Sabtu, 20 Mei 2017

[RESENSI] Other Half of Me by Elsa Puspita

“Selalu kamu, tempatku kembali.”







Judul: Other Half of Me
Penulis: Elsa Puspita
Penyunting: Dila Maretihaqsari
Perancang sampul: Musthofa Nur Wardoyo
Pemeriksa aksara: Septi Ws
Ilustrasi sampul: Boby Erianto
Penata aksara: Martin Buczer & Rio
Penerbit: Bentang Pustaka ( Desember 2016)
Jumlah halaman: 270 hlm

Blurb:

Arkha: Aku tidak tahu siapa orangtua kandungku. Tetapi, aku mengenal baik ayah angkatku. Terlepas dari apa pun kesalahannya di masa lalu, dia sosok terbaik yang hadir dalam hidupku. Papa adalah pusat gravitasiku. Aku menyayanginya, tanpa tapi. Satu hal yang paling kutakutkan: melihat Papa menjauh.

Bhaga: Aku pernah melakukan kesalahan besar. Yang ingin kulakukan sekarang hanya menebusnya, sepanjang sisa umurku. Belum pernah kualami cinta pada pandangan pertama, sampai aku melihatnya. Apa pun akan kulakukan untuk melindungi malaikat kecil itu. Dia adalah pusat semestaku. Aku mencintainya, tanpa syarat. Satu hal yang paling kuhindari: menyakitinya lagi.

Sayangnya, hubungan ayah-anak yang lebih seperti kakak beradik itu harus terusik ketika Bhaga memutuskan maju sebagai calon legislatif. Sebuah kabar mencengangkan tentang keduanya merebak melalui media massa. Sebuah rahasia dari masa lalu. Kabar yang mengancam kebersamaan mereka. Kabar yang sangat mungkin mewujudkan ketakutan terbesar Arkha dalam hidup ini: kehilangan Bhaga.





Well, baru sempet sekarang aktif lagi di bulan Mei... kali ini aku mau bahas sebuah novel yang berkisah tentang keluarga. Yap, novel ini adalah novel non-romance pertama yang aku koleksi wkwk. Dan ini juga merupakan novel hadiah dari giveaway-nya Kak Pauline Desty atas kepindahannya ke rumah baru (destybacabuku.com)

Seperti pada blurb, novel ini bercerita tentang Arkha, seorang pemuda 19 tahun yang tinggal hanya berdua bersama ayah angkatnya, Bhaga. Sejujurnya, sejak bab pertama pun, aku sudah tahu apa yang terjadi di antara mereka berdua XD buku ini terlalu mudah ditebak, sekalinya aku memikirkan sesuatu untuk menebak salah satu scene, justru aku salah besar karena tebakanku meleset terlalu ‘jauh’.

Bab pertama dibuka dengan scene latihan parkour-nya Arkha, (seni gerak; aktivitas yang bertujuan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan efisien dan secepat-cepatnya, menggunakan prinsip kemampuan badan manusia –wikipedia). Sejujurnya lagi, aku nggak ngerti sama sekali tentang penjelasan parkour dalam novel ini, makanya aku searching dulu sebelum nulis review XD entah aku yang kurang fokus, atau memang minim penjelasan secara langsung oleh penulis dan lebih memfokuskan di penjelasan secara tidak langsung (posisi/gerakan yang dilakukan Arkha).

Diceritakan kalau Arkha ini mengalami cedera lutut karena kecelakaan saat balap liar, Bhaga menghukumnya dengan menyuruhnya ikut Parkour kalau tidak mau motornya disita. Waw, badboy lagi nih. Ditambah, Arkha juga dicap sebagai playboy. Ckck.

Di awal-awal bab, aku tidak merasa Arkha ini berumur sembilan belas ya. Lebih mirip anak SMA kebanyakan, atau memang anak cowok 19th juga sekekanakan itu, entahlah, temenku sih nggak.
Berhubung ini adalah novel genre keluarga yang (setidaknya aku ingat) pernah kubaca, aku suka karena novel ini mengangkat sudut pandang seorang cowok bersama ayahnya. Terutama ayah. Novel ini bikin aku kangen Papa! Kangeeen berat!

Sudut pandang yang diambil memang orang ketiga, tapi keseluruhan hampir didominasi oleh sudut pandang Arkha. Aku heran aja, kenapa harus POV 3? Kenapa nggak POV 1 kalau memang semuanya membahas dari sisi Arkha? Memang ada beberapa detail yang dilepas dari sisi Arkha, tapi itu minim, sisanya Arkha semua.

Sebelum memasuki konflik, aku dibuat kebosanan, apa ya, mungkin karena hampir dua halaman full hanya mencerikana Arkha masuk ke kamar mandi, mandi, bosen, makan, main skateboard sendirian. Hh. Bikin narik napas deh XD alurnya terasa lambat dan aku sama sekali nggaaaak butuh penjelasan soal Arkha yang kebosanan sepanjang itu.

Satu-satunya penyelamat dari bab-bab awal adalah flashback dari masa lalu Bhaga dan Dewita, mantan pacarnya yang waktu itu masih SMA. Jujur, aku agak jijik dengan konflik hamil duluan begini. Apalagi ceritanya Dewita masih sekolah. Jadi kasian sama orang-orang yang pacaran, setan mengikuti di belakang. Hati-hati, meskipun ini cuma cerita, tapi banyak kejadiannya.

Tapi konflik masa lalu itu lebih syarat emosi daripada kegiatan Arkha sehari-hari. Aku bahkan jadi malah nungguin bab flashback itu daripada Arkhanya XD

Memasuki konflik, aku mulai membayangkan sesuatu yang menarik. Blurbnya berkata bahwa ini ada berbau politik gitu. Wew, macam drama korea nih, akhirnya novel teenlit lokal ada berat-beratnya dikit, but i was wrong. Emh, nggak ada rasa politik sama sekali XD

Tapi aku cukup menikmatinya dan konfliknya oke, aku suka cara penulis mendeskripsikan perasaan Arkha dan Bhaga terhadap satu sama lain. Feel antara ayah-anak ini bikin baper, seperti yang udah kubilang, bikin kangen Papa. Soundtrack-ku waktu baca novel ini adalah lagu berjudul Father dari BtoB.

Jadi karena Bhaga memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, sosok dirinya makin banyak dimuat di majalah-majalah karena dia juga adalah seorang pengusaha muda (lajang 39th, hot papa banget gitu ya). Namun justru, keputusan itu membuat pers mulai mengusik kehidupan pribadinya, dalam hal ini Arkha, anak angkatnya.

Ketika blurb mengatakan kata ‘terusik’ percayalah, konfliknya itu hanya benar-benar ‘mengusik’. Aku bahkan melongo ketika penyelesaian konfliknya yang se-der-ha-na-se-ka-li (ini soal politik itu ya) di sisi lain, ayahnya Bhaga yang merupakan Presdir #hala #berasadrakor nggak pernah suka sama Arkha karena baginya, Arkha hanylah penghalang Bhaga dalam meraih kehidupan normalnya (menikah dan punya anak kandung yang sah sebagai ahli waris) hm.. cukup menarik kan?

Dan konflik inilah yang paling ngena daripada politiknya (yang aku harapkan akan jadi konflik utama). Pers mulai mengganggu Arkha dengan artikel-artikelnya. Luka lama kembali muncul, namun kebanyakan yang diceritakan dalam novel ini hanyalah keseharian Arkha setelah konflik itu terjadi.
Di sisi lain, ada juga secuil romance dan komedi, hanya saja itu terjadi ketika Arkha berada di tempat parkour, menggoda Anika, asisten pelatih parkour atau Bas, pelatih parkournya. Arkha ini punya sisi humoris yang dijamin, kalau bukan genre family, anak-anak remaja zaman sekarang bakal kelepek-kelepek. Terbukti, Arkha gombal dikit aja, aku senyam-senyum sendiri wkwk.

Oke kayaknya nggak bakal panjang-panjang juga (padahal udah panjang) untuk gaya bahasanya aku sih no comment, mengalir dan ringan, gampang diikuti dan dicerna. Konfliknya datar, konflik batinnya bikin jleb abis. Karakternya, dominan Arkha *cry* so, aku cuma tertarik sama karakter dia. Kerasa banget ketika kita banyak masalah tapi mencoba nutupin itu dengan topeng senyum, perubahan emosi Arkha yang disengaja membuatku merasa dia mirip aku haha. Yang lain, okelah. Bhaga ayahable. Dewita gamparable.

Untuk endingnya. The ending :”

Berhasil bikin aku nangis! Sebenarnya konflik keluarga itu paling bisa membuatku tersentuh, sumpah, daripada konflik cinta gaje anak SMA. Jadilah aku mengakhiri novel ini dengan berlinangan air mata. Bagaimana kakek Arkha (ayah Bhaga) menawarkan solusi untuk menyelesaikan konflik, yang sebenarnya nggak selesai. Hanya sekadar menghindar, dan ini bikin aku sakit hati banget, banget, banget.

Aku nggak puas dengan endingnya, karena bagiku ini termasuk gantung. Meskipun hubungan keduanya kembali adem, tapi aku nggak terima! Hiks.

(lupakan kebaperanku) meskipun aku nggak puas dengan endingnya, tapi aku suka dengan endingnya. Haha. Karena kalau endingnya nggak bikin aku nangis kejer, aku pasti bakal dengan mudah menutup buku ini dan menyimpan kembali ke rak dengan perasaan tenang.

Justru karena endingnya yang nyesek ini, (nggak sad ending, serius, tapi nyesek) novel ini punya kesan tersendiri bagiku. And I feel warm. Lovely story. Recommended banget buat kalian anak cowok yang doyan baca, yang jauh dari papa bisa jadi kangen dan pengin deket-deket papa, buat kalian semua yang menginginkan pelajaran dari sebuah keluarga dan tentunya, soal pacaran. Mending contoh Arkha, elegan meski nyebelin.

Overall, 3.5 bintang untuk Other Half of Me ^_^

Qoutes:

“Yang tersisa sekarang hanya takut, lelah, ingin pergi dari semua kekacauan sial ini.” – hlm 11

“Banyak hal yang lebih penting buat dikerjain selain masalah pacar, El. Jangan sia-siain hidup cuma buat ngurus cinta-cintaan nggak jelas gitu.” – Arkha (hlm 98)

“Malaikat curang ya. Omongan jelek, cepet banget dicatet, terus jadi kenyataan. Omongan baik kadang dicuekin aja, nggak pakai dicatet, apalagi jadi kenyataan.” – hlm 99

(tolong bijak ya soal qoute itu, aku suka, tapi semua tetap harus disikapi dengan baik ya. Haha)

“Tahu gimana aku pas Papa tiba-tiba ngilang? Kayak lagi gelantungan di ranting pohon, terus rantingnya patah. Aku terjun bebas, Pap. Nggak ada yang pegangin lagi.” – Arkha (hlm 140)

“Semua sah dalam cinta dan perang. Ini perang, My Boy.” – Papa (hlm 255)


[RESENSI] Autumn Kiss by Christina Juzwar

“Sebuah ciuman bisa memutarbalikkan semua keadaan. Cinta menjadi benci, dan benci menjadi cinta…”






Judul: Autumn Kiss
Penulis: Christina Juzwar
Editor: Eka Pudjawati
Desain Cover: Marcel A.W.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017)
Jumlah halaman: 288 hlm.


Blurb:

Kabar duka datang menghampiri Bianca. Sahabatnya, Zie, meninggal dunia. Kenyataan itu membuat Bianca harus terbang ke New Zealand. Tetapi, bukan hanya duka yang harus Bianca hadapi. Dia dihadapkan pada fakta bahwa dia kembali bertemu Levy Welsh, mantan suaminya.

Tentu saja Bianca tidak bisa menghindar. Masa lalunya bersama Levy cukup buruk.

Tapi sebuah ciuman yang tak disengaja mengubah keteguhan hati dan meluluhkan benteng tinggi yang telah dibangun Bianca. Hatinya semakin bimbang ketika dia mengetahui perasaan Levy kepadanya masih sama.

Namun, bagaimana Bianca bisa memutuskan ketika di Jakarta ada Ian, kekasih barunya, yang sedang menunggu dia kembali?




My first Amore and honestly, I’m shock! WKWK.

Sudah jelas kan cerita ini mengarah kemana? Kedatangan penuh duka Bianca ke New Zealand bukan cuma untuk menemui Zie untuk yang terakhir kali, di sana dia juga harus berhadapan dengan Levy, mantan suaminya yang ternyata sudah ‘berubah’ dari kejadian masa lalu dan masih menyimpan perasaan yang sama kepada Bianca, sejak dulu. Mereka berciuman secara tidak sengaja dan BUM! Tembok Bianca runtuh, kegalauan pun terjadi. Levy benar-benar manis di hadapan Bianca dan itu membuatnya merasa mengkhianati  pacarnya yang menunggunya kembali di Jakarta, Ian. Siapa yang akan Bianca pilih? Ian atau Levy?

---

Awalnya, aku nggak begitu suka dengan alasan kenapa Bianca dan Levy bertemu, tema sedih yang menurutku nggak pas karena aku sendiri pun nggak tersentuh. Karena mungkin kurang permainan kata-kata yang bikin ‘jleb’.

Bab-bab awal aku dibuat agak bosan dengan penuturan kematian Zie. Levy yang terlalu datar dan Bianca yang tiba-tiba ketus terus. Aku tahu sih, Bianca seperti itu mungkin untuk menjaga hatinya sendiri agar pertahanannya yang sudah move on dari Levy nggak runtuh begitu aja, tapi menurutku agak..berlebih?

Mulai bab lima, konflik muncul, and I really really enjoyed it! HAHA. Aku nggak munafik kalau aku suka cara penulis menggambarkannya. Tapi rasa-rasanya.. seperti membaca cerita 18+ wattpad, meski yang ini tentunya lebih dikemas dengan ciamik. Suka!

Gaya bahasa dan penuturannya mengalir, enak dibaca dan ngena banget. Tipikal novel romance dewasa. Recommended banget bagi yang suka melodrama. Aku juga nggak menemukan konflik yang berarti karena sejauh 200an halaman dan tidak ada klimaks cerita, hanya disuguhkan bagaimana kedekatan kembali antara Levy dan Bianca, juga kebimbangan Bianca atas menentukan pilihan. Tapi its enough menurutku, lagian belum pernah baca Amore juga kan, mungkin memang tipenya seperti ini.

Tapi…aku menemukan ini:

“Kalau aku bisa bercerita bagaimana hubunganku dengan Levy dulu, mungkin bisa menjadi satu novel romantis namun tragis yang akan menguras emosi pembaca.” – hlm 184

(Kenapa aku jadi lebih tertarik dengan yang itu yaa! *prequel dong prequel* WKWK)
Oh ya, aku nangis ketika pembacaan eulogi untuk Zie. Terutama ketika kalimat ini:

“Aku sudah meninggalkan jejak di bumi selama 35 tahun. Mungkin buat Tuhan itu sudah cukup.” – hlm 93

Untuk kekurangannya dari penulisannya, aku memang menemukan 2 typo yang nggak apa-apa sih, tapi terdapat banyak sekali dua kata yang berhimpit tanpa ada spasi, dan itu lumayan mengganggu.

Aku kasih 3 contoh, aslinya banyak.






Lalu ada sedikit plot hole, mungkin cuma typo sih.
Jadi di rumah duka ada 6 orang; Lee (suami Zie) dan Grace, anak mereka. Ada sahabat lainnya: Nia dan Peter (pasutri) lalu ada Levy dan Bianca. Tapi di sini..

hlm 232 katanya Grace ada di meja makan bersama mereka. Tapi Nia menghilang…



hlm 239 ternyata Grace belum pulang dari rumah neneknya.. nahloh.



---

Menuju akhir, kejadian ketika Grace (anak dari Zie) menghilang membuatku cukup tertarik, mungkin ada kejutan? Dan cukup jika untuk dijadikan klimaks, penggambaran situasi yang ngefeel dan rasa khawatir yang nyata. Tapi aku kecewa karena Levy malah mengakhirinya dengan menyinggung romancenya. Hanya kurang pas, menurutku:(

Dan buat Ian!! Ya Lord, aku ini memang #TeamIan dan aku memang mengharapkan cerita ini sad-ending tapi kok rasa-rasanya kesel ya sama Ian? Semudah itukah dia menyerah? Atau dia udah nggak begitu cinta sama Bianca? Karena novel ini menggunakan sudut pandang Bianca, aku sama sekali nggak dapet tentang perasaannya Ian dan itu bikin aku kesel. HAHA.

Tapi di bagian-bagiaan ini justru emosiku teraduk-aduk. Bagaimana kebimbangan Bianca soal Levy dan Ian begitu mengena. Juga masa lalu bersama Zie yang bikin nangis. Kegalauan Bianca sangat terasa dan aku..baper. Huhu:(

Akhir yang manis, tapi terkesan sendu, seperti kovernya. And I like it very much:))

3 bintang untuk Autumn Kiss!

---

Fav-qoutes

“Terserah. Kamu boleh lihat, tapi jangan percaya.” – hlm 139

“Ini gila. Juga nekat. Tapi semua spontanitas memang melibatkan dua kata. Gila dan nekat.” – hlm 181

“Hidup itu seperti bumi yang berputar. Kita akan merasakan matahari, dan kita akan merasakan bulan.” – hlm 197

“Kami tahu kamu sedih dan kehilangan. Kami juga. Kami mengerti. Tapi jangan lari. Cari kami.” – hlm 264

Just follow your heart. Kamu mendengarnya samar, karena hati kamu masih berbisik. Tapi jawabannya sudah ada di hatimu.” – hlm 281
Dari Zie, bikin baper banget!!:

“Jangan egois, karena sekarang kamu tidur bersama di ranjang yang besar dan berbagi segalanya dengan orang lain. Untuk selamanya.” – hlm 218

p.s sampai sekarang aku nggak bisa membayangkan visual Levy, sejujurnya susah banget buat bayangin cowok ganteng tapi gondrong:(

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)