun setelah mereka sampai pada tujuan mereka, aura tantangan itu kembali muncul dan sangat menegangkan. Aku suka bagian menuju ending, serta endingnya. Fakta tentang Kip terkuak dan meskipun aku sudah bisa menebaknya agak awal sebelum terbongkar, aku tetap terkejut membacanya.

Overall, bagaimanapun ini kisah fantasi dan aku sangat sulit untuk tidak menyukai kisah fantasi. Memaafkan kebosanan di tengah-tengah, aku hampir menyukai keseluruhan ceritanya, idenya, dan latarnya yang bukan di dunia ini. Konflik sehari-hari soal ketidakadilan memang sering dijumpai, namun hal yang melatarinya membuat cerita ini tetap saja berbeda di mataku.

Juga banyak hal yang bisa kita ambil dari cerita ini salah satunya adalah menyayangi saudara kita. Seperti Cass yang meskipun telah ‘dikhianati’ Zach, namun tetap menyayanginya tanpa syarat.

---

“Kusangka setidaknya aku akan ingat hal-hal semacam ini –bagaimana dunia berjalan, sekalipun aku tidak ingat posisiku di dalamnya. Tapi, aku tidak ingat dunia bisa sekeras ini.” – hlm 266

“Selama ini aku tidak terlalu memikirkan cara untuk menyesuaikan diri dengan dunia nyata.” – hlm 198


4.5 bintang untuk The Fire Sermon #1. See you di resensi The Fire Sermon #2: The Maps of Bones di blogku ya!

Minggu, 19 Maret 2017

[RESENSI] PERCY JACKSON’S GREEK GODS BY RICK RIORDAN

(GreekGodsChallenge with Noura Books and iJakarta)

Peringatan: tulisan ini ditulis oleh seorang fangirl.


***


“The book was fiction, but the feels were not.”


sumber: google




Judul: Percy Jackson’s Greek Gods
Penulis: Rick Riordan
Penerbit: Noura Books
Ilustrasi: John Rocco




dok.pribadi




Pertama-tama, aku ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Noura Books dan iJakarta yang telah membuatku bisa membaca buku ini dengan gratis… *saya terharu* *yang baik-baik untuk kalian semua*


Jadi gini, teman, aku ini udah jadi demigod selama kurang lebih empat tahun. Semuanya berawal dari temenku ketika SMP yang ‘ngefangirl’ juga, dia bikin status di facebook dan bertanya-tanya apakah dia adalah salah satu dari 7 pahlawan yang disebutkan ramalan?

Oke, jadi aku tertarik dengan statusnya, dan aku menanyakan padanya di sekolah lalu TADA! Dia meminjamkanku buku ajaib itu untuk pertama kalinya, judulnya adalah The Lost Hero.
Sebagai pencinta kisah fantasi, tidak butuh waktu kurang dari satu detik untuk mencintai buku itu. Aku mampu menyelesaikan buku itu dalam satu hari, dan langsung berubah jadi gila (bahkan aku menahan buku itu beberapa hari lebih lama agar bisa memeluknya setiap malam) Apa? Aku gila? Katakan saja begitu. *untuk Rere, maafkan aku menahan TLH begitu lama*

Setelah masuk SMA pun aku benar-benar tidak bisa melupakan kisah paling menakjubkan yang pernah kubaca seumur hidup menjadi seorang reader. Sampai-sampai aku putus asa untuk bisa mengetahui kelanjutan ceritanya. (uang jajan pas-pasan, boro-boro nabung, main ke tokbuk aja jarang).

Tapi Tuhan maha mendengar bukan? Akhirnya aku bisa meneruskan seri buku-buku itu dan syukur, aku sama sekali tidak menyesal menjadi tambah gila atau semacamnya.





Kisah ini diambil dari sudut pandang Percy Jackson yang ceritanya dia itu lagi disuruh penerbit untuk menceritakan kisah-kisah dewa-dewi Yunani. Bab-bab awal dibuka dengan pembukaan, cerita soal dewa pertama di semesta bernama Chaos. Dari dia, muncullah Gaea sang Ibu Bumi lalu Ouranus, Tartarus dan lain-lain.

Setelah itu, satu bab berikutnya diisi para Titan yang sempat memimpin dunia. Aksi saling bunuh anggota keluarga pun terjadi dan akhirnya Zeus-lah yang menjadi Raja Semesta. Bab-bab selanjutnya baru Percy akan menceritakan semua dewa-dewi utama di Olympus.



Bahkan jauh sebelum buku Percy Jackson’s Greek Gods ditulis oleh Paman Rick *sotau banget*, aku telah lebih dulu mencari-cari seluk beluk mitologi Yunani lewat google. Aku membaca semuanya, menyimpannya dalam otakku dan men-copasnya ke dalam hati.

Aku hapal betul (secara garis besar) bagaimana awal mula semuanya terjadi, pada Ibu Bumi dan Ouranus. Bagaimana Kronos mencincang ayahnya dan mengambil alih kekuasaan ataupun tentang menelan para dewa.

sumber: google


Namun di buku ini aku menemukan versi paling lengkap dan versi paling lucu. Dengan semua kejadian gila yang dilakukan makhluk-makhluk di mitologi Yunani, Paman Rick bisa menyampaikannya lewat Percy menjadi suatu kisah yang mudah dicintai dan jauh dari kata ‘mengerikan-yang-terjadi-pada-kisahnya’.

Tidak peduli seberapa tidak masuk akal dan keanehannya, aku selalu bisa jatuh cinta pada kisahnya berkali-kali ketika membacanya. Apalagi versi yang ditulis di buku ini langsung dari pakar utamanya.

Rick Riordan selalu tahu bagaimana cara menyenangkan para pembacanya dan aku suka dengan gaya bahasanya. Segala humor-humornya adalah faktor paling tinggi kenapa aku bisa begitu mencintai tulisannya. Rick Riordan (bahkan ketika aku hanya baru membaca satu bukunya) telah kunobatkan menjadi satu-satunya penulis luar favoritku.



Omong-omong, aku ini adalah penggemar dewi Arthemis (bisa lihat, kan, nama blog ini?) tapi merupakan salah satu demigod cabin 3 bersama kakakku, Percy, meski dia nggak mengetahuinya. Satirku belum datang, dan aku keburu tua, jadi aku sengaja memakai medsos.

sumber: fanspage PJO


Sebenarnya aku ini lebih memfavoritkan Paman Hades ketimbang Poseidon. Di seri PJO dan HoO, Hades diceritakan bukan sebagai dewa yang menyenangkan seperti di PJGG ini, dunia kelamnya dan titel ‘Dewa Kematian’ mengusikku untuk menyukainya.

Dan setelah membaca PJGG, aku semakin jatuh cinta saja sama dewa paling kurang beruntung itu.

(meanwhile Uncle Rick be like)


Tapi di lain waktu, aku juga merasa mungkin sebenarnya aku ini anak Zeus. Bukan apa-apa, aku ini tidak lancar berenang (meskipun aku sangat suka laut) tetapi aku juga mengagungkan langit dan aku penyuka angin (bukan Aelous atau Boreas atau saudara-saudaranya, percayalah, ini semua karena Zeus!)

Dan di buku ini, jelas saja Zeus paling menghiburku karena paling sering muncul di setiap bab (maksudku, ayolah, dia itu raja langit! Semua dewa-dewi bersangkut paut dengannya). Namun, aku ternyata aku lebih suka kisah Hades dan Poseidon.

Hades itu, kalau dia manusia, pasti akan terlihat seperti pria ‘setia’ yang lucu. Dia mencintai Persephone sampai-sampai menculiknya tanpa tahu kalau itu adalah gagasan yang huruk (tahu siapa yang menyuruhnya begitu? Ya, ayah Persephone sendiri, si Zeus).

Bagaimana cara dia berusaha menyenangkan Persephone dengan kegelapan dunia bawahnya membuatku mencurahkan segala bentuk rasa simpatiku pada Hades. Dia pria lucu yang sangat lovable!

Lalu ada Poseidon, si Tengah. Aku suka saat posisi dia memang selalu setengah beruntung dan setengah-setengah yang lainnya. Adegan favoritku ketika dia berseteru dengan Athena untuk mendapatkan kota Athena. Kayak, yah, Percy bilang dia itu tidak sehebat Zeus tapi dia lebih baik dari Hades.

Aku juga suka ketika membahas soal istrinya, Amphitrite, dia adalah salah satu sosok cewek dengan sikap yang paling hebat, menurutku. Dan betapa beruntungnya Poseidon bisa mendapatkannya. Dia mau menikahi Poseidon hanya jika Poseidon tidak mengekangnya.

Mereka pasangan favoritku setelah Zeus dan Hera (tentunya favorit karena terlalu seringnya adegan selingkuh-balas dendam-selingkuh-balas dendam yang terjadi. Dan itu ngakak, tahu?)
Tapi sejujurnya, dari kedua belas kisah para dewa-dewi Olympia, sebenarnya adalah sosok Aphrodite yang ada di urutan pertama di hatiku.

Kenapa?

Kenapa tidak?

Dia membuatku hampir ngakak sepanjang waktu ketika membaca kisahnya. Sebelas-dua belas dengan kehidupan Zeus-Hera yang menggelikan. Ilustrasinya paling cantik, dan aku suka karakternya yang meledak-ledak seperti anak ABG. Cocok sekali dengannya.

sumber: fanspage PJO



Baru beberapa puluh menit yang lalu menyelesaikan buku Percy Jackson’s Greek Gods dan langsung menuliskan resensi ini dengan sedikit, um, sedih, dan.. sedikit menggila.



Pertama-tama, aku nggak mengaitkan ini dengan lomba tapi, aku benar-benar mencintai kisah Percy Jackson dan berterima kasih untuk semua ini.

Membaca buku ini adalah kesenangan lain buatku, pertama bahwa ini adalah tulisan Rick Riordan dan sedang sudut pandang Percy (yang membuatku kangen dia) dan kedua, kisah dewa-dewi di buku ini diceritakan dengan humor khas Rick dalam setiap buku-bukunya (sejauh ingatanku), membuatku sangat menikmati setiap halaman demi halaman buku ini.

Aku membaca buku ini dengan segenap perasaanku, jadi ketika membaca halaman pertama pun, rasa rindu langsung menyeruak, membuatku tidak bisa berhenti tersenyum sampai halaman terakhir. Di bagian penutup, rasa rindu itu makin menjadi-jadi karena aku merasa akan ditinggalkan lagi.

(Rick Riordan be like)



Untuk kekurangannya ketika membaca lewat aplikasi iJakarta, aku menemukan beberapa kalimat yang muncul lagi di halaman berikutnya (nggak tahu hapeku yang eror atau gimana). Tapi serius, pertama kalinya kenal aplikasi keren ini karena GreekGodsChallenge. Setelah ini aku pasti bakal ketagihan baca-baca novel di iJakarta. (Gretong pula). *Yang belum tahu iJak, cepet download!*
Dan untuk kelebihannya, aku bahkan nggak tahu harus pakai kalimat pujian yang mana lagi. Tulisan-tulisan Rick Riordan selalu sempurna di mataku.

Kisah ini sudah berakhir.. dan aku tidak tahu kapan lagi bisa membaca buku-buku karya Rick Riordan. Seolah-olah aku tidak ingin semuanya tamat begitu saja dan ingin terus membacanya tanpa henti.

(aku merasa ingin menangis sekarang)


Kalau seluruh jariku bisa kujadikan jempol, akan kuberikan semuanya kepada Rick Riordan yang mampu menghadirkan kisah-kisah mereka dengan cara yang unik dan menyenangkan hati. Ah, terima kasih untuk segala-galanya. Aku cinta kisah ini untuk sekarang dan selamanya. Aku bahkan akan beri rating seluruh bintang di galaksi dari seluruh bintang di galaksi yang ada.[]


Salam sayang untuk semua Demigod di seluruh dunia!

sumber: google

 - Dari demigod kabin 3^^

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)