Halo! Akhirnya di awal bulan Februari ini bisa mulai latihan review novel lagi. Bulan ini, novel yang berhasil aku selesaikan adalah Being Henry David karya Cal Armistead. Novel ini sebenarnya aku beli barengan sama The Girl On Paper, dan aku baca setelah TGOP selesai. Sayangnya, tidak seperti TGOP, ada hal-hal yang membuat aku menunda baca BHD dan baru selesai dua hari kemarin HE.
“Hal terakhir yang kuingat adalah ‘sekarang’.”
sumber: google |
Judul: Being Henry David
Penulis: Cal Armistead
Penerjemah: Dewi Sunarni
Penyunting: Novianita
Proofreader: Seplia
Layout Cover: @teguhra
Penerbit: Spring
Jumlah halaman: 279 hlm.
Blurb:
‘Hank’ tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku berjudul ‘Walden’ karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya.
Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya. Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?
Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?
dok.pribadi |
Yah! Jadi review kali ini, aku sedang mencari
Jujur, sejujur-jujurnya, aku ketipu sama buku ini. HAHA. Nggak juga sih, akunya aja yang rada o’on sepertinya WKWK.
Jadi, sebagai penggemar berat novel terjemahan, aku ngefans sama penerbit Spring, ikutin semua sosmednya (meskipun bukunya baru punya tiga HEHE). Dan waktu Spring baru nerbitin novel ini, aku udah jatuh cinta sama sinopsisnya. Ya, sinopsis, nggak kayak TGOP yang aku jatuh cinta duluan sama covernya, baru sinopsisnya.
Salah satu hal yang aku sukai dari novel terjemahan adalah, idenya yang unik, dan nggak pasaran, malah sinopsisnya bikin penasaran setengah mati. Kalau soal covernya, jujur aku nggak tertarik tapi setelah aku cari-cari info soal penulisnya dan novel ini, memang cover aslinya pun nggak jauh beda dari tema cover versi Indonesianya (dan memang sesuai dengan isinya).
Kenapa tadi aku bilang ketipu? Soalnya novel BHD bener-bener jauh dari ekspetasiku. Aku yang tadinya kebayang akan petualangan ‘Hank’ dan cara menantang yang bakal dia lalui untuk menemukan jati dirinya, atau teka-teki, dan masa lalunya yang twist.
Tapi o’onnya aku, aku lupa kalau genre novel ini bukanlah adventure/action or fantasy. Jadi harapanku menemukan kisah menakjubkan(versiku) pupuslah sudah. Itulah juga yang bikin aku sering tunda-tunda baca BHD dan seling sama novel yang lain.
Review
Seperti yang dituliskan di sinopsisnya, novel ini bercerita tentang ‘Hank’ –sebut saja begitu (kan dia nggak inget apa-apa ya) yang terbangun di Stasiun Penn dengan keadaan hilang ingatan dan hanya ada sebuah buku berjudul Walden karya Henry David dan uang sepuluh dolar.
Nah, di sini nih, aku gereget banget bahkan belum sampai konflik sesungguhnya udah senyam-senyum nggak jelas. Di stasiun Penn, dia ketemu gelandangan namanya Frankie, yang lucunya, dia makan se-galanya. Yap, dia makan apapun! #gereget
Sempat berantem dikit sama Frankie karena dia makan buku Walden, datanglah polisi yang melerai. Nah, diceritakan kalau Hank itu punya firasat dia nggak boleh berhubungan sama polisi (yang tambah bikin aku bertanya-tanya ada apa dengan masa lalu Hank, kayaknya dark-dark gimanaaa gitu).
Lalu ekspetasiku muncul: dia ketemu sama anak gelandangan lain yang sebaya, namanya Jack (nama samaran) dan Jack jugalah yang memberi nama Hank pada Hank karena Hank bilang namanya Henry.
“Henry,” ucap Jack bimbang, mencoba melafalkan. “Kau tidak terlihat seperti seorang Henry. Aku akan memanggilmu Hank.” Dan begitu saja, aku menjadi Hank.(hlm. 16)
#Ngakak
Novel ini punya sudut pandang orang pertama, yaitu Hank, kalau orang ketiga, ya nggak bisa dong jadi novel penuh rahasia di setiap halamannya WKWK #youdontsay
Lama-kelamaan, masih di bab-bab awal, faktor yang membuat aku kurang srek dan nggak nyaman baca novel ini adalah penulisannya. Terjemahannya memang begitu, atau emang kurang enak aja dibaca. Contohnya gini:
“Si Thoreau menulis buku ini pada pertengahan 1800-an, karena itu awalnya tulisan dia terasa sedikit aneh bagiku.” Hlm. 29
Dan ada beberapa lain yang mengangguku tapi lupa catet halamannya hee. Selain itu ada sedikit plot hole menurutku. Pengennya pap sih tapi ribet dan akunya males HE. Jadi di halaman 34 dijelaskan kalau Hank dan Jack berantem sama pemabuk dan pencandu bernama Simon.
“Dia berhasil melepaskan diri dari cekikan Jack, melemparkannya dari punggungnya, membuat Jack pingsan.” Hal. 34.
Oke, garis bawahi ‘Jack pingsan’.
Tapi di hal 35 aku menemukan: “Jack dan aku mundur dua langkah …”
Oke, beberapa baris aja Jack udah sadar lagi XD
Lalu ada lagi kalimat menganggu seperti: “dedaunan dan tanah dan pinus.” Aku nggak tau ya, mungkin novel aslinya emang begitu tapi menurutku kebanyakan kata hubung ‘dan’.
Selepas dari itu semua, selanjutnya aku sangat menikmati kisah Hank. Terutama ketika dia mulai mengenal sosok Thomas –seorang peneliti perpustakaan yang berperan banyak dalam membantu Hank menemukan siapa dirinya. Kalau Hank nggak ketemu Thomas, mungkin sekarang Hank lagi luntang-lantung di jalanan kayak Jack dan nggak ada ‘kebetulan-kebetulan’ menyenangkan dan menguntungkan untuk Hank :))
“Aku tidak bangga akan itu. aku dulu anak yang pemarah dan pemberontak. Aku masih pemberontak, tapi aku tahu cara menyalurkan energi itu.” – Thomas (hal.130)
~mauu dong caranya mauuu mas Thomas~~
“Perasaan tidak diinginkan siapa pun dan kau tidak diterima di mana pun bisa membuat seseorang sedikit gila.” – Thomas (Hal. 132)
Karena semua di sini tokoh remaja, apalagi Jack yang nggak bisa jadi panutan, Hank juga nggak menginspirasi karena hilang ingatan, Thomaslah yang membuat banyak perubahan pola pikir, dan memberikan banyak pesan moral di novel BHD. Menurutku si Mas Thomas ini adalah karakter penguatnya.
Jangan lupakan romance. Meskipun aku penikmat fantasi, tapi aku selalu mengharapkan ada romance yang sedikit banyak bikin baper HAHA. Setelah memutuskan untuk berpisah dengan Jack, Hank melakukan perjalanannya –Being Henry David– dan di kota Concord, dia bertemu gadis cantik yang membuat dirinya terpikat, namanya Hailey. Jujur, kisah asmara mereka nggak banyak bikin baper, tapi aku suka gimana cara remaja di sana menyikapi rasa cinta. Lucu, dan sederhana. Meskipun bukan itu intinya, Hailey hanya selingan dan sadly, in the ending, she’s disappear. How can you just –argh! *ngomel ke Cal*
***
Yeah, semakin ke akhir semakin spoiler karena memang sulit untuk mereview BHD secara keseluruhan, intinya lama-kelamaan Hank memang akan benar-benar menemukan petunjuk siapa dirinya karena novel Walden karya Henry David, meskipun sampai akhir, nggak dijelasin dari mana asalnya novel itu bisa ada bersama Hank di Stasiun Penn ataupun kalimat yang membuktikan bahwa Hank memang membawa buku itu bersamanya. Semua masih menjadi teka-teki~
Hingga akhirnya Hank menemukan masa lalunya, menemukan asal muasal ‘monster’ penghuni jiwanya, dan seriously, aku nggak tahan buat nggak nangis. Aku seolah merasakan apa yang Hank alami selama ini, perasaan terdalamnya. Jujur aku lebih menghargai baper tentang kehidupan dan suka-duka hidup di dunia daripada masalah cinta.
Meski cerita ini tidak seperti yang kuharapkan, tapi cerita ini mampu mengambil sudut simpatiku yang terdalam. Sumpah, novel ini kece banget. Plis, para remaja, jangan kecanduan tokoh fiktif pembuat bapermu, coba baca kisah Hank, meskipun dia bukan tipe cowok romantis bikin blushing dan senyam-senyum gak jelas, tapi jelas kisah Hank jelas lebih berfaedah HAHAHA :v
Aku nggak nyesel menginginkan buku ini, nggak nyesel lanjutin sampai akhir. Meskipun endingnya nggak bikin perasaanku ‘plong’ setelah badai-gelombang yang menerpa hidup Hank. Terlalu singkat, dan terlalu dipaksakan endingnya seperti itu. Tebakanku sih, (ngeliat babnya dikit banget cuma 18 dan ternyata ini novel pertama Cal) pasti ini ketentuan penerbitnya yang membatasi halaman. Jadi, Cal terpaksa membuat ending seperti itu. Hiks.
***
Banyak cuap-cuap, akhirnya sampai di ending reviewku. Ini semua daftar favorit quotesku. Sebelum benar-benar memantapkan diri belajar review, aku dari dulu selalu mencatat kalimat-kalimat yang membuatku baper, yang 11-12 sama keadaan hidup dan perasaanku lah #ea
“Mimpi-mimpi kenangan buruk adalah ketika aku melihat diriku sendiri menjadlani hari-hari sebagai ‘anak baik’, padahal dalam kenyataannya aku menahan diri sedemikian rupa hingga aku ingin menghancurkan perabotan dan melemparkan barang-barang ke tembok dan berteriak sampai pembuluh darah di kepalaku pecah. (cut spoiler). Dari luar, aku anak yang sempurna –seperti patung pualam yang sempurna, tenteram, dan tidak nyata. Di dalam, isinya ular-ular dan belatung-belatung dan pecahan kaca.” – hal 193
“Kau tahu, terkadang aku bertanya-tanya apakah dia terganggu karena sebenarnya dia tidak pernah tiba di puncak. Dia sudah begitu dekat, dan pada saat itu dia berpikir dia berhasil. Kukira itulah yang penting.” – hal 203
“Merenungkan masa depanku sama seperti mengintip ke dalam lubang hitam. Semua orang sudah harus merencakannya pada umur delapan belas tahun: daftar tujuan hidup, sebuah rencana hidup yang lengkap. Iya, benar. Aku takut untuk menceritakan ini kepada siapa pun, tapi aku tidak punya rencana. Aku bahkan tidak punya petunjuk.” – hal 207
“Aku tidak pernah menemukan teman yang begitu setia seperti kesendirian.” – hal 244
Makin akhir makin baper:
“Akhirnya, aku tak sanggup lagi menjalani hidupku, tak bisa mengatasi rasa bersalahku. Aku tahu aku harus lari atau akhirnya aku akan menggantung diri di garasi. Sesederhana itu.” – hal 265
“Ini akan menjadi akhir yang bersih bagi hidupku yang sia-sia. Cara yg baik untuk mati.” – hal 271
“Memilih hidup berarti menghadapi rasa sakit dan aku tidak cukup kuat. Kematian adalah akhir, pelarian pamungkas bagi kita yang berada dalam pelarian. Jadi inilah akhirnya: berpegang pada batu dan hidup. Atau melepaskan dan mati.” – hal 272
Kuingatkan sekali lagi, BHD cuma sampai halaman 279 loh, hal 272 aja ada kalimat kek begitu, jadi coba tebak…happy end or sad end?? Hihi :D
Terakhir, aku kasih 3.5 dari 5 bintang buat ‘Hank’ or DH. ♥
0 komentar:
Posting Komentar