Minggu, 19 Maret 2017

[RESENSI] PERCY JACKSON’S GREEK GODS BY RICK RIORDAN

(GreekGodsChallenge with Noura Books and iJakarta)

Peringatan: tulisan ini ditulis oleh seorang fangirl.


***


“The book was fiction, but the feels were not.”


sumber: google




Judul: Percy Jackson’s Greek Gods
Penulis: Rick Riordan
Penerbit: Noura Books
Ilustrasi: John Rocco




dok.pribadi




Pertama-tama, aku ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Noura Books dan iJakarta yang telah membuatku bisa membaca buku ini dengan gratis… *saya terharu* *yang baik-baik untuk kalian semua*


Jadi gini, teman, aku ini udah jadi demigod selama kurang lebih empat tahun. Semuanya berawal dari temenku ketika SMP yang ‘ngefangirl’ juga, dia bikin status di facebook dan bertanya-tanya apakah dia adalah salah satu dari 7 pahlawan yang disebutkan ramalan?

Oke, jadi aku tertarik dengan statusnya, dan aku menanyakan padanya di sekolah lalu TADA! Dia meminjamkanku buku ajaib itu untuk pertama kalinya, judulnya adalah The Lost Hero.
Sebagai pencinta kisah fantasi, tidak butuh waktu kurang dari satu detik untuk mencintai buku itu. Aku mampu menyelesaikan buku itu dalam satu hari, dan langsung berubah jadi gila (bahkan aku menahan buku itu beberapa hari lebih lama agar bisa memeluknya setiap malam) Apa? Aku gila? Katakan saja begitu. *untuk Rere, maafkan aku menahan TLH begitu lama*

Setelah masuk SMA pun aku benar-benar tidak bisa melupakan kisah paling menakjubkan yang pernah kubaca seumur hidup menjadi seorang reader. Sampai-sampai aku putus asa untuk bisa mengetahui kelanjutan ceritanya. (uang jajan pas-pasan, boro-boro nabung, main ke tokbuk aja jarang).

Tapi Tuhan maha mendengar bukan? Akhirnya aku bisa meneruskan seri buku-buku itu dan syukur, aku sama sekali tidak menyesal menjadi tambah gila atau semacamnya.





Kisah ini diambil dari sudut pandang Percy Jackson yang ceritanya dia itu lagi disuruh penerbit untuk menceritakan kisah-kisah dewa-dewi Yunani. Bab-bab awal dibuka dengan pembukaan, cerita soal dewa pertama di semesta bernama Chaos. Dari dia, muncullah Gaea sang Ibu Bumi lalu Ouranus, Tartarus dan lain-lain.

Setelah itu, satu bab berikutnya diisi para Titan yang sempat memimpin dunia. Aksi saling bunuh anggota keluarga pun terjadi dan akhirnya Zeus-lah yang menjadi Raja Semesta. Bab-bab selanjutnya baru Percy akan menceritakan semua dewa-dewi utama di Olympus.



Bahkan jauh sebelum buku Percy Jackson’s Greek Gods ditulis oleh Paman Rick *sotau banget*, aku telah lebih dulu mencari-cari seluk beluk mitologi Yunani lewat google. Aku membaca semuanya, menyimpannya dalam otakku dan men-copasnya ke dalam hati.

Aku hapal betul (secara garis besar) bagaimana awal mula semuanya terjadi, pada Ibu Bumi dan Ouranus. Bagaimana Kronos mencincang ayahnya dan mengambil alih kekuasaan ataupun tentang menelan para dewa.

sumber: google


Namun di buku ini aku menemukan versi paling lengkap dan versi paling lucu. Dengan semua kejadian gila yang dilakukan makhluk-makhluk di mitologi Yunani, Paman Rick bisa menyampaikannya lewat Percy menjadi suatu kisah yang mudah dicintai dan jauh dari kata ‘mengerikan-yang-terjadi-pada-kisahnya’.

Tidak peduli seberapa tidak masuk akal dan keanehannya, aku selalu bisa jatuh cinta pada kisahnya berkali-kali ketika membacanya. Apalagi versi yang ditulis di buku ini langsung dari pakar utamanya.

Rick Riordan selalu tahu bagaimana cara menyenangkan para pembacanya dan aku suka dengan gaya bahasanya. Segala humor-humornya adalah faktor paling tinggi kenapa aku bisa begitu mencintai tulisannya. Rick Riordan (bahkan ketika aku hanya baru membaca satu bukunya) telah kunobatkan menjadi satu-satunya penulis luar favoritku.



Omong-omong, aku ini adalah penggemar dewi Arthemis (bisa lihat, kan, nama blog ini?) tapi merupakan salah satu demigod cabin 3 bersama kakakku, Percy, meski dia nggak mengetahuinya. Satirku belum datang, dan aku keburu tua, jadi aku sengaja memakai medsos.

sumber: fanspage PJO


Sebenarnya aku ini lebih memfavoritkan Paman Hades ketimbang Poseidon. Di seri PJO dan HoO, Hades diceritakan bukan sebagai dewa yang menyenangkan seperti di PJGG ini, dunia kelamnya dan titel ‘Dewa Kematian’ mengusikku untuk menyukainya.

Dan setelah membaca PJGG, aku semakin jatuh cinta saja sama dewa paling kurang beruntung itu.

(meanwhile Uncle Rick be like)


Tapi di lain waktu, aku juga merasa mungkin sebenarnya aku ini anak Zeus. Bukan apa-apa, aku ini tidak lancar berenang (meskipun aku sangat suka laut) tetapi aku juga mengagungkan langit dan aku penyuka angin (bukan Aelous atau Boreas atau saudara-saudaranya, percayalah, ini semua karena Zeus!)

Dan di buku ini, jelas saja Zeus paling menghiburku karena paling sering muncul di setiap bab (maksudku, ayolah, dia itu raja langit! Semua dewa-dewi bersangkut paut dengannya). Namun, aku ternyata aku lebih suka kisah Hades dan Poseidon.

Hades itu, kalau dia manusia, pasti akan terlihat seperti pria ‘setia’ yang lucu. Dia mencintai Persephone sampai-sampai menculiknya tanpa tahu kalau itu adalah gagasan yang huruk (tahu siapa yang menyuruhnya begitu? Ya, ayah Persephone sendiri, si Zeus).

Bagaimana cara dia berusaha menyenangkan Persephone dengan kegelapan dunia bawahnya membuatku mencurahkan segala bentuk rasa simpatiku pada Hades. Dia pria lucu yang sangat lovable!

Lalu ada Poseidon, si Tengah. Aku suka saat posisi dia memang selalu setengah beruntung dan setengah-setengah yang lainnya. Adegan favoritku ketika dia berseteru dengan Athena untuk mendapatkan kota Athena. Kayak, yah, Percy bilang dia itu tidak sehebat Zeus tapi dia lebih baik dari Hades.

Aku juga suka ketika membahas soal istrinya, Amphitrite, dia adalah salah satu sosok cewek dengan sikap yang paling hebat, menurutku. Dan betapa beruntungnya Poseidon bisa mendapatkannya. Dia mau menikahi Poseidon hanya jika Poseidon tidak mengekangnya.

Mereka pasangan favoritku setelah Zeus dan Hera (tentunya favorit karena terlalu seringnya adegan selingkuh-balas dendam-selingkuh-balas dendam yang terjadi. Dan itu ngakak, tahu?)
Tapi sejujurnya, dari kedua belas kisah para dewa-dewi Olympia, sebenarnya adalah sosok Aphrodite yang ada di urutan pertama di hatiku.

Kenapa?

Kenapa tidak?

Dia membuatku hampir ngakak sepanjang waktu ketika membaca kisahnya. Sebelas-dua belas dengan kehidupan Zeus-Hera yang menggelikan. Ilustrasinya paling cantik, dan aku suka karakternya yang meledak-ledak seperti anak ABG. Cocok sekali dengannya.

sumber: fanspage PJO



Baru beberapa puluh menit yang lalu menyelesaikan buku Percy Jackson’s Greek Gods dan langsung menuliskan resensi ini dengan sedikit, um, sedih, dan.. sedikit menggila.



Pertama-tama, aku nggak mengaitkan ini dengan lomba tapi, aku benar-benar mencintai kisah Percy Jackson dan berterima kasih untuk semua ini.

Membaca buku ini adalah kesenangan lain buatku, pertama bahwa ini adalah tulisan Rick Riordan dan sedang sudut pandang Percy (yang membuatku kangen dia) dan kedua, kisah dewa-dewi di buku ini diceritakan dengan humor khas Rick dalam setiap buku-bukunya (sejauh ingatanku), membuatku sangat menikmati setiap halaman demi halaman buku ini.

Aku membaca buku ini dengan segenap perasaanku, jadi ketika membaca halaman pertama pun, rasa rindu langsung menyeruak, membuatku tidak bisa berhenti tersenyum sampai halaman terakhir. Di bagian penutup, rasa rindu itu makin menjadi-jadi karena aku merasa akan ditinggalkan lagi.

(Rick Riordan be like)



Untuk kekurangannya ketika membaca lewat aplikasi iJakarta, aku menemukan beberapa kalimat yang muncul lagi di halaman berikutnya (nggak tahu hapeku yang eror atau gimana). Tapi serius, pertama kalinya kenal aplikasi keren ini karena GreekGodsChallenge. Setelah ini aku pasti bakal ketagihan baca-baca novel di iJakarta. (Gretong pula). *Yang belum tahu iJak, cepet download!*
Dan untuk kelebihannya, aku bahkan nggak tahu harus pakai kalimat pujian yang mana lagi. Tulisan-tulisan Rick Riordan selalu sempurna di mataku.

Kisah ini sudah berakhir.. dan aku tidak tahu kapan lagi bisa membaca buku-buku karya Rick Riordan. Seolah-olah aku tidak ingin semuanya tamat begitu saja dan ingin terus membacanya tanpa henti.

(aku merasa ingin menangis sekarang)


Kalau seluruh jariku bisa kujadikan jempol, akan kuberikan semuanya kepada Rick Riordan yang mampu menghadirkan kisah-kisah mereka dengan cara yang unik dan menyenangkan hati. Ah, terima kasih untuk segala-galanya. Aku cinta kisah ini untuk sekarang dan selamanya. Aku bahkan akan beri rating seluruh bintang di galaksi dari seluruh bintang di galaksi yang ada.[]


Salam sayang untuk semua Demigod di seluruh dunia!

sumber: google

 - Dari demigod kabin 3^^

Rabu, 08 Maret 2017

Ikutan BookCrossingID Yuk!

Halo semuanya!

Kali ini aku mau ceritain pengalaman aku kemarin, tepatnya tanggal 2 Maret 2017 yang menjadi salah satu tempat pemberhentian Book Crossing ke-2.



Oke, apa itu Book Crossing? Belum pernah denger? Pernah denger tapi nggak peduli?

Dunia literasi adalah dunia yang berpengaruh untuk kehidupan kita. Banyak membaca buku adalah salah satu cara untuk menambah ilmu dan wawasan kita. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan rasa cinta kita terhadap dunia literasi.

Ya, salah satunya adalah dengan Book Crossing ini. Memang, istilah ini sangat awam keberadaannya di Indonesia. Istilah ini sendiri pertama kali digagas oleh situs BookCrossing.com yang berpusat di Sandpoint, Idaho, Amerika Serikat. Info lengkap bisa dilihat di www.bookcrossing.com/about.

Nah, orang Indonesia sendiri (maksudnya, aku) tahu istilah ini dari salah satu novel yang pertama kali kurensensi di blog ini. Yap, novel The Girl On Paper-nya Penerbit Spring adalah sumber pertama yang mengenalkanku pada Book Crossing.

Setelah novel itu terbit, aku melihat ada sebuah Giveaway bertemakan BookCrossing, jadi aku menduga kalau semuanya berawal dari novel TGOP. (maaf kalau daku salah XD)
Sebuah komunitas berpusat di Ponorogo, Jawa Timur, bernama Mocco Bukku (IG: moccobukku) adalah pencetus istilah BookCrossingID, kegiatan Book Crossing versi Indonesia. Aku dapet informasi ini langsung dari instagram Moccobukku:








Paham? :D Kalau nggak paham langsung meluncur ke IG-nya Moccobukku aja yaaaa!

Untuk permulaan, Moccobukku menyediakan 4 buah novel cikal bakal BookCrossingID dengan jalur giveaway. Waktu itu, aku ikut gelombang pertama, dari keempat novel (So I Married The Antifan, Cinderella Teeth, Serendipity, dan Cheeky Romance) aku pilih Serendipity-nya Penerbit Inari. Alasannya, aku sudah baca kedua buku K-Iyagi-nya, dan novel
Serendipity bikin aku penasaran :D

Sayangnya di gelombang pertama aku gagal dapetin Serendipity. Dan yang memenangkan novel itu adalah Kak Vina ( IG: orybun ). Setelah itu aku langsung follow Kak Vina untuk standby kalau-kalau ada pengumuman estafet selanjutnya.

Dan syukur, Alhamdulillah, rejeki anak sholehah nggak kemana, aku berhasil memenangkan GA dari Kak Vina dan menjadi pemegang kedua novel Serendipity. Selama tiga hari menunggu, akhirnya novel sampai dengan selamat dari Solo ke Bandung. (Nggak bosan kubilang, terima kasih paket++ nya ya, Kak Vina :D)

Suatu kebanggaan tersendiri bisa ikut berpartisipasi. Booklovers pasti tahu rasanya, deh. BookCrossing ini masih baru dan informasinya belum menyebar luas. Mungkin kalau aku adalah tangan ke-100 yang pegang novel ini pasti lebih kerasa senangnya. Secara, buku ini pernah jalan-jalan ke berbagai kota, dari tangan ke tangan!

Mencoba hal-hal baru juga sebenarnya sangat ingin aku lakukan dan aku selalu penasaran. Book Crossing ini menurutku adalah kegiatan yang sangat bermanfaat. Kayak perpustakaan keliling. Kita juga jadi bisa kenal sama banyak orang karena kita berurusan langsung sama pemegang buku sebelumnya, begitupun sama calon-calon tuan baru si buku yang mendadak nangkring di IG kita buat nungguin info GA! Hihi seru kan? :D

Kedepannya aku harap BookCrossingID bisa menyebar luas di seluruh Indonesia dan bukan lagi hal baru. Semakin banyak buku yang dilabeli stiker BookCrossing dan semakin banyak yang tertarik untuk ikutan kegiatan ini.

*Jangan mau kalah sama orang luar* Sebenarnya aku lebih tertantang kalau harus meninggalkan buku itu di sembarang tempat, mengunggah info terakhir buku itu di situs web daripada harus lewat GA dan kirim paket.

Tapi apa daya, karena tidak banyak orang yang bisa dipercayakan untuk meneruskan buku yang tergeletak begitu saja tanpa nama pemilik. Salah-salah, nanti dijadiin bahan buat bakar-bakaran di tong sampah, jadiin ganjelan pedagang kaki lima, atau dikilo sama orang yang kurang ngerti apa fungsi buku itu. Hihi :D

Tapi tentu lebih serem sama orang yang ngerobek stikernya… dan membawa pulang buku itu untuk
diri sendiri. Hiiii~ (Salah satu adegan di novel TGOP).

Nah, buat kalian yang penasaran gimana sih BookCrossingID dan pengin jadi salah satu tempat pemberhentian, boleh deh kalian follow IG moccobukku buat informasinya. Soalnya setiap pendonor baru ataupun pemegang buku yang terakhir diharuskan memposting foto buku tersebut ke IG dan men-tag moccobukku hingga bisa direpost oleh moccobukku.

Sejauh ini sudah lumayan banyak pendonor baru untuk kegiatan BookCrossingID. Tunggu apa lagi? Siap bersenang-senang dengan buku yang sudah jalan-jalan ke sana-sini? Yuk, ikut BookCrossingID!

*penampakan novel Serendipity yang sedang ada di tanganku*




Rabu, 01 Maret 2017

[RESENSI] Then She Smiles by Makna Sinatria


“Lo nggak perlu memaksakan senyum di depan gue.”






Judul: Then She Smiles
Penulis: Makna Sinatria
Penyunting: Adeliany Azfar
Proofreader: Titish A.K.
Ilustrasi: Makna Sinatria
Layout Kover: @fadiaaaa_
Penerbit: Haru, 2017
Jumlah halaman: 244 hlm



Blurb:

“Lo nggak perlu memaksakan senyum di depan gue.”

Alena tidak pernah menyangka kata-kata tersebut akan keluar dari mulut Hexa, tetangga barunya.
Lembaran foto mempertemukan mereka. Jepretan shutter sedikit demi sedikit mengikis tembok yang Alena bangun sejak lama.

Lambat laun, kesendirian Alena pun terisi oleh momen-momen baru bersama Hexa.
Alena terbuai, hingga kedekatan mereka membuat Hexa menyadari sebuah rahasia yang Alena sembunyikan di balik senyumnya.

Ketika sisi gelap paling rapuh Alena terkuak, siapkah Hexa untuk tetap berada di samping Alena?





Huah! Setelah ikutan Pre-ordernya dari bulan Januari, aku baru bisa menyelesaikan novel TSS ini tanggal 20an XD hampir sebulan lamanya. Padahal novelnya tipis, dan isinya sangat ringan HEHE. Alasannya dulu masih ada novel yang ngantri, tapi karena bosen, aku coba baca TSS, tapi karena nggak mood juga, aku lanjutin deh yang udah ngantri duluan :D

Tadinya aku pengin ngereview-nya pendek, kayak blogger lainnya yang sempet aku baca. Tapi kayaknya aku emang kebanyakan omong orangnya :( Yauda sih ya...

Nah, pertama, sebenarnya novel-novel lokal bukanlah tipeku. Dulu, waktu masih sering minjem buku temen dan perpus sekolah, aku lahap apapun novel yang ada. Aku menyukainya, beberapa, tapi nggak pernah ada yang sampai ‘jleb’ ke hati. Hanya ada dua penulis lokal yang karyanya kusukai yaitu Ilana Tan yang pertama, aku dibuat nangis kejer karena novelnya yang berjudul Sunshine Becomes You. Yang kedua, adalah Clio Freya. Aku langsung jatuh cinta ketika membaca novel Eiffel, Tolong! Ceritanya bener-bener seru, menantang, idenya hebat, dan yang terpenting di novelnya itu nggak full romance remaja yang menye.

Karena sulitnya aku menyatu dengan cerita-cerita penulis lokal, padahal aku ini juga lagi belajar nulis novel dan penerbit incaranku yaitu Penerbit Haru (eh!) Aku agak malas mencari novel-novel Haru dari penulis lokal, tapi pas waktu Haru ngumumin novel baru yang berasal dari penulis Indo, aku langsung ikut PO-nya. Soalnya aku penasaran dan ingin tahu tipe cerita gimana sih yang Haru mau (aku seringnya baca terjemahan Haru, yang Indo belum pernah sama sekali).
Tapi sayangnya, (meskipun aku tahu nggak cukup cuma nilai dari satu novel), novel TSS ini sangaaaaat jauh dari tipe novel yang aku tulis. Yang memang aku udah pernah kirim, dan ditolak HEHE. Sekarang sepertinya aku nggak bisa kirim ke Haru lagi~ 

***

Berlatarkan di Bandung yang mana adalah kota tempatku tinggal, novel ini bercerita tentang Hexa (namanya artinya enam *anak ipa*), seorang fotografer asal Prancis (blasteran Indo-Prancis) yang baru pindah rumah karena urusan pekerjaannya.

Hexa mempunyai tetangga namanya Alena. Di sanalah kisah mereka dimulai. Alena yang nggak sengaja Hexa liat dari balkon kamarnya dan Alena yang nggak sengaja nginjek foto milik Hexa.
Dimulai dari hal-hal kecil itu, dari situ udah keliatan kalau Hexa tertarik sama Alena, dibilang mirip Louise Bourgoin pula (padahal nggak tahu siapa tuh?) (pas searching: wihhh cantikkk)

Lalu karena kesukaan mereka pada fotografi, Hexa dan Alena pertama kali berinteraksi lebih jauh adalah waktu mereka di Taman Foto Bandung. Hexa nggak sengaja liat Alena lagi foto tanah dari jarak sangat dekat. Hexa nganggep itu lucu dan dia langsung foto Alena dalam posisi begitu XD
Lama-kelamaan, secara tetanggan, dan balkon kamar mereka juga sebrangan, dan sama-sama suka fotografi, jadilah Hexa sering ngajak Alena ngobrol dan ngasih saran-saran gitu.

Cuma ada satu hal yang dicurigai Hexa soal Alena dan ayah tirinya. Tapi Alena menyembunyikan itu semua selama kedekatan mereka. Hexa sering ngajak Alena hunting foto bareng; pertama nyari kamera instan dulu di Braga lanjut foto-foto di New Majestic dan sekitarnya. Terus ada mereka yang ke Saung Angklung Udjo dan Bukit Moko.

Oh ya, di sini Hexa itu serumah sama sepupunya, namanya Riou (dan di ilustrasinya, menurutku dia paling ganteng XD) sementara Alena tinggal bersama Mama, Ayah tiri, dan Kakak tirinya yang bernama Altair (seorang Chef yang punya bistro di Dago; La Cuisine)

Di sini peran mereka nggak terlalu banyak menurutku, bener-bener cuma pendukung konfliknya aja. Kecuali Riou, dia sering muncul. Ih gemes banget sama dia WKWK. Kebanyakan semua bab hanya fokus ke Hexa dan kerjaannya, atau Alena dan kuliahnya, atau mereka berdua. *yaiya orang novelnya tipis*

---

Kita mulai dari hal-hal yang kurang kusukai dari novel ini ya.

♠ Ini yang paling membuatku terganggu. Karena Alena itu orang Bandung, dan sebagai orang Bandung, tentu di sini nggak akan pakai percakapan ‘lo-gue’ sehari-hari. Kecuali di chat mungkin ya, anak sok gaul bilangnya lo-gue (nunjuk diri sendiri). Sementara Hexa pernah tinggal di Jakarta dan dia pakai bahasa lo-gue. Dan satu tokoh yang agak sering muncul (Riou) dia karena orang Prancis tulen, bahasa Indonesianya formal banget.

Aku cuma heran aja kok mereka betah ngobrol campur-campur gitu. Aku punya temen orang Jakarta dan dia biasa pakai lo-gue. tapi kalau ngomong sama orang luar Jkt, dia selalu pakai aku-kamu. Biar klop, biar nyambung gitu loh. Mungkin aku masih bisa tolerir kalau yang ngobrol Alena-Hexa atau Hexa-Riou. Nah, ada scene yang mereka bertiga semua ada. Lah pusing dah tuh XD

♠ Jujur, yang kurang kusukai dari novel lokal adalah cara penulisnya menimbulkan ketertarikan antara dua tokoh yang emang udah dipairing sejak awal. Salah satunya ada di novel TSS hal. 53

“Tiba-tiba dia merasakan sensasi aneh yang membuatnya ingin melompat ke seberang dan menarik gadis itu ke pelukannya.”

Seriously, ini baru di bab 4 dan membuatku agak merinding. Atau mungkin aku (yang masih bocah ini) nggak begitu paham bagaimana cara orang dewasa jatuh cinta. Cuma disenyumin, ngomong beberapa kalimat, nggak kenal-kenal amat pula. Sesungguhnya ini too much, menurutku.

♠ Hal. 90. “Kalau senyum lenyap dari bibirnya, orang-orang akan mulai bertanya macam-macam kepadanya.”

Diceritakan bahwa Alena ini selalu menyembunyikan lukanya dengan cara terus tersenyum. Aduh Kaklen sayang banget punya orang-orang sepeduli itu tapi lebih milih senyumin aja hanya karena males buat nanggepinnya:(. Ng..mungkin yang kurang kusukai adalah alasan yang dipakai Alena XD

♠ Jujur aja, aku nggak begitu penasaran dengan masa lalu Hexa-Alena. Apalagi di bab-bab awalpun aku sudah bisa menebak apa yang terjadi pada Alena. Cuma, sebagai pembaca dengan ekspetasi tinggi yang aneh, aku selalu mikirin hal-hal terburuk yang bisa penulis kasih ke tokohnya, aku mulai mikir macem-macem dan senyum-senyum nggak jelas karena pikiranku. Nyatanya konfliknya sangat biasa menurutku.

♠ Alasan kenapa Alena menyembunyikannya bikin aku pengen nangis kejer karena kesel sumpah WKWK nggak abis pikir aja Alena kok bisa yah punya pikiran kek gitu. Aku suka karakter Alena kecuali alasan dia yang satu itu, nggak masuk akal, dan malah nyakitin diri sendiri. Aah, aku frustrasi baca hal. 113. Aku tahu sih penulisnya emang penginnya bikin karakter Alena kayak begitu, tapi aku nggak suka aja:(

Alena itu menurutku agak polos, udah mau ending, dan dia udah keliatan banget suka sama Hexa, tapi masih bilang ‘perasaan aneh’ #gereget

Hal-hal yang aku sukai:

♠ Sudut pandang orang ketiga dari sudut Alena di halaman 57 sangat nyata dan aku bener-bener dapet feel-nya. Ini ceritanya adegan Hexa-Alena mau kencan pertama uhuy!

♠ Mulai dari halaman 100, aku udah bisa nemu inti dari cerita ini dan bukannya perkenalan awalan hubungan Alena-Hexa yang datar (dan bikin aku bosan). Konflik berat mulai muncul dan aku sangat menikmati tulisan yang menantang di halaman-halaman itu, bikin ikut ngerasa tegang. Aku suka gimana penulisnya bikin suasana, karena emang sejak awal mengalir lancar seperti sungai, jadi pas ada riak sedikit pun kerasa banget.

♠ Ada scene di mana Hexa bikin aku kesel di halaman 106. Tapi aku masukin ini ke hal-hal yang kusukai karena perasaanku bilang: penulisnya hebat bikin pembaca ikut emosi XD

♠ Di halaman 109-110 Aku suka sekaligus gereget sama karakter Alena. Mungkin karena aku keseringan baca fantasi, aku jadi gereget sama karakter cewek yang lemah lembut kayak Alena dan lebih suka yang strong (secara fisik dan mental). Tapi aku udah bilang kan, aku suka karakter Alena meskipun dia bukan tipeku banget (kecuali alasan dia menyimpan rahasia), apalagi pas dia cemburu unchhh gemessss!

♠ Kalau kebanyakan pembaca lain yang kuamati lebih seneng sama Chef ganteng aka Altair (dan minta lebih banyak scene-nya) tapi aku lebih suka Riou! Dia bener-bener bikin cerita yang datar dan penuh cinta (yang lagi-lagi bukan tipeku) antara Alena-Hexa jadi lebih berwarna :)) Jadi pengin nyubit Riou! Jadi pengin banyak scene Riou! Riou aku padamuuuuu *kisskiss*

♠ Mendekati akhir, di halaman 180 lagi-lagi aku dibuat merinding dan ikut ketakutan membaca kisah Alena. Feel ngerinya dapet banget dan aku jadi ngebayangin kalau aku sendiri yang ngalamin kejadian itu. Ya Tuhan~ the best part menurutku. Setelah Riou di beberapa bab sebelumnya.

♠ Yang terakhir...ILUSTRASINYA! Astagaaa nggak nyangka aja itu ilustrasi bikinan penulisnya sendiri. Keren bangeeet. Kebetulan aku juga emang suka menggambar, aku pernah bikin ilustrasi untuk ceritaku sendiri (yang sekarang masih tersimpan rapi dalam dokumen) meskipun gambarnya nggak bagus-bagus amat dan cenderung mengarah ke anime XD



Qoute fav-ku:

"Kerinduan. Hujan selalu mengirimkan kerinduan." - hal 71
"Semakin dia membiarkan dirinya tenggelam, dia bisa menemukan sisi gelap yang anehnya membuatnya diselimuti rasa aman." - hal 72
"Sometimes, it's okay not to be okay."

"Namun, lama-kelamaan pertahanan itu berbalik mencekiknya. Penderitaannya tidak juga berhenti." - hal 144

"Jawaban dari pertanyaan 'mengapa?' lebih mudah dijawab dengan 'karena ini salahku'. Terkadang pemikiran itu muncul begitu saja, membuat segalanya terasa lebih mudah." hal 116



Sekarang aku mau cuap-cuap lagi. Jadi kan novel ini fokus utamanya adalah soal fotografi, dan aku yang nggak tertarik sama dunia itu, kadang dibikin bosen itu karena terlalu banyak scene tentang hobi mereka itu, dan beberapa footnote istilah fotografi yang sama sekali nggak bisa kubayangin. HEHE.

Lalu di bagian blurb ada kalimat yang bilang ‘Ketika sisi gelap paling rapuh Alena terkuak, siapkah Hexa untuk tetap berada di samping Alena?’ Sejujurnya aku sempat menaruh tinggi ekspretasiku pada konfliknya dan sampai nanya ke admin Haru di fb tentang genre novel ini? Sisi gelap gitu kayak yang thriller. Ternyata kata miminnya ini romance. Satu lagi too much. Dan aku sama sekali nggak nemu scene Hexa di mana dia pantas mendapatkan pertanyaan ‘Siapkah?’

Sedikit hal yang aku gagal paham. Di halaman 216 dikatakan: “Altair juga kehilangan ibu kandungnya karena ayahnya.”

Tapi di hal 233 dikatakan kalau ibu kandungnya Altair ada kok, sehat walafiat. Aku kira di kalimat itu ceritanya Ibu Altair meninggal ya, makanya dia terpaksa ikut ayahnya. Tapi kalau ternyata masih ada, kenapa Altair nggak ikut ibunya? .___.

Bagian tipikal banget: Balkon yang bersebrangan XD emang banyak sih, dan baru-baru juga aku baca hal kayak gitu di novel Everything, Everything-nya Nicola Yoon. Terus tipikalnya Alena di hal. 173 “Apa Hexa juga tersenyum seperti itu pada cewek yang dia suka?” Hadeuh XD

Dan untuk endingnya, yup, aku puas sekali. Diakhiri dengan sangat manis semanis covernya. Berharap Alena bisa kedepannya bisa lebih baik menyikapi masalahnya, jangan kek gitu lagi. HEHE.
Terakhir, aku kasih 3 dari 5 bintang untuk Riou novel debut Kak Makna yang sekarang lagi di New York!



P.s ngiri deh liat foto-fotonya Kak Makna di IG. Jadi pengen nyusul. Hihi :D
P.s.s maaf jika masih banyak kekurangan, mohon kritik dan sarannya :D

Senin, 06 Februari 2017

[RESENSI] Being Henry David By Cal Armistead


Halo! Akhirnya di awal bulan Februari ini bisa mulai latihan review novel lagi. Bulan ini, novel yang berhasil aku selesaikan adalah Being Henry David karya Cal Armistead. Novel ini sebenarnya aku beli barengan sama The Girl On Paper, dan aku baca setelah TGOP selesai. Sayangnya, tidak seperti TGOP, ada hal-hal yang membuat aku menunda baca BHD dan baru selesai dua hari kemarin HE.

“Hal terakhir yang kuingat adalah ‘sekarang’.”

sumber: google



Judul: Being Henry David
Penulis: Cal Armistead
Penerjemah: Dewi Sunarni
Penyunting: Novianita
Proofreader: Seplia
Layout Cover: @teguhra
Penerbit: Spring
Jumlah halaman: 279 hlm.



Blurb:

‘Hank’ tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku berjudul ‘Walden’ karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya.

Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya. Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?

Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?

dok.pribadi


Yah! Jadi review kali ini, aku sedang mencari jati diri gaya ulasan yang pas buatku, jadi aku masih ganti-ganti cara reviewnya yaa!

Jujur, sejujur-jujurnya, aku ketipu sama buku ini. HAHA. Nggak juga sih, akunya aja yang rada o’on sepertinya WKWK.

Jadi, sebagai penggemar berat novel terjemahan, aku ngefans sama penerbit Spring, ikutin semua sosmednya (meskipun bukunya baru punya tiga HEHE). Dan waktu Spring baru nerbitin novel ini, aku udah jatuh cinta sama sinopsisnya. Ya, sinopsis, nggak kayak TGOP yang aku jatuh cinta duluan sama covernya, baru sinopsisnya.

Salah satu hal yang aku sukai dari novel terjemahan adalah, idenya yang unik, dan nggak pasaran, malah sinopsisnya bikin penasaran setengah mati. Kalau soal covernya, jujur aku nggak tertarik tapi setelah aku cari-cari info soal penulisnya dan novel ini, memang cover aslinya pun nggak jauh beda dari tema cover versi Indonesianya (dan memang sesuai dengan isinya).

Kenapa tadi aku bilang ketipu? Soalnya novel BHD bener-bener jauh dari ekspetasiku. Aku yang tadinya kebayang akan petualangan ‘Hank’ dan cara menantang yang bakal dia lalui untuk menemukan jati dirinya, atau teka-teki, dan masa lalunya yang twist.

Tapi o’onnya aku, aku lupa kalau genre novel ini bukanlah adventure/action or fantasy. Jadi harapanku menemukan kisah menakjubkan(versiku) pupuslah sudah. Itulah juga yang bikin aku sering tunda-tunda baca BHD dan seling sama novel yang lain.

Review

Seperti yang dituliskan di sinopsisnya, novel ini bercerita tentang ‘Hank’ –sebut saja begitu (kan dia nggak inget apa-apa ya) yang terbangun di Stasiun Penn dengan keadaan hilang ingatan dan hanya ada sebuah buku berjudul Walden karya Henry David dan uang sepuluh dolar.

Nah, di sini nih, aku gereget banget bahkan belum sampai konflik sesungguhnya udah senyam-senyum nggak jelas. Di stasiun Penn, dia ketemu gelandangan namanya Frankie, yang lucunya, dia makan se-galanya. Yap, dia makan apapun! #gereget

Sempat berantem dikit sama Frankie karena dia makan buku Walden, datanglah polisi yang melerai. Nah, diceritakan kalau Hank itu punya firasat dia nggak boleh berhubungan sama polisi (yang tambah bikin aku bertanya-tanya ada apa dengan masa lalu Hank, kayaknya dark-dark gimanaaa gitu).

Lalu ekspetasiku muncul: dia ketemu sama anak gelandangan lain yang sebaya, namanya Jack (nama samaran) dan Jack jugalah yang memberi nama Hank pada Hank karena Hank bilang namanya Henry.

“Henry,” ucap Jack bimbang, mencoba melafalkan. “Kau tidak terlihat seperti seorang Henry. Aku akan memanggilmu Hank.” Dan begitu saja, aku menjadi Hank.(hlm. 16)


#Ngakak

Novel ini punya sudut pandang orang pertama, yaitu Hank, kalau orang ketiga, ya nggak bisa dong jadi novel penuh rahasia di setiap halamannya WKWK #youdontsay

Lama-kelamaan, masih di bab-bab awal, faktor yang membuat aku kurang srek dan nggak nyaman baca novel ini adalah penulisannya. Terjemahannya memang begitu, atau emang kurang enak aja dibaca. Contohnya gini:

“Si Thoreau menulis buku ini pada pertengahan 1800-an, karena itu awalnya tulisan dia terasa sedikit aneh bagiku.” Hlm. 29

Dan ada beberapa lain yang mengangguku tapi lupa catet halamannya hee. Selain itu ada sedikit plot hole menurutku. Pengennya pap sih tapi ribet dan akunya males HE. Jadi di halaman 34 dijelaskan kalau Hank dan Jack berantem sama pemabuk dan pencandu bernama Simon.

“Dia berhasil melepaskan diri dari cekikan Jack, melemparkannya dari punggungnya, membuat Jack pingsan.” Hal. 34.

Oke, garis bawahi ‘Jack pingsan’.

Tapi di hal 35 aku menemukan: “Jack dan aku mundur dua langkah …”

 Oke, beberapa baris aja Jack udah sadar lagi XD

Lalu ada lagi kalimat menganggu seperti: “dedaunan dan tanah dan pinus.” Aku nggak tau ya, mungkin novel aslinya emang begitu tapi menurutku kebanyakan kata hubung ‘dan’.

Selepas dari itu semua, selanjutnya aku sangat menikmati kisah Hank. Terutama ketika dia mulai mengenal sosok Thomas –seorang peneliti perpustakaan yang berperan banyak dalam membantu Hank menemukan siapa dirinya. Kalau Hank nggak ketemu Thomas, mungkin sekarang Hank lagi luntang-lantung di jalanan kayak Jack dan nggak ada ‘kebetulan-kebetulan’ menyenangkan dan menguntungkan untuk Hank :))

“Aku tidak bangga akan itu. aku dulu anak yang pemarah dan pemberontak. Aku masih pemberontak, tapi aku tahu cara menyalurkan energi itu.” – Thomas (hal.130)


~mauu dong caranya mauuu mas Thomas~~

“Perasaan tidak diinginkan siapa pun dan kau tidak diterima di mana pun bisa membuat seseorang sedikit gila.” – Thomas (Hal. 132)


Karena semua di sini tokoh remaja, apalagi Jack yang nggak bisa jadi panutan, Hank juga nggak menginspirasi karena hilang ingatan, Thomaslah yang membuat banyak perubahan pola pikir, dan memberikan banyak pesan moral di novel BHD. Menurutku si Mas Thomas ini adalah karakter penguatnya.

Jangan lupakan romance. Meskipun aku penikmat fantasi, tapi aku selalu mengharapkan ada romance yang sedikit banyak bikin baper HAHA. Setelah memutuskan untuk berpisah dengan Jack, Hank melakukan perjalanannya –Being Henry David– dan di kota Concord, dia bertemu gadis cantik yang membuat dirinya terpikat, namanya Hailey. Jujur, kisah asmara mereka nggak banyak bikin baper, tapi aku suka gimana cara remaja di sana menyikapi rasa cinta. Lucu, dan sederhana. Meskipun bukan itu intinya, Hailey hanya selingan dan sadly, in the ending, she’s disappear. How can you just –argh! *ngomel ke Cal*

***

Yeah, semakin ke akhir semakin spoiler karena memang sulit untuk mereview BHD secara keseluruhan, intinya lama-kelamaan Hank memang akan benar-benar menemukan petunjuk siapa dirinya karena novel Walden karya Henry David, meskipun sampai akhir, nggak dijelasin dari mana asalnya novel itu bisa ada bersama Hank di Stasiun Penn ataupun kalimat yang membuktikan bahwa Hank memang membawa buku itu bersamanya. Semua masih menjadi teka-teki~

Hingga akhirnya Hank menemukan masa lalunya, menemukan asal muasal ‘monster’ penghuni jiwanya, dan seriously, aku nggak tahan buat nggak nangis. Aku seolah merasakan apa yang Hank alami selama ini, perasaan terdalamnya. Jujur aku lebih menghargai baper tentang kehidupan dan suka-duka hidup di dunia daripada masalah cinta.

Meski cerita ini tidak seperti yang kuharapkan, tapi cerita ini mampu mengambil sudut simpatiku yang terdalam. Sumpah, novel ini kece banget. Plis, para remaja, jangan kecanduan tokoh fiktif pembuat bapermu, coba baca kisah Hank, meskipun dia bukan tipe cowok romantis bikin blushing dan senyam-senyum gak jelas, tapi jelas kisah Hank jelas lebih berfaedah HAHAHA :v

Aku nggak nyesel menginginkan buku ini, nggak nyesel lanjutin sampai akhir. Meskipun endingnya nggak bikin perasaanku ‘plong’ setelah badai-gelombang yang menerpa hidup Hank. Terlalu singkat, dan terlalu dipaksakan endingnya seperti itu. Tebakanku sih, (ngeliat babnya dikit banget cuma 18 dan ternyata ini novel pertama Cal) pasti ini ketentuan penerbitnya yang membatasi halaman. Jadi, Cal terpaksa membuat ending seperti itu. Hiks.

***

Banyak cuap-cuap, akhirnya sampai di ending reviewku. Ini semua daftar favorit quotesku. Sebelum benar-benar memantapkan diri belajar review, aku dari dulu selalu mencatat kalimat-kalimat yang membuatku baper, yang 11-12 sama keadaan hidup dan perasaanku lah #ea

“Mimpi-mimpi kenangan buruk adalah ketika aku melihat diriku sendiri menjadlani hari-hari sebagai ‘anak baik’, padahal dalam kenyataannya aku menahan diri sedemikian rupa hingga aku ingin menghancurkan perabotan dan melemparkan barang-barang ke tembok dan berteriak sampai pembuluh darah di kepalaku pecah. (cut spoiler). Dari luar, aku anak yang sempurna –seperti patung pualam yang sempurna, tenteram, dan tidak nyata. Di dalam, isinya ular-ular dan belatung-belatung dan pecahan kaca.” – hal 193
“Kau tahu, terkadang aku bertanya-tanya apakah dia terganggu karena sebenarnya dia tidak pernah tiba di puncak. Dia sudah begitu dekat, dan pada saat itu dia berpikir dia berhasil. Kukira itulah yang penting.” – hal 203

“Merenungkan masa depanku sama seperti mengintip ke dalam lubang hitam. Semua orang sudah harus merencakannya pada umur delapan belas tahun: daftar tujuan hidup, sebuah rencana hidup yang lengkap. Iya, benar. Aku takut untuk menceritakan ini kepada siapa pun, tapi aku tidak punya rencana. Aku bahkan tidak punya petunjuk.” – hal 207

“Aku tidak pernah menemukan teman yang begitu setia seperti kesendirian.” – hal 244



Makin akhir makin baper:

“Akhirnya, aku tak sanggup lagi menjalani hidupku, tak bisa mengatasi rasa bersalahku. Aku tahu aku harus lari atau akhirnya aku akan menggantung diri di garasi. Sesederhana itu.” – hal 265



“Ini akan menjadi akhir yang bersih bagi hidupku yang sia-sia. Cara yg baik untuk mati.” – hal 271



“Memilih hidup berarti menghadapi rasa sakit dan aku tidak cukup kuat. Kematian adalah akhir, pelarian pamungkas bagi kita yang berada dalam pelarian. Jadi inilah akhirnya: berpegang pada batu dan hidup. Atau melepaskan dan mati.” – hal 272



Kuingatkan sekali lagi, BHD cuma sampai halaman 279 loh, hal 272 aja ada kalimat kek begitu, jadi coba tebak…happy end or sad end?? Hihi :D

Terakhir, aku kasih 3.5 dari 5 bintang buat ‘Hank’ or DH. ♥
Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)