source: google |
Judul: A Gathering of Shadows – Penguasa Bayangan (Darker Shade of Magic #2)
Penulis: V.E Schwab
Alih bahasa: Angelic Zaizai
Editor: Nadya Andwiani
Desain sampul: Narendra Bintara Adi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2019)
ISBN: 9786020633633 (Digital)
Jumlah halaman: 648 hlm.
Baca via: Gramedia Digital
Blurb: 4 bulan berlalu setelah petualangan Kell dan Lila
dalam mengembalikan batu sihir ke London Hitam, kini jalan hidup mereka
berbeda. Kell tetap di istana, sementara Lila berlayar. Mereka menemukan
kesempatan untuk kembali bertemu saat pertandingan elemen di London dimulai.
Saat semua orang fokus pada Essen Tasch
itu, di sisi lain, seseorang kembali dan mempersiapkan perebutan takhta.
---
Well, begitulah
sinopsisku buat novel kedua series ADSOM ini, soalnya menurutku blurb di
belakang buku itu nipu banget :) no
offense sih, tapi aku udah naruh ekspektasi yang tinggi buat novel keduanya
soalnya aku suka banget sama novel pertamanya kan.
Udah cukup lama aku nyelesain buku ini dan nggak langsung
bikin review, jadi aku sebenarnya udah agak lupa haha. Lupa, soalnya buku ini
menurutku...meh. Sisa-sisa sensasi
ADSOM yang tertinggal bikin aku masih bisa menikmati awal-awal buku ini.
Aku udah nggak kagok sama gaya terjemahannya, bisa langsung
ngerti, meskipun nggak terlalu menikmati. Lila, karakter favoritku,
kadang-kadang menghibur, kadang nggak. Dan Kell, lumayan lah. Di sini juga ada
karakter baru bernama Alucard, kapten kapal yang Lila tumpangi, yang ternyata
ada sejarah dengan Rhy.
Di sisi lain, aku pengen nulisin soal POV ketiga selain
mereka berdua, tapi jatohnya spoiler buku 1. Pokoknya, di buku dua ini ada
kejutan :)
Novel ini selama hampir seluruhnya, ya, 600an halaman,
isinya cuma kehidupan sehari-hari Kell dan Rhy, betapa beratnya hidup Rhy,
antara hidup enggan mati tak mau, dan Lila dan petualangannya di laut. Part
Lila lebih mudah buatku, seenggaknya, ada yang menarik.
Konfliknya adalah hal yang paling bikin aku sakit hati :’)
karena konflik utamanya baru muncul di bab-bab akhir. Tepatnya di hlm 625/648
bayangkaaaan. Setelah nahan-nahan bosen demi baca lanjutan adsom, aku kecewa
banget. Sebenernya di halaman 500an aku udah feeling ending novel ini bakal
gini, tapi tetep aja pas kejadian aku kesel wkwk.
Cerita tentang Essen Tasch ini pun buat aku kurang menarik.
Padahal di sini, dunia London Merah lebih dieksplor. Pertandingan ini
mengundang rakyat(?) lain selain orang-orang Arnes, yaitu bangsa Faro dan Vesk.
Di sini juga dijelasin karakteristik mereka gimana, terus para penyihir yang
ikut bertanding juga diceritain. Belum lagi soal Kell dan Lila yang nekat.
Tapi sekali lagi itu gak mempan buatku full menikmati cerita ini, karena apa? Karena blurbnya terlalu
menggoda, aku jadi cuma ngarepin konflik utamanya aja yang muncul. Lagipula,
Essen Tasch ini seperti cerita Avatar The
Legend of Aang buatku. Udah nggak spesial lagi.
Overall, kalau aku
nggak naruh ekspektasi tinggi karena blurbnya, mungkin aku lebih bisa menikmati
cerita ini. Entahlah huff. Yang jelas di sini nggak ada berantem ama musuh dan
nggak ada petualangan, POV di sisi lain pun sebenarnya menarik tapi entah aku
malah jadi bosen seluruhnya.
Dan aku juga agak nggak mudeng sama judulnya A Gathering of
Shadows – Penguasa Bayangan, siapa penguasa bayangan? Apa penguasa bayangan?
Mungkin ke karakter si itu, tapi
tetep aja aku merasa nggak menemukan korelasinya. Mungkin saking nggak
konsennya jadi nggak ngeuh, who knows
lah.
Akhirnya aku cuma ngasih 3 bintang aja buat novel ini. Ada
bagian-bagian yang menarik nyempil, ada perasaan-perasaan yang nyesek juga
nyempil, kovernya cakep, dan Lila masih jadi favoritku meskipun jadi agak
berkurang dikit. Mau mara banget sama endingnya, tapi aku bisa apa hiks. Aku
juga agak menyayangkan karakter Kell di akhir, menurutku dia bukan tipe yang
bakal mau ngambil keputusan itu, tapi dibuat gitu biar konfliknya jadi. Sayang
sekali.
Setelah namatin novel ini, aku langsung baca buku ketiga
karena aku gak bisa diginiin. Sekian dan terima kasih :)
“...tapi kekuatan mudah diperoleh, sedangkan ketepatan tidak.” – hlm 462
“Tapi aku tidak ingin mati–mati itu gampang. Tidak, aku ingin hidup, tapi mendekati kematian menjadi satu-satunya cara untuk merasa hidup.” – Lila (hlm 563)
“Sebut saja aku gila, tapi menurutku kita menjalani hidup yang terbaik ketika taruhannya besar.” – Lila (hlm 563)
“Kau bisa saja...” bisiknya, “tinggal.”
“Atau kau bisa saja pergi,” balas Lila. “denganku.”
“Aku tidak bisa terus-terusan menebus kesalahan. Aku memberinya hidupku, tapi Paduka tidak bisa memerintahku berhenti hidup.” – Kell (hlm 620)
“Lila sudah lama sekali tidak memercayai Tuhan –dia tak lagi berdoa setelah jelas terlihat bahwa tidak ada yang akan mengabulkannya.” – hlm 641
“Apa pun aku, semoga itu cukup.” – Lila (hlm 643)