source : goodreads |
Judul : The
Privileged Ones
Penulis :
Mutiarini
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama (2022)
Jumlah halaman :
248 hlm
Baca via :
Gramedia Digital
Agak degdegan
dikit nulisnya karna novel ini ratingnya bagus di Goodreads, bintang 4++
padahal di sini aku cuma bakal ngasih 3 bintang.
Udah jelas
sebagus apa kan novel ini? Dari premisnya yang tentang orang miskin vs orang
kaya. Isu privileged yang sering banget kita temuin di mana-mana...
Tapi baiklah,
biar aku ceritain dikit dari sudut pandangku sebagai pembaca yang statusnya ga
jauh jauh beda sama main character kita yaitu Rara.
Disclaimer: this will be gonna a very very
subjective opinion!
Novel ini
bercerita tentang Rara yang you know,
miskin, tapi pintar dan sangat ibu kita kartini sekali, berjuang buat jadi
perempuan yang berpendidikan. Nekat kuliah meski dilarang ortu kolot yang cuma
taunya cewek mah nikah aja gausah sekola. Di kampusnya ini ada orang kaya bernama
Diva yang mau apa pun tinggal jentikin jari kek punya jin voila langsung
terkabul.
Di mata kuliah
publisis, sang Dosen ngasih tugas ke mereka untuk buat channel YouTube yang
berkualitas karna belio dah eneg liat konten-konten sampah tapi banyak yang
minat.
Dan begitulah
persaingan antara Rara yang modalnya dikit vs Diva yang modalnya gacor untuk bikin
konten YT.
---
Sulit untuk ngga
spoiler tipis karna ini termasuk tema utama novelnya, tapi yup, selain tentang
privileged si miskin dan si kaya yang kontras, novel ini juga mengangkat isu
mental health. Bisa tebak lah ya kenapa tiba-tiba ada isu ini?? Kalo ga ya
syukurlah aku ngga spoiler amat.
Sebenernya nyaris
mau drop pas tau ada isu mental health dibahas, seriously, aku lagi ngga
berminat banget untuk baca novel motivasi dan baca cerita penderitaan orang
lain (meskipun fiksi), tapi aku tetep lanjut aja sekalian karena reading
challenge-ku udah ketinggalan jauh HAHA.
Sebelum kita
masuk ke main course (ketawa jahat),
aku sedikit terganggu dengan pemilihan POV di novel ini yaitu orang ketiga.
Tapi pada akhirnya seluruh novel ini hanya tentang Rara. Sampe scene-scene
tertentu aja masih dijabarin pake sudut pandang Rara meskipun novel ini POV
ke-3? Kek? Why?
“Rara juga
sepenuhnya yakin, Diva tak pernah perlu membonceng ojek seumur hidupnya.” - Hlm
sekian.
Sotoy.
Menurutku sih ya
enaknya pake POV orang pertama aja kalo mau judging
orang lain kayak gitu. Hehe.
Kalo secara gaya
bahasa, standard lah ya ok ok aja buatku. Bisa dipahami dengan baik dan jelas.
(jempol)
Alurnya maju, dan
seperti yang bisa ditebak dari novel motivasi ala Young-Adult, plot dikemas
sangat rapi, ngga melenceng, tapi bisa masukin berbagai isu-isu panas soal
mental health. Sepertinya poin ini yang banyak bikin orang-orang suka sama
novel ini.
Aku juga salut
sama plotnya yang cakep ini. Kemungkinan besar untuk orang-orang yang belum tau
pahitnya dunia (ciat) bakal nemu cerita-cerita sedih, perasaan-perasaan yang
mungkin bisa bikin mata hati terbuka, pandangan baru tentang orang lain, bahkan
mungkin bikin kita tau alasan-alasan kenapa seseorang bisa bersikap begitu di
dunia nyata.
Tapi buatku
pribadi, ini bukan pengalaman baru (bukan curhat). So, nothing is new for me. Alasan ini juga yang bikin aku ga bisa
terlalu larut dalam ceritanya. But still,
ceritanya BAGUS (jempol jempol) banyak juga hal-hal yang dialami Rara yang relate banget sama aku sampe aku ingin
menangis ingat diri sendiri (haha).
The biggest turn off, yang sebelumnya udah aku share di IG, adalah
karakter Rara itu sendiri.
Jujur, karna
terlalu sering muncul narasi Rara yang bandingin dirinya sendiri sama Diva, aku
jadi punya mindset isi pikiran dia selalu sinis. Sampe-sampe ada satu scene
yang nunjukin cewe cantik yang penampilannya stylish aja si Rara bisa-bisanya
bilang “Masalah mental apa yang mungkin dimiliki perempuan seperti ini?”
SUMPAH LO RA.
Meski
kenyataannya mungkin Rara nggak ngucapin itu secara sinis tapi aku yang bacanya
kek kesel banget??
Sorry MC, you got zero sympathy from me. The main
char is definitely, 100%, unlovable. Selain suka ngambil kesimpulan seenaknya dengan sifat bitter-nya, Rara juga insecure parah, iri dengki. Haduh.
Aku sadar tiap
orang yang mengalami apa yang Rara alami dan bahkan aku juga (or maybe everyone) pasti punya
waktu-waktu di mana dia ngerasa terpuruk dan bitter ke semua orang, iri dengki
ke orang lain, tapi i think it’s better
to keep those bitter thoughts alone. Jadinya jujur deh, baca sikap dan
sifat Rara yang ini bikin aku ga nyaman.
Aku tau karna ini
novel YA jadi MC sengaja dibuat kayak gitu lalu ada klimaks dan cahaya ilahi di
ujung jalan, tapi ya ga gini juga ...
It’s kinda tiring baca kelakuan si Rara dan isi pikirannya, tbh. Setidaknya aku butuh MC yang bisa
dicintai biar aku bisa terus penasaran dan pengen lanjut baca novelnya T_T Ya,
aku juga sadar dia ada bagusnya dikit, kek sayang keluarga, peduli orang lain,
gigih berusaha, tapi bagiku yang gitu doang bare
minimum hehe.
Satu lagi yang
bikin aku berada di puncak ketegangan rasa kesal ke Rara adalah ketika dia ada
masalah sama temen-temennya. That. That *peep*. I give up AAAA!!
Well, setelah ketegangan selesai dan cahaya ilahi muncul, hatiku juga ikutan
tenang. Eksekusinya cuakep. Kata-katanya dirangkai dengan bagus, anak smp juga
bisa paham (jempol). Kecuali bagian si Giri dan Rara di akhir got me WhAaAaT? A little turn off yang aneh dan salah tempat. Sisanya, BAGUS.
Yup, begitulah,
akhirnya aku cuma bisa kasih 3 bintang buat TPO. And the last, cuma mau bilang Diva
! Diva ! you do really deserve to be the privileged ones! Gara-gara POV 3
rasa POV 1 nih ceweku jadi kayak orang jahat.
Oh ya, buat yang suka baca novel penuh pesan moral, cerita tentang mental health yang dikemas dengan story telling, mau belajar banyak tentang pahitnya dunia, yes this book is for you!!
Segitu aja, bye.