Sabtu, 11 Juli 2020

[RESENSI] My Heart and Other Black Holes by Jasmine Warga


sumber: google
                                                   

Judul: My Heart and Other Black Holes (Hati yang Hampa)

Penulis: Jasmine Warga

Alih bahasa: Rosemary Kesauly

Editor: Mery Riansyah

Desain sampul: Rovliene Kalunsinge

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2018)

ISBN: 978-602-03-8271-5

Jumlah halaman: 326 hlm

Baca via: iPusnas


Blurb ala-ala: Aysel, remaja berusia 16 tahun yang menyukai fisika dan terobsesi untuk bunuh diri. Tapi dia tidak berani untuk bunuh diri sendirian, melalui situs Suicide Partners, dia menemukan kawan bunuh diri, seorang pebasket bernama Roman. Ketika kesepakatan bunuh diri mereka makin konkret, Aysel mulai mempertanyakan apakah ia benar-benar ingin melakukannya. Ia harus memilih antara ingin mati atau berusaha meyakinkan Roman untuk tetap bertahan hidup. Hanya saja, Roman tidak akan mudah diyakinkan.

----

Sebenernya, blurb aslinya agaknya udah menggambarkan keseluruhan alur, tapi agak mislead sedikit dari cerita aslinya. Tapi kita bahas itu nanti.

Alasan aku pengen baca ini? Aku suka tema suicide dan depresi haha. Apalagi kalimat awal blurb tuh beuhh, menantang sekali buat dibaca. Dari kombinasi judul dan kover pun novel ini udah menarik banget.

Awal-awal aku baca ini sempet aku dnf dulu sebentar, alasannya, aku langsung disuguhi banyak deskripsi dan detail, jadi aku agak males bacanya. Tapi ternyata aku masih tetap tertarik nyelesain novel ini sampe akhir. Yang tadinya aku pikir gaya bahasa di sini cukup berat, tapi ternyata nggak alias ringan banget.

Aku makin semangat baca dan enjoy banget buku ini waktu Aysel udah ketemu Roman, dari situ, kerasa banget kalau novel ini adalah novel remaja biasa. Ringan, asik (bagiku asik ya, mungkin bagi sebagian dari kalian ini cukup gloomy HAHA), yang jelas ini kayak kisah cinta remaja biasa kok, yang bikin beda mereka mau bunuh diri tanggal 7 April haha.

Pembahasan tentang depresi di sini juga menurutku nggak terlalu mendalam. Novel ini menggunakan pov 1 Aysel, di mana dia selalu ‘pasrah’ sama hal-hal yang terjadi di hidupnya, toh dia bakal mati juga bentar lagi. Butuh sampai nyaris bab-bab terakhir untuk tahu kenapa Aysel ingin bunuh diri. (dan yang akhirnya tidak berhasil memuaskanku, karena alasannya kurang kuat, tapi dia bener-bener menunjukan pikiran-pikiran dan sikap orang depresi asli, i liked it tho).

Yang sedikit mislead antara isi dan blurbnya adalah, dikatakan kalau ibunya malu atas sang anak, bab awal yang isinya ngenalin tokoh-tokoh keluarga Aysel pun begitu, kesannya ibu dan Georgia, adik tirinya tidak mengharapkan Aysel, padahal di bab-bab selanjutnya mereka berdua berusaha untuk dekat dengan Aysel. Aku gak tau ini mislead atau karena ini pov Aysel dan dia memang menganggap semua orang membencinya.

Lalu tentang Roman, alasan dia depresi dan ingin bunuh diri lebih masuk akal daripada Aysel. Ibu Roman yang mengkhawatirkan anaknya pun kerasa emosinya dibanding kisah Aysel sendiri.

Konflik keseluruhan novel ini pun ringan, hanya membahas hal-hal yang mereka berdua lakukan bersama sebelum 7 April, dan jujur aku suka banget, terutama karena aku membayangkan mereka akan mati bersama di akhir cerita, kan? Bener-bener bikin aku semangat, haha.

Overall, cerita ini memang membuatku agak ke-triggered. Aku bisa merasakan apa yang Aysel rasakan. Setelah aku selesai baca ini, aku suka banget, sepuluh menit kemudian, aku nangis haha. Kenapa? Soalnya aku kepikiran juga, nggak semua orang ‘seberuntung’ Aysel bisa ketemu kawan bunuh diri kayak ‘Roman’, sebagian orang sendirian sampe akhir kan? Kepo nggak? Baca sendiri aja yaa haha.

Recommended buat kalian yang suka isu mental illness, kisah cinta remaja, atau sekalipun kalian yang lagi nyari alasan untuk tetap hidup.. dan untuk menemukan harapan? Aku kasih 3.7ó

“Aku tidak sabar menantikan saat aku tidak ada lagi dalam hidup mereka.” – hlm 27

“Saat aku menyenandungkan requiem Mozart, aku bertanya-tanya seperti apa rasanya saat semua cahaya padam dan segala sesuatu hening selamanya. Aku tidak tahu apakah mati akan terasa menyakitkan dan apakah aku akan takut pada saat-saat terakhir. Aku hanya bisa berharap semua akan berlalu dengan cepat. Dan damai. Dan tetap begitu selamanya.” – hlm 34

“Aku tidak bisa menjamin hal itu tidak akan terjadi, apalagi karena aku yakin ada yang salah denganku. Ada yang rusak. Orang-orang tidak pernah paham bahwa depresi tidak berhubungan dengan hal-hal di luar diri seseorang; tapi dengan hal-hal yang ada di dalam. Ada yang salah dalam diriku.” – hlm 50.

“Kalaupun aku punya pacar, namanya Maut.” – hlm 115

“Mungkin setiap orang hanya butuh dilihat dan diperhatikan orang lain.” – hlm 253

“...aku jadi teringat saat aku masih kecil, saat perasaan berat dan hampa dalam diriku belum menguasai seluruh hidupku dan terasa tidak tertahankan. Mungkin seperti itulah cara kegelapan menguasai kita, dengan meyakinkan kita untuk menyimpannya di dalam dan bukan mengeluarkannya. Aku tidak ingin kegelapan itu menang.” – hlm  285







0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)