Tampilkan postingan dengan label Elex Media. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Elex Media. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 September 2022

Over(love)weight karya Desy Miladiana buat kamu yang insecure soal berat badan! (sebuah resensi)

 

source: google


Judul: Over(love)weight

Karya: Desy Miladiana

Penerbit: Elex Media Komputindo (2021)

Jumlah halaman: 282 hlm.

Baca via: Gramedia Digital

 

Hola! Setelah dua bulan hiatus bikin resensi, akhirnya aku balik lagi! Kali ini aku baru aja beres baca novel Over(love)weight (yang selanjutnya akan kusingkat OLW aja ya) karya Kak Desy. Ciatt so akrab. Ini kedua kalinya aku baca novel beliau, yang pertama itu novel Val(l) for Mars kerjasama dengan penulisnya sendiri.

Jujur aku cukup suka Vall for Mars, drama abis tapi setidaknya plotnya cukup menarik lah ya buat diikutin haha. Yang kepo boleh baca minireview-ku di sini.

Nah, OLW bercerita tentang childhood friends/bestfriends to lovers sekaligus friendzone antara Desya dan Deon. Desya yang kelebihan berat badan dan kelebihan cinta buat Deon dan Deon yang gonta-ganti pacar mulu akhirnya sepakat buat dijodohin sama orangtua mereka karena usia mereka yang udah mau kepala tiga.

Yup, stereotip umur buat masa ideal menikah jadi bumbu utama di novel ini. Alasan klasik sih, tapi mau gimana lagi. Cuma itu satu-satunya jalan biar Desya punya kesempatan buat dapetin Deon.

Sambil pura-pura ‘ikutin aja deh kemauan ortu’ padahal dalem hati seneng, Desya berusaha stay cool mau dinikahin sama sahabatnya itu. Sementara Deon, si anak baik penurut juga iya-iya aja karena dia mikir Desya pasangan yang ideal meskipun nggak ada cinta.

Orang ketiga buat menyadarkan perasaan para pemeran utama jadi bumbu kedua di OLW. Again, classic but acceptable. Muncullah si mantan seksi bernama Bella yang bikin Deon galau lagi. Bukan cuma orang ketiga dari pihak Deon, gak mau kalah Desya juga punya kok orang ketiganya sendiri haha.

Mulai dari karakter-karakternya, aku lumayan suka penggambaran karakter mereka daripada karakter-karakter di novel sebelumnya (Vall for Mars) rasanya mereka lebih mudah dipahami lah.

Meskipun ya ada beberapa scene yang bikin gereget pengen gigit like would anyone at their thirties did something like this..? Of course yes, tapi aku gemes aja HAHA. Desya yang kekanak-kanakan dan Deon plin-plan dan nggak tegas mengomandoi alur novel ini. Jadi setiap tindakan yang mereka lakukan tuh buat aku nepok jidat.

Plot ceritanya sendiri nggak ada yang bisa dibilang istimewa lah ya, kecuali kenyataan bahwa tokoh utama perempuannya anti-mainstream. Kelebihan berat badan emang jadi hal yang bikin insecure banget buat para cewek. Dan di sini memang nggak ada wacana khusus tentang healthy lifestyle karena 100% temanya romance. And somehow, aku juga agak kecewa di bagian ini.

Tapi, ada satu hal yang mau aku garisbawahi di sini. Deon si anak baik jadi highlight sub-tema insecurity di OLW ini. Intinya, gals, masih banyak cowok kayak Deon kok di dunia ini, tapi tetep jangan terlena gitu aja mentang-mentang orang kayak Deon exists ya. Hewhew.

Selanjutnya kemistri. 6/10. I dont really get their chemistry tbh. Kurang sweet aja kalinya interaksinya karena si Deon flat (like he’s just trying to act nicely hiks) dan si Desya suka diem-diem, entah kenapa aku juga ngerasa meskipun udah ada scene romatisnya tapi tetep ga cukup buat ngebangun kemistri di antara mereka.

Label friendship-nya nggak mau ilang dari otakku :’D

And note about the kiss, it’s disgusting for me. Bukannya jadi nambahin kemistri, jujur itu malah buat aku ilfeel sama Deon. Deon is a nice person tho. Ada kelebihan, ada kekurangan haha. Aku ga akan tulis kebanyakan karena nanti spoiler.

Overall, ceritanya yang nggak page-turner ini aku selesain seminggu bahkan sempet dijeda. Gaya bahasanya masih enak dan luwes buat diikutin. Konflik dan karakterisasi aja yang bikin aku mandeg baca OLW. Aku kasih 2.5/5 buat OLW. It means it was okay! Lumayan menghibur dan tipis pula.

Again, this is personal opinion. Buat kalian yang sukaaaa banget tropes dan subtema yang udah aku sebutin di atas, what are you waiting for? Go grab the novel here!

(no quotes for today)

Don’t forget to click follow and/or submit your email for next updates! See you and have a great day!

 

Kamis, 12 Mei 2022

Progresnya Berapa Persen? by Soraya Nasution (resensi)




source: google



Judul: Progresnya Berapa Persen?

Penulis: Soraya Nasution

Penerbit: Elexmedia Komputindo (2019)

Jumlah halaman: 359 hlm.

Baca via: Gramedia Digital

 

Lagi, penasaran sama novel ini karena keracunan base di twitter haha. Seberapa kece sih si tokoh utama laki-laki di Progresnya Berapa Persen? sampe orang-orang banyak yang bucin?

Well, PBP? bertema office romance. Agak jarang sih baca tema ini, yang aku inget tuh pertama dan terakhir kali baca tema ini cuma Resign dan Ganjil-Genap punyanya Almira Bastari. Sekarang nyoba lagi dari penulis lain.

Ini pertama kalinya baca punya Soraya Nasution, kesan pertamanya, weh buseh, nyaris mirip sama Resign dari segi premisnya. Bos yang diem-diem naksir pegawainya. Si bos lempeng aja berasa lagi pdkt watados sementara si pegawai kebingungan sama tingkah si bos.

Meski premisnya mirip, tapi alur ceritanya tetep beda kok. Gue masih tetep penasaran sama sosok Dewangga si tokoh utama ini.

Secara garis besar, office romance ini termasuk yang slowburn dari sisi romance-nya. Di awal, yang banyak diceritain adalah keseharian para pegawai kantor di perusahaan. Meskipun gaya penulisannya enak buat diikutin, somehow gue ngerasa lagi masuk ke tongkrongan orang lain.

Banyak banget dialog sehari-hari, becanda, ngobrol biasa, yang kadang bikin gue mikir ini penting gak sih dimasukin ke novel. Karena gue mikirnya beberapa ada yang nggak perlu dan nggak ngaruh sama konfliknya sendiri.

Tapi karena konfliknya juga nggak terlalu keliatan, novel ini jadi kayak snack ringan yang bisa dibaca kalau lagi nggak ada kerjaan aja. Jadi gue mewajarkan aja deh banyak percakapan nggak penting.

Yang bikin gue suka sama novel ini adalah banyaknya kegiatan kantor yang dimasukin, detail soal pekerjaan konsultan bidang konstruksi. Meskipun gue nggak ngerti padahal udah ada catatan kaki tentang istilah-istilah teknik, tapi gue tetep aja suka baca novel yang membahas hal-hal baru buat gue. Anak teksip akan menyukai novel ini mungkin ya haha.

Lanjut soal karakter, di sini orangnya banyak, rame bener deh. Ada Pak Dewangga, April, Sheila, Kenzo, Naufal, Clinton, Adrinta, sama Ryan. Maap kalo ada yang kelewat. Untungnya, novel ini punya pov orang pertama April, jadi nggak terlalu pusing sama karakter-karakter lain.

Kalo mereka bilang mereka adalah circle yang paling bikin betah dan nyaman selama di kantor, gue sebagai pembaca yang ngintip obrolan dan keseharian mereka di kantor, mohon maaf untuk tidak setuju HAHA. Apa ya, menurut gue nggak ada yang menarik dari pertemanan mereka. biasa aja. Humornya juga gak banyak yang nyampe ke gue.

April sebagai tokoh utama pun menurut gue biasa aja. Nothing special. Lalu buat Pak Dewangga alias Pakde, menurut gue sama aja haha. Kalo bandingin sama Tigran sih, emang lebih creepy Tigran. Tapi entah kenapa gue nggak terlalu suka sama tipe-tipe kayak mereka, yang seolah-olah nggak mikirin posisi/perasaan partnernya dan tetep ngelancarin serangan pdkt.

Konfik baru dimulai saat Pakde mau deketin April, dan sekali lagi menurut gue alur konflik sampai ke penyelesaian nggak begitu menarik. Apalagi dengan ending yang udah kentara banget, makin bikin gue mikir nothing special with their relationship. No baper baper kayak yang orang lain bilang. Atau gue yang aneh aja kali y?

Overall, novel ini cocok dibaca bagi penggemar office romance yang asik, ringan, ngalir, dan nggak banyak drama. Nilai plus gue buat novel ini cuma terletak di kegiatan kantornya aja yang bikin gue punya insight baru. Sisanya, so-so lah. Not exciting alias biasa aja haha.

Gue baca ini cuma karna penasaran sama Pakde, turns out he’s flat. Tigran memang creepy, tapi karena tokoh ceweknya yang rempong dan abur-aburan, jadi Resign menurut gue lebih gereget. Nah PBP ini versi kalemnya lah.

Jadi, gue cuma ngasih 2.5 aja buat Progressnya Berapa Persen? Mungkin bakal baca karya Soraya Nasution yang lain kalau mungkin premisnya lebih menantang. Hehe. 

Mau koleksi novel ini? Jangan lupa beli yang ori! Klik link di sini!

Dont forget to click the follow button or submit your email below! See you on another review!

Minggu, 17 April 2022

Teenlit Campur Scifi di Dreamology by Lucy Keating (resensi)

Judul: Dreamology

Penulis: Lucy Keating

Alih Bahasa: Aline Tobing

Penerbit: Elex Media Komputindo (2018)

Jumlah halaman: 252 hlm

Baca via: Gramedia Digital

 

Pertama kali liat Dreamology versi originalnya, aku langsung jatuh cinta sama cover-nya. Dari situ aku mutusin kalau aku harus bacaaa novel ini. Harusss. Mana judulnya juga unik banget. Pasti ceritanya kece. Iya, dulu bener-bener cuma tertarik sama judul dan cover tanpa tau itu ceritanya tentang apa haha.

Cover yang bikin aku jatuh cinta itu kayak gini:


source: goodreads


Bertahun-tahun kemudian, waktu lagi main ke Gramedia, aku nggak sengaja nemu si kuning kecil ini.


source: goodreads


Wait, what? Dreamology? Dreamology yang cover orinya cakep itu? Dan ternyata bener, Dreamology udah diterjemahin ke bahasa Indonesia. Tapi kok nggak terlalu hype ya. Diem-diem bae.

Dan setelah 4 tahun terbit versi Indonesianya, aku baru punya kesempatan untuk baca Dreamology sekarang. Ekspektasiku tuh, judul unik, cover cewek banget, sinopsis oke, wow pasti ceritanya ringan dan cute gitu kan. Ditambah lagi jumlah halaman yang nggak sampe 300! Semanget banget buat baca.

Ketika buka novelnya di hp, jederrr, ternyata font-nya juga ikutan cute T_T [mnelan ludah] bisa nggak ya baca? Bisa sih kayaknya, cuma teenlit..kan?

So, Dreamology bercerita tentang Alice yang setiap hari memimpikan anak cowok bernama Max. Di mimpinya, yang udah berjalan tahunan, Alice dan Max sekarang pacaran. Mereka udah akrab dan deket banget di dunia mimpi.

Lalu tiba-tiba Alice harus pindah ke rumah peninggalan neneknya dan tentu aja harus masuk ke sekolah baru. Yang mengejutkan Alice, di sekolah barunya dia malah ketemu sama Max. Max asli. Nyata. Versi dunia. Versi real-nya.

Kalau di dunia mimpi Max itu hangat dan baik hati, Max asli ini lebih dingin dan cenderung jauhin Alice. Seakan belum puas bikin Alice kaget, ternyata Max juga selama ini mimpiin Alice. Mereka berbagi mimpi yang sama dan saling mengingat satu sama lain.

Kok bisa..?

Well, kesan pertamaku pas lagi baca ini, awalnya aku bener-bener semangat karena masih mikir ini premis yang lucu dan unik. Kebayang kisah klise ala wattpad gitu cuma dikemas dengan lebih rapi. Dont get me wrong, aku suka baca cerita klise yang imut asalkan rapi aja sih dan gaya penulisannya juga enak.

Tapi justru yang aku alami adalah aku malah bosan. Mataku capek baca font kecil ini. Ditambah lagi narasinya yang menurutku terlalu ‘maksa’ supaya jadi asik tapi jatohnya malah aku hilang fokus tiap baca narasinya.

Menurut aku terjemahannya udah rapi sih, jadi kemungkinan yang bikin aku turn-off emang gaya bahasa si penulisnya sendiri. Aku nyelesain buku ini cukup lama, karena ngantuk terus tiap baca, malah aku yang anti selingkuh sama buku lain, jadi tergoda untuk selingkuh haha.

Salah satu ekspektasi aku yang lain adalah, aku kira novel ini cuma novel remaja biasa dengan bumbu sedikit fantasi karena kedua tokoh utamanya saling mimpiin satu sama lain. Ternyata aku salah, Dreamology bercerita tentang sains modern. Bisa dibilang ini ngebahas fiksi sains.

Untuk sci-finya, aku mungkin nggak akan bahas terlalu banyak, karena aku sendiri nggak ngerti HAHA apaan sih ga jelas banget, mau nangis tiap ngebahas sainsnya. Nggak masuk di logikaku, entah karena faktor font kecil yang bikin males atau gaya bahasa yang bikin pusing.

Intinya, fenomena Alice dan Max bisa dapet mimpi itu adalah karena mereka pernah diterapi waktu kecil, bersamaan, di tempat yang sama. Alice mimpi buruk terus karena satu hal, makanya dia mulai ngejalanin terapi. Dari situlah mimpi mengenai Max muncul, bisa dibilang, mimpiin Max adalah choping mechanism-nya Alice dari traumanya. Begitupun sebaliknya.

Konflik di novel ini adalah saat Alice dan Max ternyata sadar kalau mereka nggak bisa terus mertahanin mimpi ini, juga karena ternyata fenomena ini bisa membahayakan mereka. Dari situlah keduanya, dibantu Sophie dan Oliver, berencana untuk menghapus mimpi-mimpi itu selamanya.

Selain gaya bahasa yang nggak enak dibaca, aku sendiri nggak gitu srek sama kedua tokoh utama di novel ini. Mereka cuma remaja sih, remaja biasa. Wajar masih suka bingung, naif, plin-plan, ngedepanin emosi daripada logika. Sayangnya karena terlalu biasa inilah, aku nggak nemuin bagusnya apa.

Karakter keduanya nggak ngena di perasaanku. Jadi aku bener-bener baca ini murni karena pengen tau aja endingnya. Musnah sudah impianku buat baca cerita yang imut-imut. Karena menurutku, cerita remaja mereka (di luar bahas sains) nggak imut sama sekali. Nggak bikin senyam-senyum. Nggak ikutan baper. Cuma dua kata sih: flat abiz. Aku cuma beberapa kali nyengir, nggak sampe lima kali, itupun cuma dua detik aja, yang bahkan aku udah lupa di scene apa haha. Parah banget gue.

Overall, mungkin ini murni karena berekspektasi ketinggian, nggak baca review orang lain dulu (soalnya takut jadi males baca), Dreamology wasnt my cup of tea. Capek, bosen, ngantuk, nggak ada yang spesial, bab mimpi bikin puyeng karena mimpi mereka kebanyakan sureal/abstrak, eksekusi yang biasa aja, font kecil punnn. Bah.

Akhirnya aku cuma bisa kasih 2 buat Dreamology karena ide/premisnya yang unik dan menjanjikan serta cover-nya yang lucu. Segitu aja kesan-kesanku buat novel ini. Aku bersyukur banget nggak beli fisiknya hahaha.

Dont forget to click follow button/submit your email below! See you on another review!

 

 

Sabtu, 12 Maret 2022

Satu Hal Terbaik dari Say Hi! Karya Inggrid Sonya (a review)

 

source: google


 

Judul: Say Hi!

Penulis: Inggrid Sonya

Penerbit: Elex Media Komputindo (2021-digital)

Jumlah halaman: 528 hlm

Baca via: Gramedia Digital

 

Seperti biasa, pembukaan dulu. Pertama kali gue baca karya Inggrid Sonya adalah Revered Back di Wattpad. Dulu, bener-bener sukaaaa banget sama ceritanya meskipun kalau dipikir-pikir lagi ceritanya drama abis tapi intense-nya yang bikin gue betah baca.

Lalu gue kenalan sama Nagra dan Aru, collab-nya Inggrid bareng penulis lain, dan sekarang gue udah lupa banget ceritanya tentang apa, maap gue pikun.

Setelah sekian lama, waktu lagi berselancar di Wattpad, gue nemu Say Hi! terus mikir, wih judulnya lucu. Pas baca blubrnya i was like: wow..this is definitely my type! Semenarik itu di mata gue. Waktu itu udah ada pengumuman mau terbit, gue yakinin diri sendiri mau baca fisiknya titik.

Setelah terbit, gue agak syok liat jumlah halamannya. Gue mulai ragu. Tapi ini tulisan Inggrid loh, yang Revered Back-nya bisa bikin gue kelemer-kelemer sendiri pas baca di sekolah! Oke, gue tetep mutusin buat jadiin ini wishlist gue.

Kebetulan sekarang gue lagi punya GD, akhirnya gue mutusin buat baca aja, beli fisiknya kalau gue bener-bener jatuh cinta aja deh sama bukunya. And you know what? I think I am grateful that i didn’t buy the book lol.

Bukan, bukan, bukan karena ceritanya nggak bagus. Ceritanya bagus banget, tapi ada beberapa hal yang bikin gue berenti tertarik ke novel ini.

Cerita ini berkisah tentang Ribby si itik buruk rupa yang sahabatan sama dua cowok ganteng idola sekolah bernama Pandu dan Ervan. Di tengah serangan ejekan dari seluruh murid di sekolah, Ribby udah lama ngerasa insecure karena penampilannya. Lalu, nggak sengaja dia nge-install aplikasi Say Hi! di mana kita bisa pacaran virtual secara anonim. Di sana, Ribby kenalan sama Robbi, stranger yang bisa diajak ngobrol apa pun termasuk ngehibur dan ngemotivasi Ribby untuk berubah.

Lalu ternyata, Robbi ini adalah cowok yang selama ini ada di dekat Ribby. Salah satu sahabatnya.

Gue suka banget sama gaya bercerita Inggrid. Tulisannya luwes dan enak dibaca. Apalagi nampilin sosok karakter utama yang nggak mainstream kayak tokoh-tokoh protagonist lain. Jujur suka banget sama penggambaran fisik Ribby.

Di awal-awal, gue masih excited banget buat baca novel ini. Meskipun menurut gue humornya agak garing hehe, jarang banget gue ketawa sepanjang buku. Gue degdegan pengen tau siapa Robbi, gue degdegan pengen tau gimana Ribby ngatasin insecurity-nya, ngatasin rasa mindernya, dan jadi lebih berani untuk merjuangin sabuk hitamnya di lomba, pokoknya cerita ini menarik banget!

Apalagi pas Ribby mulai merubah penampilannya karena mau lebih self-love, reaksi Pandu dan Ervan bener-bener keterlaluan dan itu sakitnya kerasa sampe ke sini:) Tapi untungnya ada Robbi yang siap ngehibur Ribby, walaupun tetep aja lelucon Robbi juga garing sih. Perasaan selera humor gue rendah dan receh abis tapi kenapa gue gabisa ketawa di sini aaaaa.

Jujur gue agak bingung untuk gimana nge-review buku ini. Yang jelas, gue mulai turn off setelah konflik pertama selesai. Ya, konflik pertama, alias ada yang kedua!! Dan yang gue suka dari buku ini tentu aja konflik antara ketiga sahabat itu dan identitas asli Robbi. Sialnya, gue gabisa ngomong banyak karena pasti spoiler, yang jelas ini PLOT TWIST ABISSSS gue si tukang nebak plot twist aja sampe kegocek trus kegocek lagi.

Udah tegang nih, tinggal antiklimaks, gue lagi suka dan semangat banget buat baca apa yang akan terjadi. Tapi guys, itu baru di halaman 300an, dan gue mikir... hah..200 halaman lagi nyeritain apa kalau sekarang identitas Robbi dan klimaks udah muncul? [menelan ludah]

Di situlah rasa ketertarikan gue mulai turun. Gue diajak masuk ke konflik kedua. Di konflik kedua ini, gue ngerasa ceritanya ganti jalur. Masih kereta keren yang sama, cuma pindah jalur. Bukan lagi berfokus ke Ribby maupun kedua temen cowoknya, melainkan ke Ipank, salah satu tokoh penting di Say Hi! Apalagi si Pandu, kayak cuma tempelan aja.

Di cerita konflik yang kedua ini, gue disuguhin tentang perjuangan untuk bangkit dari keterpurukan dan solidaritas. Gue nggak tau apakah gue boleh nyeritain konflik kedua ini tanpa bikin spoiler konflik pertama, yang jelas gue tau rasanya putus asa kayak Ipank dan pengen ngehindarin semua orang.

Anyway, Ipank adalah temen Pandu dan Ervan, temen Ribby juga di klub taekwondo. Ipank dan Ribby sama-sama berjuang untuk lomba.

I am not saying this second conflict was bad, i just didn’t sign up for this, honestly. I am sorry. Gue di sini, mutusin baca ini, untuk tau kisah Ribby dan dua sahabat cowoknya, bukan cerita ini. Jadi sebagus apa pun konflik kedua ini, gue nggak terlalu menikmatinya.

Gaya bahasa Inggrid yang tadinya ramah di otak gue, perlahan mulai berubah membosankan. Terlalu banyak narasi, terlalu banyak dialog nggak penting, humor yang masih gitu-gitu aja, ditambah lagi terlalu banyak kata-kata kasar. Gue bahkan sampe males baca scene di mana dikit-dikit ada rokok dan bahkan ada alkohol juga. I am actually fine with these kind of life style, but it irked me somehow. I didn’t know why.

Gue tadinya ngarepin konflik yang unyu dari sahabat yang diem-diem naksir sahabatnya. Tapi meskipun ekspektasi gue agak melenceng, gue tetep suka sama konflik 1.

Di konflik dua ini, gue juga sadar kalau gue nggak terlalu suka sama tokoh-tokohnya kecuali Ribby. Di awal Ervan sama Pandu yang meledak-ledak nggak jelas. Emosian banget ni anak dua. Ipank justru penyelamat yang bikin gue adem, makanya gue tim Ipank.

Tapi di konflik kedua inilah gue akhirnya lost interest juga sama Ipank, dia lebih meledak lagi ternyata. Trus gue mikir, yaelah ini anak-anak hobinya teriak-teriak ngegas mulu apa tdk lelah dik.. gue yang bacanya aja capek.

Besides konfliknya yang bikin gue lelah, satu hal yang perlu banget untuk dicatet dari novel ini, SAY HI! HAS GREAT CHARACTER DEVELOPMENTS! Sorry gue caplocks haha. Ribby, Ervan, dan Ipank adalah tiga karakter kuat yang nunjukin perubahan paling signifikan. Tapi gue paling suka bagiannya Ribby dan Ervan sih. Terutama Ervan yang bikin gemes hehe. Penasaran? Baca aja.

Sebenernya, konfliknya biasa, ringan, dan bagus buat nunjukin perkembangan karakter, tapi ya gitu, kepanjangan buset. Untuk konflik biasa dan mainstream gue kira nggak usah lah dibawain sepanjang ini, karena pada akhirnya ya udah tau endingnya bakal gimana.

Overall, takut kepanjangan dan udah ngga tau lagi harus ngetik apa karena takut spoiler, kadar cinta gue kebagi dua di buku ini. Gue suka banget 300 hlm awal yang menarik dan fresh menurut gue, tapi 200 halaman akhirnya draining energy banget. Gue suka karena ada antagonist yang nggak bisa dibenci dan plot twistnya yang bangke.

300 pages were such a masterpiece, 200 pages left wasn’t my cup of tea. Banyak banget hal yang bisa diambil dari novel ini di bagian characters development-nya. I wish I could give more than 4 stars at first but I should give it only 3.5 stars. It would be nice if the pages weren’t this long.

Apakah gue bakal berenti baca novel-novel Inggrid? Oh tentu tidak. Sayangnya gue agak gak tertarik untuk baca Wedding Converse apalagi Tujuh Hari Untuk Keshia yang katanya bombay itu. Definitely looking forward to another Inggrid’s masterpiece.

 

Dont forget to click follow button/submit your email below and see you!

 

 

Minggu, 08 Maret 2020

[RESENSI] Miss Wanda by Eriska Helmi




source: google


Judul: Miss Wanda
Penulis: Eriska Helmi
Penata letak: Syafitri
Desainer sampul: @Hayharits
Penerbit: Elex Media Komputindo (2019)
ISBN: 978-623-00-0615-19 (Digital)
Jumlah halaman: 326 hlm
Baca via: Gramedia Digital

Blurb: Menjadi seorang guru yang disenangi para murid serta tunangan pengusaha kaya dan tampan, nyaris membuat hidup Wanda sempurna. Namun mimpi buruk selalu datang tiba-tiba, mencuri segenap kebahagiaan yang dimiliki. Kecelakaan telah merenggut Bagas dari hidupnya, meninggalkan segenap kesedihan yang amat mendalam.

Ardhito sudah menaruh perhatian kepada Wanda sejak mereka bertemu pertama kali di sekolah. Namun dia mundur teratur sejak tahu bahwa Wanda milik Bagas, temannya. Ketika Bagas meninggal, dia memiliki celah untuk masuk ke hidup Wanda. Hanya sedikit, karena perempuan itu sama sekali tidak pernah melihat dirinya seperti cara orang-orang melihatnya, sebagai artis yang banyak dikagumi.

Apakah Wanda bisa bangkit dari keterpurukan dan menemukan kembali harapannya bersama Ardhito?

----

Woy sumpah blurbnya spoiler bat tapi ya mau gimana lagi, tadinya mau nulis blurb sendiri tapi kepikiran takut pada nyangka spoiler kalau aku bilang Bagasnya mati.

Oke, jadi, aku udah tertarik baca novel ini dari lamaaa, karena ceritanya tentang guru, kisah cintanya dan melibatkan murid juga. Asik nih. Wew. Tapi baru sempet baca Miss Wanda sekarang.





Kesan pertama, aku...nggak terlalu suka pemilihan nama Ardhito, jadi keingetan aktor enkacetehai. Mana tokohnya artis pula, halah.. bawaannya males aja nih kalau ada si Ardhito di novel ini, padahal dia tokoh utama ugh.

Kedua, sebenernya perasaanku buat novel ini setengah-setengah, aku bingung apa aku suka atau nggak sama novel ini. Karena konsepnya seteng-seteng, aku review-nya langsung dibagi dua aja yak.

Mulai dari hal-hal yang aku kurang suka dulu:

Pertama, nama Ardhito, hehehe.

Kedua, ide mematikan tokoh Bagas. Serius dah, Bagas muncul hampir(?) mau ke tengahnya, dan memang isinya tentang dia yang bagus-bagus doang wong mau dimatiin karakternya, cuma ya aku kurang srek aja, kenapa gak dari awal aja matinya..kalau dimatiinnya ditengah sebagai puncak konflik kayaknya gak pas aja gitu.

Ketiga, konsep instalove-nya Ardhito. Ini sih paling ganggu. Sejak pertama melihat? Seorang artis cakep terbiasa liat cewek-cewek cakep lain sesama artis bisa jatuh cinta sama guru biasa kayak Wanda? Seriously ..... ? Bukan maksud menghakimi kecantikan Wanda yang mungkin ulala, tapi jatohnya kayak fairytale banget deh disukai sama artis, mana jelas-jelas bidang pekerjaannya jauhhh, mana si artis sukanya at first sight gitu huhu. Jadi berasa baca fanfiction :’)

Keempat, banyak narasi yang gak perlu hehe menurutku yahhh, jujur aku banyak skip-skip karena udah bosen sama narasinya mau langsung tau aja gimana cerita mereka, terus si narasinya juga banyak ngegambarin pergerakan tokoh yang bikin capek aja gitu bayanginnya. Ini pendapat pribadi yah!!

Segitu hal-hal yang aku kurang suka. Sekarang bagian yang aku sukanya:

Pertama adalah karakter Wanda, oke sebenernya seteng-seteng juga sih sama hal ini. Di awal aku suka sama dia, tegas, baik, guru idaman, terutama saat dia lagi ngehindarin banget si Ardhito yang annoying, sumpah can relate banget wkwk tapi setelah Bagas meninggal, aku ngerasa si Wanda ini jadi berubah ‘lembek’, perubahan sikapnya ke Ardhito juga nggak kuat, padahal dulu dijauhin mati-matian. Sama kayak instalove-nya si Dhito, perubahan sikap Wanda ke Ardhi juga gitu, tiba-tiba, ada sih alasannya, tapi menurutku gak kuat.

Kedua, blurbnya bohong! XD Ardhito mundur teratur? Pffftt. Kagak. Dia fakboi annoying banget menurutku hahaha tapi gegara reaksi Wanda yang cakep aku jadi demen nih cara gangguin si Ardhito. Bikin ikutan kesel, serasa aku yang digangguin wkwkw. Nilai kebaperan 7/10 buat bagian yang ini.

Ketiga, murid-murid tersayang, Ari, Mike dan Edel lumayan bikin aku bersemangat lanjutin baca. Terutama Ari. Dan humor di novel ini juga mayan lah 5/10.

Keempat, latar sekolah! Aku sukaa banget kebetulan juga aku mendadak banting stir dan bakal jadi calon guru magang tahun depan, sama-sama di bidang bahasa Inggris kayak Wanda hehe. Suka juga sama istilah-istilah kependidikan gitu heeee.

Udah sampai di situ aja. Jujur setelah Bagas meninggal dan giliran Ardhito beraksi tanpa rintangan (kecuali perasaan Wanda yang belom move-on) aku mulai kurang tertarik sama ceritanya, tau lah gimana akhirnya, tau juga gimana jurus-jurus si Ardhito, nggak bikin baper sama sekali 1/10 (angka satu buat ngelus kepala meskipun heran juga si Wanda mau mauan aja).

Overall, ceritanya biasa aja menurutku, yang berkesan pas awal-awalnya aja waktu masih ada Bagas. Kalau dikalkulasiin, tingkat kebaperannya 5/10 aja buatku. Jumlah hal yang disuka dan tidak disuka pun sama-sama ada 4. Yah, jadi aku cuma ngasih 2.5ó yang dibuletin jadi 3ó di goodreads buat novel ini. Recommended gak? Yah gak tau juga ya, nilaiku cuma setengah, silakan simpulkan sendiri tertarik apa nggak baca novel Miss Wanda. Hehe.

See you in the next review! Jangan lupa masukin e-mail kamu di bawah atau klik tombol follow kalau mau dapetin update review dari aku. Bye~



Sabtu, 29 Februari 2020

[RESENSI] Bukan Nikah Biasa by Maeta

source: goodreads


Judul: Bukan Nikah Biasa
Penulis: Maeta
Penyunting: Afrianty P. Pardede
Penata Letak: Divia Permatasari
Penerbit: Elex Media Komputindo (2020)
ISBN: 978-623-00-1318-8
Jumlah halaman: 260 hlm.
Baca via: Gramedia Digital

Blurb: Bagi Dishi, cinta tak pernah menjadi syarat penting dalam pernikahan. Itulah mengapa ketika Dimas menawarkan pernikahan, Dishi menerimanya dengan tangan terbuka. Dimas yang baik, humoris, juga tampan, membuat Dishi mengira akan lebih mudah jatuh cinta kepada lelaki itu. Nyatanya, cinta ataupun debar-debar istimewa itu tak pernah muncul.

Lonjakan hormon cinta Dishi justru bereaksi kepada Ditya, bos di kantor barunya. Dishi harus berjuang mengendalikan hatinya, terlebih ketika ia tahu rahasia terbesar Ditya. Dishi merasa bersalah. Pernikahannya, walaupun tidak didasari cinta, bukanlah pernikahan main-main. Sah di hadapan hukum dan agama.

Bagaimana Dishi membangun pertahanan anti-selingkuh untuk tetap setia kepada Dimas?

---

Jujur nih, aku senyam-senyum sendiri tauuuk ngetik blurb novel ini!! Nggak tau harus mulai dari mana tapi mungkin kalimat ini boleh juga; AKU SUKA NOVELNYA!

Bercerita tentang Dishi dan Dimas, teman sejak SMA, yang sama-sama udah diteror buat nikah, akhirnya mutusin buat nikah. Dua-duanya baik, dari keluarga baik-baik, cuma satu yang kurang; cinta. Dishi dan Dimas nggak saling mencintai, tapi meskipun gitu, rumah tangganya baik-baik aja. Mungkin juga efek udah kenal dari SMA gitu ya.....Masalah datang saat Dishi kerja di kantor barunya, dia ketemu cowok novelable bernama Ditya yang bikin euforia jatuh cinta dirasakannya lagi.





Nah, jujur lagi nih, kover BNB ini bukan tipe kover yang bakal menarikku buat baca bukunya...biru muda..terang, sepasang sepatu yang nggak serasi, kesannya kayak novel b aja dan kayak bercandaan buat ukuran le marriage-nya elex. Hmmm..pendapat pribadi doang sih ini. Tapi semua berubah begitu baca blurbnya T_T

Sumpah ya blurbnya bikin aku nggak mikir dua kali buat baca novel ini dari sekian banyak novel yang aku donlot setelah sehari aktif GD! Sekepo itu aku sama blurbnya! Tapi ternyata, isinya beda dari ekspektasi aku, aku kira bakal ada sesuatu yang wow antara Dishi dan Ditya, atau malah Dimas bakalan jadi korban yang bikin hati tercabik-cabik haha ternyata engga guys dan yang aku suka adalah..novel ini memang gak sesuai ekspektasiku awalnya tapi ternyata lebih dari ekspektasi aku!!

Dari halaman pertama sampai akhir, aku nggak pernah berhenti senyam-senyum karena tingkah Dimas. Cowok satu ini berhasil bikin aku betaaaaah banget baca novel ini. Sesuai sama yang tercantum di blurb, Dimas ini cowok baik, humoris, dan ganteng (meskipun ngga keliatan tapi kerasa wkwk).

Nyaris semua unsur yang ada di novel ini aku suka semuaanyaaa. Gaya bahasanya ringan, page turnerrrrr banget, nggak ngebosenin, gak banyak narasi, dialog banyak tapi nggak bikin bosen malah tiap ada dialog tuh ada aja yang bikin ngakak. SELERA HUMOR-nya nomor satu buatku...aku cocok banget! Karakternya OKE semua hahaha.

Konfliknya sederhana banget tapi nyampe point-nya. Pernah sekali aku baca novel yang melibatkan kegalauan tokoh-tokohnya sampe aku kesel sendiri (judulnya moon and her sky), nah di sini tuh hampir sama..Dishi, Dimas dan segala pikiran mereka yang saling awut-awutan tapi bedanya aku suka banget di sini, nggak bikin kesel apalagi pusing. Menurutku, tokoh Dishi dan Dimas ini loveable banget, meskipun mereka curiga sana sini galau sana sini, tapi hubungan mereka berdua di mana pun mereka berada tetep manis...aaaaa sukaaaa.....

Kukira Dishi ini bakal jadi tokoh yang nyebelin, apalagi semenjak ketemu Ditya, tapi sama kayak Dimas, aku sendiri heran sama tingkah ajaibnya Dishi. Apalagi Dimas, ini emaknya ngidam apa sampe lahirin karakter se-loveable dia sih???? Bikin mupeng taukkk pengen punya partner kayak Dimas! T_T

Dan...yang paling enak adalah nggak ada karakter antagonis, nggak ada drama-drama klise ngga jelas, nggak ada– aaaah udah nanti malah spoiler hahaha XD

Overall, novel ini highly recommended banget ya buat yang suka karakter Dimas seperti yang aku jabarin di atas, buat yang suka romcom sweet sweet-an ala Dimshi, dan tentunya buat yang suka novel sederhana tanpa konflik drama. Tapi sayangnya, aku kurang suka endingnya, menurutku masih banyak hal yang belum kelar tapi kayak tiba-tiba di-cut aja gitu huhu sedih banget. Ending inilah yang bikin aku gak kasih full stars dan cuma masuk ke shelf favorites-level-2 di akun goodreads-ku. Hehe.

Tambahan, novel ini ada nuansa islaminya gitu, aku dari dulu nggak terlalu suka sih kalau baca novel yang nyinggung ajaran agama tertentu (kalau dikit-dikit sih gapapa) dan di novel ini lumayan banyak, tapi anehnya aku nggak terganggu sama sekali, penulis pinter banget nyempilin sisi islaminya heheheh~

“Karena bagiku jauh lebih mudah mencintai apa yang kita miliki dibandingkan memiliki apa yang kita cintai.” – Dimas (hlm119)
“Maksudku, kalian emang seakrab itu? Aku pikir kalian cuma temenan biasa.”
“Emang sekarang kami lagi temenan luar biasa?” (hlm 203)
“Siapa bilang ungkapan cinta itu nggak penting? Lu tahu kagak Allah Maha-tahu, elu nggak bilang apa-apa aja Allah tahu. Tapi kita masih perlu mengungkapkan cinta kita ke Allah, lewat surat Al Fatihah setiap kita salat misalnya. Apalagi sama suami yang nggak maha-tahu. Kalau bukan bininya yang bilang cinta, lu mau cewek lain yang bilang cinta ke doi?” – hlm 245

Yang baca novel ini gegara resensiku, aku doain dapet cowok kayak Dimas yaa hehe (kalau dia tipe kalian sih). See you in the next review!


Sabtu, 21 Desember 2019

[RESENSI] Hectic, Hectic, Hat Trick by Sashi Kirana

source: google




Judul: Hectic, Hectic, Hat Trick
Penulis: Sashi Kirana
Editor: M. L. Anindya Larasati
Penerbit: Elexmedia (2019)
ISBN: 978-632-00-1094-1 (Digital)
Baca via: Gramedia Digital
Jumlah Halaman: 209 hlm.

Blurb: Safiya sedang dibuat bingung –blog pribadinya dibekukan oleh pihak sekolah. Tulisannya dianggap kontroversial dan dapat menjatuhkan nama baik Bina Cendekia yang termasuk salah satu sekolah unggulan. Jika Safiya tetap nekat menulis di blognya, ia mungkin dikeluarkan dari sekolah. Beruntung, seorang kakak kelas bernama Irgi datang menawarkan bantuan untuk berunding dengan kepala sekolah.

Tidak hanya itu, seorang teman sekolah bernama Varo terus-menerus mencoba mengajaknya bicara. Teman-temannya bilang Varo menyukainya, tetapi menurut Safiya hal itu mengganggu. Ia menerima bantuan Gavin, temannya sedari kecil.

Apakah Safiya berhasil memperjuangkan blognya dengan bantuan Irgi? Dan apakah Gavin berhasil membantunya mengatasi Varo ... atau malah membuat semuanya lebih runyam?

-----

Udah dari sejak lama kepo sama tulisannya Sashi Kirana, semenjak aku masih aktif di wattpad, soalnya dari blurb-blurb karyanya selalu menarik. Sempet mau baca OHHH tapi kejang duluan soalnya tebel banget gila teenlit doang huft, akhirnya bisa kenalan sama tulisan Sashi lewat novel tipis ini yeay!

Lagi-lagi blurbnya emang menjanjikan banget, tapi mengingat jumlah halamannya cuma 204 hlm, aku nggak mau berekspektasi tinggi. Dan syukurlah aku gak kecewa sih novelnya ternyata nggak se-wah blurbnya,

Bisa dibilang, novel ini bercerita tentang Safiya yang blognya dibekukan oleh sekolah dan Irgi yang mau ngebantu. Lalu, tentang Gavin dan Varo yang saingan buat dapetin hati Safiya. Dipisah? Iya dipisah, soalnya aku merasa dua kasus itu adalah hal yang keliatan jelas garis pembatasnya.

Aku suka ide ceritanya, tapi jujur bab pertama aku udah disuguhi karya pemikiran “kritis”-nya Safiya terus mikir; aduh ni novel keknya bakal berat bijak bla bla nih, tapi ternyata aku salah wkwk. Setelah mulai baca ini, cuma butuh beberapa jam doang buat nyelesain karena emang tipis dan ringan banget nget. Ceritanya juga sederhana, kayak yang aku bilang tadi, nggak se-wah blurbnya. Gaya bahasanya juga enak gak bikin ngantuk.

Malahan, aku merasa Safiya sebagai pemeran utama kurang porsinya. Justru Gavin sama Varo lebih banyak hahaha. Aku juga agak heran sih, perasaan si Safiya ini nggak ada istimewa-istimewanya, tapi kok bisa direbutin dua cowok huhu T_T

Sejujurnya nggak ada tokoh yang aku suka dari novel ini semuanya b aja. Aku malah agak kesel sama Safiya sih, nggak tau kenapa, jutek dan nggak peka, dijelasin sih dia gak peduli sama pacaran bla bla, tapi aku ngeliatnya seolah karakternya dijadiin pusat semesta, padahal dia gak se-oke itu, gitu. Malah aku ngerasa tulisan yang ditulis Safiya lebih kerasa nyinyirnya daripada kritisnya hehe IMO. Tapi, kabar baiknya, dia sendiri yang bilang di ending hati-hati saat menulis. Aku pikir dia sudah intropeksi diri hahaha.

Trus Gavin dan Varo (yang untungnya dua-duanya bukan badboy hahah) aku ngerasa kasian sama mereka jujur. Gak seru banget idupnya cuma ngejar-ngejar Safiya doang. Malah yang dikejar cuek bebek kaliannya yang susah sendiri. Heran dah wkwk. Aku berdoa semoga kalian menemukan kehidupan yang lebih bermanfaat.





Sejujurnya aku nyaris mabok karena tiap halaman bahasnya Safiyaaaa mulu. Sudut pandang siapa pun, yang dibahas cuma si Saf. Bahkan aku ngerasa banyak banget deskripsi perasaan mereka berdua buat Safiya. Gavin ngobrol sama temen-temennya bahasnya Safiya. Varo sama temennya bahas Safiya juga. Enek w sama si Safiya sumpah wkwkw

Terus, aku banyak skip skip narasinya karena rasanya diulang-ulang terus gitu terus, safiya lagi safiya lagi, how to make Safiya loves them back, bla bla, bla bla. Jujur aku tertarik sama idupnya Gavin soalnya sama kek aku, nggak punya tujuan haha tapi cuma sehalaman doang kali dibahasnya. Sad.
“Gue bukannya nggak suka, tapi ... gimana ya? Mungkin gue nggak nyaman karena gue nggak punya bayangan apa-apa tentang hidup gue ke depannya, sedangkan orang-orang udah kepikiran mau kuliah di mana, kerja jadi apa, dan sebagainya.” - Gavin
Belum sampe tingkat bucin sih, masih b aja. Dan, aku ngerasa kok momen Varo-Gavin lebih banyak sih ketimbang Varo-Safiya Gavin-Safiya sih?? Varo sama Gavin aja deh jadi bromance lucuk juga XD
“Kadang gue bingung, loh. Lo tuh, sukanya sama Safiya, tapi kayaknya lebih sering berinteraksi sama Gavin. Udah baikan ya, sekarang? Dia jadi sahabat baru lo?” – hlm 109
Terus, aku ngerasa progress mereka lambat banget. Kukira novel tipis gini mungkin bakal wus wus wus alurnya, ternyata nggak, cuma dua konflik yang udah kusebutin di awal doang. Penyelesaiannya pun ringkas dan sederhana.

Satu lagi unek-unekku buat novel ini; ceritanya bagus deh bener, tapi aku merasa kurang dapet feelnya. Jujur aku baca ini datar aja gitu, cengengesan nggak, ngakak nggak, senyam-senyum juga enggak. Cuma dua kali doang aku senyum pas baca novel 204 halaman ini; pertama di halaman 123 dan di halaman 180. Sumpah Varo ama Gavin jadi couple aja dah wkwk.

Overall, aku tadinya mau kasih 2,5 bintang aja soalnya nyaris b aja novelnya, TAPI KUSUKA endingnya hahaha sumpah deh satisfying banget endingnya! Nggak bisa ngubah perasaanku soal keseluruhan novelnya, tapi endingnya bener-bener penyelamat mood dan kukasih 3ó yeayyy!

Boleh lah dibaca kalau lagi senggang..nggak jamin bakal menghibur karena kutidak terhibur tapi selera beda-beda yah, siapa tau kalian terhibur :D


Jumat, 13 Desember 2019

[RESENSI] Moon and Her Sky by Kansa Airlangga

source: google


Judul: Moon and Her Sky
Penulis: Kansa Airlangga
Penata Letak: Marchya F
Ilustrasi dan Desainer Sampul: Kansa Airlangga
Penerbit: Elex Media (2019)
ISBN: 9786230010811 (Digital)
Jumlah halaman: 182 hlm.
Baca via: Gramedia Digital

Blurb: Mona bilang, namanya berarti bulan. Tugas bulan adalah menyinari langit malam, meski tidak secerah mentari. Dan, kata Angkasa, tempat ternyaman bagi bulan adalah langit. Mona percaya itu, dan dia ingin membuktikan, bahwa tempat ternyaman bagi bulan memanglah langit.

Namun, di sisi lain, ada Garda, yang setahu Angkasa, namanya berarti garuda. Mona menunggu Garda. Benar-benar menunggu dirinya sendiri dengan seantero kebohongannya. Sampai Angkasa akhirnya bilang, bahwa tidak akan pernah ada seekor garuda berlabuh di bulan.

----

Perhatian sebelumnya, resensi ini sangat amat subjektif, semua resensiku memang subjektif sih, tapi kali ini mau peringatin dulu, takutnya aku tanpa sadar ngetik kepedesan atau gimana, tapi gak maksud kok, suer.

Pertama-tama, big applause dulu buat kovernya yang sumpah demi apa pun ini cuteeeee abisssss. Eye-catching bangetttt, nemu ini di rilis terbaru GD dan langsung klik, pas liat halamannya cuma seuprit; tidak ada alasan lagi untukku untuk tidak donlot.

Aku tau nama penulisnya dari novel pertamanya yang boys do write love letters itu, cuma aku gak baca buku pertamanya hehe, dan cuma jadi tau kalau penulisnya adalah penulis wattpad. Okelah, aku gak mau ekspektasi banyak dari novel jebolan wattpad, mood aku waktu itu cuma lagi pengen baca novel cicintaan dan ringan.

Awal-awal baca novel ini, i thought that i’m gonna love this story. Gak cuma kovernya yang imut, ceritanya juga imut. Awal pertemuan Angkasa dan Mona imut deh, bikin aku senyam-senyum. Mereka lagi ujian, sekolah Angkasa nebeng di sekolah Mona. Mona kebagian ujian duluan dan liat kalau di mejanya ada contekan yang ditulis Angkasa kemaren. Lewat pesan kecil di meja dan kebalian serebu, mereka kenal.

Konfliknya, simpel bangettt. Trope cinta segitiga kali ya. Mona-Garda-Angkasa. Gak mau jelasin banyak, takutnya spoiler saking simpelnya hehe. Tanpa memandang ke-annoying-an karakternya, aku punya satu bintang buat konflik kiyowo ini, nggak berlebihan, khas teenlit gitu lah.

Yang membuat mood-ku ancur adalah karakternya. Sumpah gak ada satu pun karakter yang nyantol di hati. Semuanya annoyiiiiingggg huahhh. Hahaha. Mona ini ceritanya cuma cewek cakep(?) biasa, cakepnya masih tanda tanya soalnya kayaknya gak seheboh itu di-telling tapi gak mungkin gak cakep kalau Garda si artis aja sampe naksir kan. Yang bikin kesel, dia tuh labil bangetttt, oke ini juga khas remaja banget lah ya, labil biasa. Tapi menurutku jatohnya annoying buatku sendiri. Kayak...hari ini suka Angkasa, besoknya nangisin Garda. Kan apa banget.

Kedua, Angkasa. Badboy bukan, broken home bukan, mantap, tak kasih satu poin. Gayanya juga simpel, kek anak cowok pada umumnya. Masalahnya, dia sama linglungnya sama si Mona. Sehari perhatian banget, benih-benih cinta, besoknya mau-fokus-belajar-gak-tertarik-pacaran-udah-lo-sama-garda-aja. Heran hamba.

Masing-masing punya alasan, cuma si Mona aja yang alasannya gak nyangkut di aku. Alasan Angkasa masih dapet, tapi malah jadi membuatku berpikir ya allah apakah anda cowok apa bukan. Dan posisi karakternya sejak awal aku ngerasa kayak si Angkasa ini ceweknya, dan Mona cowoknya haha. Mona agak agresif juga sih memang XD





Dan satu hal lagi yang annoying adalah, mari melipir ke sudut kecil, tentang Shila sang Mantan Angkasa yang masih ngejar-ngejar dia tapi entah kenapa di-pair sama Aji, temen Angkasa. Si Shila ini porsinya nyaris dikit banget loh, tapi dia ngikutin dua tokoh utama yang labil, makanya nempel banget karakternya di otakku hahaha. Ga jelas banget dah si Shila ini.

Udah segitu aja unek-unek soal karakter. Aku nyaris DNF waktu baca ini tapi kagok gak sih, cuma 180an halaman. Untung konfliknya masih bisa dicerna, lanjut sj. Tapi endingnya membuatku bertekuk lutut bendera putih. Untung di ending, coba kalau di tengah-tengah....

Bagian Garda di ending justru kayak makin menonjolkan sisi labil si Mona huhu ga kuat T_T membuatku makin gak suka dia hahah. Dan memang meh banget sih bagian ini, kayak gak perlu aja gitu. Ceritanya udah ringan khas remaja kenapa mendadak suram gitu, gak match menurutku hehehe.

Overall, ini cuma pendapat pribadi kok. Terlepas dari tokohnya yang menurutku annoying, novel tipis ini cocok buat jadi cemilan saat senggang. Nggak sampe seharian dah bacanya, dua jam doang, lumayan juga nambah-nambah goodreads challenge ehe. Aku cuma kasih dua bintang aja buat kover kiyowo dan ide ceritanya yang menarik! Anw, aku suka filosofi bulan, langit dan garuda, cute ^_^




Jumat, 19 Oktober 2018

[RESENSI] Once and For All by Sarah Dessen

IG: @arthms12

Judul; Once and For All (Sekali untuk Selamanya)
Penulis: Sarah Dessen
Alih Bahasa: Mery Riansyah
Editor: Dion Rahman
Penata Letak: Divia Permatasari
Penerbit: Elex Media Komputindo (2018)
Jumlah halaman: 364 hlm
ISBN: 978-602-04-8000-8

Blurb:

Louna, putri perencana pernikahan terkenal Natalie Barrett, telah melihat setiap jenis pernikahan. Di pantai, di rumah mewah bersejarah, di hotel, dan klub mahal. Mungkin, itulah sebabnya dia memandang sinis sebuah akhir kisah bahagia selamanya, terutama sejak cinta pertamanya berakhir tragis.

Saat Louna bertemu dengan Ambrose Little, si –cowok-penuh-pesona dalam sebuah acara pernikahan, dia membentangkan jarak dengan cowok yang tidak mungkin masuk daftar kencannya tersebut.

Namun, Ambrose tidak berkecil hati atas penolakan Louna. Cowok itu selalu punya cara brilian yang juga menakjubkan untuk memenangkan hati gadis yang benar-benar diinginkannya.
Setelah kejadian pada malam di toko satu dolar, apakah Louna masih berpikir tidak ada akhir yang bahagia dalam kisah cintanya?

----

Kisah bermula saat Louna harus menenangkan calon pengantin yang mendadak gelisah. Deborah, namanya, bertanya apakah Louna percaya pada cinta sejati?
Tentu saja tidak. Tapi dia tidak menjawab.
“Semoga beruntung. Semoga kalian selalu punya jawaban untuk pertanyaan penting satu sama lain.” – hlm 9
Lalu pernikahan selanjutnya adalah pernikahan milik Eve Little. Di sana, dia terpaksa menyeret anak lelaki Eve Little yang desersi dari acara. Dialah Ambrose Little, sedang tebar pesona kepada seorang gadis.

Bermula dari sanalah, Ambrose merasakan benih cinta itu, yang tumbuh secara tiba-tiba untuk Louna. Tapi gadis itu, yang mempunyai kisah suram tentang cinta, menolak mengakui bahwa dirinya juga tertarik kepada Ambrose hanya karena lelaki itu senang berkencan dengan siapa saja dalam waktu yang singkat.

Pernikahan selanjutnya adalah Bee Little, kakak dari Ambrose. Demi membuat Bee tenang menghadapi pernikahannya yang juga diurusi oleh Natalie Barrett, Natalie membuat Ambrose bekerja padanya. Itu artinya, dia akan bekerja dengan Louna.

Jilly, teman Louna yang sangat berharap Louna bisa sembuh dari lukanya dan kembali membuka hati, tidak berhenti mengenalkan gadis itu ke beberapa cowok, namun tidak ada yang berjalan dengan lancar. Sampai akhirnya Ambrose mengejeknya, Louna balas mengejek, lalu berlanjut dengan taruhan.

Ambrose ditantang untuk berkencan dengan satu cewek saja selama 7 minggu sementara Louna harus banyak berkencan dengan cowok-cowok yang berbeda selama 7 minggu pula. Yang menang, bebas memilih siapa pun untuk jadi pacar selanjutnya bagi yang kalah. Siapa yang akan menang?

Kisah yang cukup unik buatku, bertemakan Wedding Planner, sedikit banyak memberiku pengetahuan soal bagaimana proses dari perencanaan pernikahan. Awalnya aku kira novel ini adalah novel dengan karakter tokoh dewasa, namun ternyata novel ini adalah novel remaja, young-adult lah!
Aku suka kovernya yang cantik, dan agak sedikit serius makanya aku pikir ini novel dewasa, tapi jujur aku lebih suka kover versi aslinya XD

Pertama kalinya membaca novel Sarah Dessen dan di halaman pertama aku langsung jatuh cinta sama novel ini. Dimulai dari pertanyaan yang membuat aku langsung mengenal Louna dan memahami posisinya. Gaya bahasa yang mengalir dan enak untuk diikuti, santai dan manis, terjemahannya pun enak.

Aku sempat berpikir juga novel ini akan penuh drama anak muda atau gaya hidup ala barat yang terkesan liar namun di sini aku tidak menemukan itu dan aku sukaaa. Memakai sudut pandang Louna yang merupakan anak baik-baik dan sibuk membantu ibunya menjadi wedding planner, aku suka setting ini.

Konfliknya bisa dibilang cukup sendu karena Louna kehilangan mantan pacarnya yang sempurna itu secara tragis dan itu memengaruhi sikap dan pandangannya saat ini. Dengan alur maju mundur, novel ini mengajakku kembali ke masa lalu di mana Louna masih berbahagia dengan Ethan sekaligus suram di masa sekarang.

Di situlah karakter Ambrose tepat berada pada tempatnya. Dia tertarik pada Louna dalam satu pandangan. Namun gadis itu banyak menolaknya. Ambrose adalah tipe cowok yang mudah penasaran dengan wanita, tapi Louna membuat segalanya menjadi dua kali lebih sulit bagi Ambrose.
Tingkahnya yang tidak tertebak, selalu tebar pesona dan penuh ide-ide jahil membuat karakter Ambrose menjadi lovable menurutku, dia iseng dan sarat akan kejutan, Ambrose bagai pelangi di kisah hidup Louna yang datar dan muram.

“Aku semacam mirip enigma. Misterius, sulit ditebak.” – Ambrose (hlm 80)
Aku suka bagaimana Ambrose memberi tantangan itu kepada Louna, yakin bahwa dia akan menang. Karena semua orang tahu, Jilly tahu, William (rekan kerja Natalie) pun tahu, kalau Ambrose memenangkan taruhan ini, dia akan membuat dirinya sendiri menjadi pacar Louna yang selanjutnya.

Louna, yang menurutku sedikit kurang peka ini tidak sadar bahwa dia selalu gagal mencoba berkencan dengan seorang cowok, namun selalu bisa mengatasi Ambrose seajaib apa pun tingkahnya.
Aku sangat suka interaksi keduanya yang menggemaskan. Ambrose selalu punya cara untuk ‘mengganggu’ Louna. Tapi satu hal yang Ambrose nggak tahu, yaitu masa lalu Louna dan Ethan.

“Aku tidak mau menghancurkan keyakinanmu, tapi hanya karena kau membuat banyak permohonan bukan berarti kesempatan itu dikabulkan akan semakin meningkat.” – Louna to Ambrose (hlm 241)
Louna adalah gadis yang murung sekaligus mudah untuk dicintai. Dalam narasi-narasinya, dia mengajak pembaca untuk berpikir bahwa dia baik-baik saja, dia hanya belum bisa menemukan cinta yang selanjutnya karena masih terbayang Ethan dan bagaimana hubungan mereka berakhir.
“Terkadang melupakan sama buruknya dengan mengingat.” – hlm 113
“Kita berhenti memercayai harapan ketika satu-satunya yang kau inginkan tidak terkabulkan.” – hlm 242
Well, aku suka kisah remaja ini, manissss dan sendu sekaligus, kemistri antara kedua tokoh yang kuat, feel cerita yang sangat dapet. Ceritanya yang heartwarming dan sekaligus membuat kita bakal percaya dengan yang namanya cinta sejati meskipun setiap cerita tidak harus happy ending.
“Kita tidak bisa mengukur cinta dari waktu yang dihabiskan bersama, tapi dari betapa bermaknanya momen-momen tersebut.” – hlm 118
p.s ada satu rasa penasaran soal Phone Lady yang mendadak bikin merinding di bagian akhir namun sayangnya nggak ada penjelasannya:’)

“Hidup membentuk seseorang dalam cara-cara yang unik. Tidak ada yang dapat benar-benar mengerti bagaimana masing-masing kejadian pada masa tahun lalu –berat dan ringan– telah mengasahku menjadi diriku sekarang, tajam di beberapa tempat, lebih kapalan dai tempat-tempat yang lain. Aku bukan monster. Belum.” – hlm 139
“Seluruh hal tentang jatuh cinta, sangat romantis, hal penting. Kapan kau mendapatkan itu?” – hlm 275
“Isn’t that the way everything begins? A night, a love, a once and for all.”[]

Rabu, 05 April 2017

[RESENSI] When Love Is Not Enough by Ika Vihara

“There’s only one possibility: win, draw, or lose.” – Franz Beckenbauer




Judul: When Love Is Not Enough
Penulis: Ika Vihara
Editor: Afrianty P. Pardede
Penerbit: Elex Media Komputindo (2017)
Jumlah halaman: 271 hlm


Blurb:

Awalnya, Lilja Henrietta Møller berpikir, menikah dengan sahabatnya, Linus Zainulin, dan tinggal bersamanya di Munchen, akan menjadi sebuah pernikahan yang sempurna. Tidak ada yang salah dengan pernikahan mereka. Karena Linus dan Lily bisa sama-sama melakukan apa yang mereka suka. Tapi semua tidak sesempurna angan-angan Lily. Karier Linus sebagai pembuat kereta cepat, yang semakin menanjak, ternyata malah menghancurkan gerbong kehidupan pernikahan mereka.

Lily kehilangan laki-laki yang dia cintai. Ayah dari anaknya. Suaminya. Yang lebih buruk lagi, dia kehilangan sahabatnya. Sosok yang sudah bersamanya sejak dia dilahirkan. Lily kembali ke Indonesia, mencoba membangun kembali hidupnya, tanpa Linus bersamanya.

**

Seri Le Mariage dari Elexmedia yang pertama aku punya ini hadiah dari Writing Challenge Bersama Kampus Fiksi dan penulisnya sendiri, di blogku. Buat yang penasaran, boleh cek curhatanku (true-story) yang kutulis untuk ikutan challenge pertamaku di sini.

When Love Is Not Enough bercerita tentang Lilja (sumpah ini aku nggak tahu cara bacanya) atau Lily dan Linus. Dua orang yang bersahabat dari kecil, dan akhirnya memutuskan untuk menikah.
Udah banyaaak banget kisah-kisah sahabat jadi cinta teenlit yang ujung-ujungnya nikah dan hidup bahagia selamanya. Konyol sih, tapi bisa aja terjadi, dan aku pun berpikiran hal yang sama. Kalau nikah sama sahabat sendiri, kita udah mengenal sifat baik dan buruk masing-masing kan? Lalu ada juga fact yang pernah kubaca kalau menikah sama sahabat sendiri itu bisa lebih bahagia/langgeng(?)

“Kata orang, kalau sahabat menjadi pasangan kita, makan kita mendapatkan persahabatan sekaligus cinta yang abadi.” – hlm lupa lagi.

Tapi semua nggak berjalan lancar untuk Lily dan Linus. Bahkan di bab pertama, aku udah dibuat sedih. Langsung, nggak pakai aba-aba. Itu juga yang membuatku cepet banget baca novel ini, karena aku nggak bisa berenti buat buka halaman selanjutnya.

She is not in a better place” adalah subjudul untuk bab pertama. Mereka berdua harus kehilangan Leyna, anak mereka yang baru berusia kurang dari enam bulan.

“Saat seorang suami ditinggal mati oleh istri, maka dia disebut duda. Istri yang ditinggal mati suami, dia disebut janda. Anak yang ditinggal mati ayah, dia dinamakan yatim. Dan anak yang ditinggal mati ibu, dia dinamakan piatu.
Bagaimana dengan seorang ayah atau seorang ibu yang ditinggal mati anaknya? Tidak ada nama untuk mereka. Mungkin orang tidak berpikir untuk memberikan sebutan bagi orang sepertinya dan Lily.”

Setelah itu semua, aku cukup kaget karena ternyata Lily menyalahkan Linus karena meninggalnya Leyna. Konflik itulah yang membuat Lily kehilangan suami sekaligus sahabatnya seperti yang dicantumkan di blurb.

Lily jadi kehilangan arah setelah Leyna pergi, dia selalu melamun dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan Linus di apartemen mereka di Jerman sampai akhirnya Lily minta cerai. Alasan kenapa Lily seperti itu adalah karena Linus tidak pernah menginginkan keberadaan Leyna. Bahkan Lily harus mengurus Leyna sendirian.

Setelah Lily pulang ke Indonesia, semuanya makin kacau di hidup Linus yang awalnya tetap mempertahankan pekerjaannya di Munchen. Keputusannya sudah bulat, Linus akan melepas kariernya yang cemerlang, demi merebut kembali Lily, membawanya pulang ke kehidupannya.

---

Ide konflik yang brilian, menurutku. Aku suka dengan cerita yang langsung masuk ke dalam konflik seperti ini. Awalnya, Lily setuju untuk menunda kehamilan karena Linus beralasan bahwa mereka masih belum mapan, Linus masih kuliah dan mereka butuh rumah yang lebih luas dan nyaman untuk membesarkan seorang anak. Tapi, lama-kelamaan Lily tidak sabar ingin segera mempunyai anak. Jadilah insiden ‘menjebak’ Linus agar Lily bisa hamil.

Linus yang terkejut dengan berita kehamilan Lily, malah emosi dan akhirnya membuat Lily sakit hati dengan kata-kata Linus yang tidak menginginkan anak itu.

Yah, cukup menguras hati. Kehidupan dan eksplor perasaan baik Lily ataupun Linus digambarkan dengan sangat-sangat baik. Di sini aku #TeamLinus karena aku tetap berpikir kalau Lily punya porsi yang lebih pantas untuk disalahkan. Tapi ketika diceritakan dari sudut pandang Lily yang membesarkan anak seorang diri dan betapa Linus nyebelin setengah mati (meskipun sama anak sendiri), aku juga ikutan kesel.

Novel ini bikin perasaan campur aduk. Aku nggak tahu harus dukung siapa atau menentukan yang mana yang salah atau benar, karena sesungguhnya hal itu terlalu abu-abu.
Jujur aku masih bisa dibilang ‘remaja ingusan’ kalau harus nyebutin pelajaran apa yang bisa didapatkan dari kisah ini. Tapi khusus untuk diriku sendiri, aku banyak dapet pelajaran yang berarti. Pentingnya komunikasi dan saling terbuka, salah satunya.


Peran keluarga besar Lily dan Linus juga  digambarkan sangat bagus, mereka mungkin sama seperti peran pembantu yang lainnya, tapi porsi mereka di sini sangat pas. Aku bukan tipe orang yang mudah dinasehati, tapi mendengar sosok orangtua yang menceramahi di novel ini, justru aku jadi terharu.

Setelah Linus menyusul Lily pulang ke Indonesia, di sini aku merasa bahwa Linus itu suamiable banget. Dia jelas tipe laki-laki yang diinginkan banyak gadis. Cerdas, tampan, karier yang bagus dan penyayang. Hanya satu kekurangannya, dia nggak mudah mengekspresikan perasaannya, khususnya ketika Leyna lahir.

Aku dibuat sedih sekaligus suka dengan sikap Linus yang berusaha memperbaiki hubungannya dengan Lily. Yang paling aku suka adalah ketika Linus mengorbankan kariernya dan memilih perusahaan biasa saja di Indonesia demi Lily.

“Cinta tidak selalu bisa menyelesaikan masalah. Iya kan?” – hlm 58

Lain lagi dengan Lily, aku dibuat kesal karena dia ini hatinya seperti batu. Yah, aku ngerti sih perasaan dia apalagi ketika dia benar-benar membutuhkan Linus untuk sama-sama merawat Leyna, tapi tetep aja, Linus udah ngeluarin kata-kata yang membuat terenyuh pun, Lily masih nggak mau membuka hatinya lagi.

Kadang suka kesel sama cewek yang terus ngasih kesempatan meskipun udah disakitin berkali-kali, tapi kesel juga sama cewek yang nggak ngasih kesempatan sedikit pun. Whyyyy?

Ya Lord. *Bang Linus, sini sama aku aja*

---

Salah satu yang paling aku suka dari novel ini adalah subjudul di setiap bab. Sumpah judulnya keren semua:( bikin penasaran sama isi bab itu. Bikin ‘nyes’ di hati juga. Gaya penulisaannya enak dibaca, dan nggak berat untuk ukuran novel dewasa ini. Mengalir dan mudah diikuti, serta mudah bikin baper. Ini serius, aku jatuh cinta sama setiap kalimat indah yang dirangkai Kak Ika Vihara.

Bahkan aku punya banyak stok quotable. WKWK.

Overall, sepanjang cerita aku dibuat terus-terusan terharu. Lily yang tiap kali teringat Linus dan kenangan mereka, tapi langsung sakit hati saat mengingat Leyna. Keseharian Lily yang bisa dibilang datar justru membuatku sedih, bukannya bosan. Lalu Linus yang.. perjuangannya bikin meleleh.

Novel ini memang dilabeli dewasa, dan memang benar, novel ini mendewasakan pembacanya. Memberi banyak nasihat tentang kehidupan pernikahan. Suka-duka melanjani rumah tangga. Konflik yang diciptakan malah membuatku ingin merasakan rasanya hidup berkeluarga. Hihi XD

---

Qoutable:

“Hidup satu rumah dengan laki-laki itu tidak mudah. Betul, kan?” – hlm 20

“Apa bedanya aku sama anak kos kalau tidurnya peluk guling?” – Linus (hlm 33) 

*sebagai anak kost, saya merasa tersindir XD*

“Masa kanak-kanak adalah masa-masa ketika lutut kita yang terluka, bukan hati kita. Masa-masa kita tidak sengaja mematahkan roda mobil-mobilan atau tangan boneka. Bukan mematahkan hati orang yang kita cintai.” – hlm 43

Sebenernya masih banyak, cuma males ngetik. Hoho.

---

Terakhir aku kasih 4 dari 5 bintang buat novel When Love Is Not Enough ini. Jujur aku sempet bingung harus gimana menjelaskan perasaanku soal novel ini, jadi hanya inilah yang bisa kutulis. Terlalu sulit untuk mengungkapkan kesan-kesan kisah Linus dan Lily dalam bentuk kata-kata.

Pahit, manis, nyesek, sedih, terharu, terenyuh.. apalagi yang bisa kutulis? Novel ini benar-benar membuatku campur aduk dalam mendeskripsikannya.

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)