IG: @arthms12 |
Judul: Kersik Luai
Penulis: LM Cendana
Editor: Nurti Lestari
Layouter: Harumi OL
Cover: LM Cendana
Penerbit: Histeria (2017)
Jumlah halaman: 508 hlm
Blurb:
Beberapa dekade selanjutnya. Tanah Air memasuki era dystopia
yang telah dikuasai golongan oligarkis. Seorang manusia buatan, Btari, yang
dinyatakan sebagai kloningan gagal hendak dibuang menuju plosok negeri untuk
dijadikan budak. Di tengah perjalanan, helikopter yang ditumpanginya ditembak
jatuh di Laut Jawa. Di pesisir pantai, ia ditemukan oleh seorang revolusioner,
Nagara, yang mengajarkannya banyak hal. Kemanusiaan, nasionalisme, dan cinta.
---
Seperti kata blurb, Btari (dibaca Bidari) adalah cewek hasil
rekayasa genetika yang hendak dibuang karena ada masalah dengan jantungnya. Di
Waluku, tempat para oligarkis berkuasa, memang diadakan pemeriksaan kesehatan
bagi setiap orang. Manusia normal kalau sakit cuma disuruh karantina aja terus
dipulangin, kalau manusia kloning, cacat sedikit harus dibuang. Menarik kan?
Btari ditemukan oleh Nagara, seorang revolusioner muda.
Selama tinggal di rumah Nagara, Btari banyak mendapatkan hal-hal yang tidak
diketahuinya sebagai orang borjuis yang tinggal di Waluku. Di novel ini, banyak
sekali bercerita tentang budaya Indonesia. Selama perjalanan mengenal jati diri
Indonesia bersama Nagara itulah, benih-benih cinta di hati Btari muncul untuk
laki-laki itu.
Ketika aksinya dalam gerakan revolusi terciduk oleh Presiden
Andromeda, pemimpin Waluku, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan Nagara
selain kabur. Btari, tentu saja mengikutinya. Selama pelarian itu, Btari
melihat langsung bagaimana kaum Oligarkis penduduk Waluku memperlakukan orang-orang
sebangsanya yang dianggap bodoh dan dijuluki proletar dengan semena-mena, jiwa
patriotisme Btari terbakar. Dia menyerukan demokrasi.
Pindah ke tempat lain, Btari akhirnya berhasil ditemukan
oleh Bima, demi memperbaiki jantungnya yang rusak. Hanya saja, ada harga yang
harus dibayar..
---
Kira-kiranya, aku kasih tau kalau resensi ini subjektif. Fantasi
lokal memang jarang ya, makanya ketika mendapat kesempatan buat baca novel ini,
aku seneng banget. Mulanya, aku memang nggak tau arti Kersik Luai, dan setelah
tau artinya, kok aku lebih suka bahasa Indonesianya ya. Tapi yang jelas, aku
baca buku ini karena blurbnya menjanjikan.
Gaya bahasa LM Cendana, aku sempet baca Klandestin sedikit
di wattpad, dan jujur memang gaya bahasa penulis yang satu ini oke punya.
Begitu pula saat aku memulai Kersik Luai, gaya bahasa penulis langsung
menyihirku masuk ke dunianya. Deskripsinya begitu mendetail, runut, dan
dijelaskan dengan santai.
Sayangnya ada sedikit masalah, aku kira font-nya terlalu kecil sementara spasi antar paragraf begitu
renggang dan pembatas scene satu
dengan yang lain terlalu besar. Itu aja sih.
Kedua, alur. Oke..sejak awal aku memang merasakan kalau
alurnya lambat, tapi entah kenapa aku tetap menikmati bukunya. Selain karena
interaksi Nagara dan Btari yang manis, aku suka cerita-cerita tentang sejarah
di Indonesia yang mana ada juga yang belum aku tau. Contohnya cerita tentang
Srikandi, lagu-lagu daerah, tarian dan sebagainya. Belum lagi karena narasinya
yang detail dan panjang, membuatku jadi paham betul tentang tujuan penulis yang
ingin mengenalkan budaya Indonesia.
Namun lama-lama, hal ini rupanya bermasalah buatku. Catat,
buatku. Aku tipe yang terlalu nggak sabaran. Aku membaca dan membaca sambil
bertanya-tanya, konflik utamanya mana? Memang sejak awal aku tau kalau Nagara
seorang revolusioner dan di sana, di Waluku, Presiden Andromeda juga disebut-sebut
tengah merencanakan sesuatu. Sayangnya, novel ini memakai sudut pandang orang
pertama Btari, yang mana dia nggak tahu menahu soal ketegangan ini.
Aku mulai gemas, ingin cepat-cepat masuk ke konflik utama
dan itu membuat alur lambat serta narasi yang panjang jadi melelahkan buatku.
Karena aku percaya juga kalau novel ini bakal menyajikan sesuatu yang
mengejutkan di akhir.
Tetapi aku harus bersabar karena justru novel ini masih
terasa adem-ayem bahkan ketika nasib Nagara tinggal satu langkah lagi. Memang
endingnya lumayan mencengangkan sampai-sampai aku pun sulit untuk tidak
bertepuk tangan. KEREN. Pada titik itu, novel ini sungguh kerennya bertambah
sepuluh kali lipat. Ditambah karena menuju akhir, tiba-tiba ada POV-1 Nagara.
Hanya saja, aku dibuat kecewa dengan eksekusi yang seperti
ini. Plot twist memang bagus, tapi
ternyata nggak ada lanjutannya. Aku kira setelah twist itu, bakal ada apa...gitu. Tapi nggak.
Novel ini seakan diakhiri begitu saja ((karena halamannya
udah kepanjangan woey)). Endingnya... gantung. Aku belum membaca dengan
jelas seperti apa gerakan revolusioner itu sendiri setelah ‘misi’ Nagara
selesai. Belum ada yang menang. Bahkan Presiden Andromeda disebutkan berkata
bahwa permainan baru saja dimulai.
Jadi..
Gini loh..
Well, aku memang
suka bagaimana amanat yang coba disampaikan penulis, menumbuhkan rasa
nasionalisme dalam diri kita. Aku mengakui memang ide ceritanya sangat sangat
luar biasa. Tapi buatku rasanya keterlaluan jika 500 halaman ini aku tidak
menemukan inti konfliknya. Setelah narasi panjang dan alur lambat yang sudah
kutempuh, aku ingin kejelasan di akhir cerita, itu aja sih.
((Denger-denger, novel ini bakal ada sekuelnya. Gatau juga
sih. Jadi mari kita nantikan))
Resensinya udah kepanjangan ya? Tapi aku belum cerita soal
Nagara, tokoh utama cowok yang bener-bener berhasil mencuri perhatian, belum
lagi karena sikapnya saat menghadapi Btari yang polos dan blak-blakan. Mereka
itu otp banget deh! Sayangnya kurang
aksi, yeah, kurang aksi revolusinya kecuali pas ending WKWK.
Nah, mungkin segitu aja cuap-cuapku soal novel Kersik Luai. High recommended karena aku suka bahasan
di dalam novel ini yang penuh dengan kearifan lokal :D Tentunya bagi kalian
yang sabaran (gak kayak aku), aku jamin novel ini bener-bener sempurna:’)
Oh ya, novel ini juga banyakkkk qoute yang bertebaran lohhh;’) aku cuma nulis beberapa nih ya:
“Kamu mungkin belum mengenal kami. Kami semua lahir dari ketakutan, kelemahan, dan penindasan.” – Anjani (hlm 315)
“Manusia memang sering lupa di mana ia memulai dan berakhir. Memang benar yang dikatakan Bung Karno. Perjuangan melawan penjajah asing lebih mudah daripada melawan bangsa sendiri.” – hlm 486
Kami belajar dari Datura Arboera yang tidak pernah mengeluh walau seumur hidupnya tak pernah mengenal langit. Ia tertunduk ramah memandang bumi meski dianugerahi keindahan tiada tara. Dan siapa sangka jikalau ia menyimpan racun mematikan di setiap jengkal tubuhnya yang tampak rapuh nan layu?” – Candrakanti (hlm 419)