Rabu, 01 Maret 2017

[RESENSI] Then She Smiles by Makna Sinatria


“Lo nggak perlu memaksakan senyum di depan gue.”






Judul: Then She Smiles
Penulis: Makna Sinatria
Penyunting: Adeliany Azfar
Proofreader: Titish A.K.
Ilustrasi: Makna Sinatria
Layout Kover: @fadiaaaa_
Penerbit: Haru, 2017
Jumlah halaman: 244 hlm



Blurb:

“Lo nggak perlu memaksakan senyum di depan gue.”

Alena tidak pernah menyangka kata-kata tersebut akan keluar dari mulut Hexa, tetangga barunya.
Lembaran foto mempertemukan mereka. Jepretan shutter sedikit demi sedikit mengikis tembok yang Alena bangun sejak lama.

Lambat laun, kesendirian Alena pun terisi oleh momen-momen baru bersama Hexa.
Alena terbuai, hingga kedekatan mereka membuat Hexa menyadari sebuah rahasia yang Alena sembunyikan di balik senyumnya.

Ketika sisi gelap paling rapuh Alena terkuak, siapkah Hexa untuk tetap berada di samping Alena?





Huah! Setelah ikutan Pre-ordernya dari bulan Januari, aku baru bisa menyelesaikan novel TSS ini tanggal 20an XD hampir sebulan lamanya. Padahal novelnya tipis, dan isinya sangat ringan HEHE. Alasannya dulu masih ada novel yang ngantri, tapi karena bosen, aku coba baca TSS, tapi karena nggak mood juga, aku lanjutin deh yang udah ngantri duluan :D

Tadinya aku pengin ngereview-nya pendek, kayak blogger lainnya yang sempet aku baca. Tapi kayaknya aku emang kebanyakan omong orangnya :( Yauda sih ya...

Nah, pertama, sebenarnya novel-novel lokal bukanlah tipeku. Dulu, waktu masih sering minjem buku temen dan perpus sekolah, aku lahap apapun novel yang ada. Aku menyukainya, beberapa, tapi nggak pernah ada yang sampai ‘jleb’ ke hati. Hanya ada dua penulis lokal yang karyanya kusukai yaitu Ilana Tan yang pertama, aku dibuat nangis kejer karena novelnya yang berjudul Sunshine Becomes You. Yang kedua, adalah Clio Freya. Aku langsung jatuh cinta ketika membaca novel Eiffel, Tolong! Ceritanya bener-bener seru, menantang, idenya hebat, dan yang terpenting di novelnya itu nggak full romance remaja yang menye.

Karena sulitnya aku menyatu dengan cerita-cerita penulis lokal, padahal aku ini juga lagi belajar nulis novel dan penerbit incaranku yaitu Penerbit Haru (eh!) Aku agak malas mencari novel-novel Haru dari penulis lokal, tapi pas waktu Haru ngumumin novel baru yang berasal dari penulis Indo, aku langsung ikut PO-nya. Soalnya aku penasaran dan ingin tahu tipe cerita gimana sih yang Haru mau (aku seringnya baca terjemahan Haru, yang Indo belum pernah sama sekali).
Tapi sayangnya, (meskipun aku tahu nggak cukup cuma nilai dari satu novel), novel TSS ini sangaaaaat jauh dari tipe novel yang aku tulis. Yang memang aku udah pernah kirim, dan ditolak HEHE. Sekarang sepertinya aku nggak bisa kirim ke Haru lagi~ 

***

Berlatarkan di Bandung yang mana adalah kota tempatku tinggal, novel ini bercerita tentang Hexa (namanya artinya enam *anak ipa*), seorang fotografer asal Prancis (blasteran Indo-Prancis) yang baru pindah rumah karena urusan pekerjaannya.

Hexa mempunyai tetangga namanya Alena. Di sanalah kisah mereka dimulai. Alena yang nggak sengaja Hexa liat dari balkon kamarnya dan Alena yang nggak sengaja nginjek foto milik Hexa.
Dimulai dari hal-hal kecil itu, dari situ udah keliatan kalau Hexa tertarik sama Alena, dibilang mirip Louise Bourgoin pula (padahal nggak tahu siapa tuh?) (pas searching: wihhh cantikkk)

Lalu karena kesukaan mereka pada fotografi, Hexa dan Alena pertama kali berinteraksi lebih jauh adalah waktu mereka di Taman Foto Bandung. Hexa nggak sengaja liat Alena lagi foto tanah dari jarak sangat dekat. Hexa nganggep itu lucu dan dia langsung foto Alena dalam posisi begitu XD
Lama-kelamaan, secara tetanggan, dan balkon kamar mereka juga sebrangan, dan sama-sama suka fotografi, jadilah Hexa sering ngajak Alena ngobrol dan ngasih saran-saran gitu.

Cuma ada satu hal yang dicurigai Hexa soal Alena dan ayah tirinya. Tapi Alena menyembunyikan itu semua selama kedekatan mereka. Hexa sering ngajak Alena hunting foto bareng; pertama nyari kamera instan dulu di Braga lanjut foto-foto di New Majestic dan sekitarnya. Terus ada mereka yang ke Saung Angklung Udjo dan Bukit Moko.

Oh ya, di sini Hexa itu serumah sama sepupunya, namanya Riou (dan di ilustrasinya, menurutku dia paling ganteng XD) sementara Alena tinggal bersama Mama, Ayah tiri, dan Kakak tirinya yang bernama Altair (seorang Chef yang punya bistro di Dago; La Cuisine)

Di sini peran mereka nggak terlalu banyak menurutku, bener-bener cuma pendukung konfliknya aja. Kecuali Riou, dia sering muncul. Ih gemes banget sama dia WKWK. Kebanyakan semua bab hanya fokus ke Hexa dan kerjaannya, atau Alena dan kuliahnya, atau mereka berdua. *yaiya orang novelnya tipis*

---

Kita mulai dari hal-hal yang kurang kusukai dari novel ini ya.

♠ Ini yang paling membuatku terganggu. Karena Alena itu orang Bandung, dan sebagai orang Bandung, tentu di sini nggak akan pakai percakapan ‘lo-gue’ sehari-hari. Kecuali di chat mungkin ya, anak sok gaul bilangnya lo-gue (nunjuk diri sendiri). Sementara Hexa pernah tinggal di Jakarta dan dia pakai bahasa lo-gue. Dan satu tokoh yang agak sering muncul (Riou) dia karena orang Prancis tulen, bahasa Indonesianya formal banget.

Aku cuma heran aja kok mereka betah ngobrol campur-campur gitu. Aku punya temen orang Jakarta dan dia biasa pakai lo-gue. tapi kalau ngomong sama orang luar Jkt, dia selalu pakai aku-kamu. Biar klop, biar nyambung gitu loh. Mungkin aku masih bisa tolerir kalau yang ngobrol Alena-Hexa atau Hexa-Riou. Nah, ada scene yang mereka bertiga semua ada. Lah pusing dah tuh XD

♠ Jujur, yang kurang kusukai dari novel lokal adalah cara penulisnya menimbulkan ketertarikan antara dua tokoh yang emang udah dipairing sejak awal. Salah satunya ada di novel TSS hal. 53

“Tiba-tiba dia merasakan sensasi aneh yang membuatnya ingin melompat ke seberang dan menarik gadis itu ke pelukannya.”

Seriously, ini baru di bab 4 dan membuatku agak merinding. Atau mungkin aku (yang masih bocah ini) nggak begitu paham bagaimana cara orang dewasa jatuh cinta. Cuma disenyumin, ngomong beberapa kalimat, nggak kenal-kenal amat pula. Sesungguhnya ini too much, menurutku.

♠ Hal. 90. “Kalau senyum lenyap dari bibirnya, orang-orang akan mulai bertanya macam-macam kepadanya.”

Diceritakan bahwa Alena ini selalu menyembunyikan lukanya dengan cara terus tersenyum. Aduh Kaklen sayang banget punya orang-orang sepeduli itu tapi lebih milih senyumin aja hanya karena males buat nanggepinnya:(. Ng..mungkin yang kurang kusukai adalah alasan yang dipakai Alena XD

♠ Jujur aja, aku nggak begitu penasaran dengan masa lalu Hexa-Alena. Apalagi di bab-bab awalpun aku sudah bisa menebak apa yang terjadi pada Alena. Cuma, sebagai pembaca dengan ekspetasi tinggi yang aneh, aku selalu mikirin hal-hal terburuk yang bisa penulis kasih ke tokohnya, aku mulai mikir macem-macem dan senyum-senyum nggak jelas karena pikiranku. Nyatanya konfliknya sangat biasa menurutku.

♠ Alasan kenapa Alena menyembunyikannya bikin aku pengen nangis kejer karena kesel sumpah WKWK nggak abis pikir aja Alena kok bisa yah punya pikiran kek gitu. Aku suka karakter Alena kecuali alasan dia yang satu itu, nggak masuk akal, dan malah nyakitin diri sendiri. Aah, aku frustrasi baca hal. 113. Aku tahu sih penulisnya emang penginnya bikin karakter Alena kayak begitu, tapi aku nggak suka aja:(

Alena itu menurutku agak polos, udah mau ending, dan dia udah keliatan banget suka sama Hexa, tapi masih bilang ‘perasaan aneh’ #gereget

Hal-hal yang aku sukai:

♠ Sudut pandang orang ketiga dari sudut Alena di halaman 57 sangat nyata dan aku bener-bener dapet feel-nya. Ini ceritanya adegan Hexa-Alena mau kencan pertama uhuy!

♠ Mulai dari halaman 100, aku udah bisa nemu inti dari cerita ini dan bukannya perkenalan awalan hubungan Alena-Hexa yang datar (dan bikin aku bosan). Konflik berat mulai muncul dan aku sangat menikmati tulisan yang menantang di halaman-halaman itu, bikin ikut ngerasa tegang. Aku suka gimana penulisnya bikin suasana, karena emang sejak awal mengalir lancar seperti sungai, jadi pas ada riak sedikit pun kerasa banget.

♠ Ada scene di mana Hexa bikin aku kesel di halaman 106. Tapi aku masukin ini ke hal-hal yang kusukai karena perasaanku bilang: penulisnya hebat bikin pembaca ikut emosi XD

♠ Di halaman 109-110 Aku suka sekaligus gereget sama karakter Alena. Mungkin karena aku keseringan baca fantasi, aku jadi gereget sama karakter cewek yang lemah lembut kayak Alena dan lebih suka yang strong (secara fisik dan mental). Tapi aku udah bilang kan, aku suka karakter Alena meskipun dia bukan tipeku banget (kecuali alasan dia menyimpan rahasia), apalagi pas dia cemburu unchhh gemessss!

♠ Kalau kebanyakan pembaca lain yang kuamati lebih seneng sama Chef ganteng aka Altair (dan minta lebih banyak scene-nya) tapi aku lebih suka Riou! Dia bener-bener bikin cerita yang datar dan penuh cinta (yang lagi-lagi bukan tipeku) antara Alena-Hexa jadi lebih berwarna :)) Jadi pengin nyubit Riou! Jadi pengin banyak scene Riou! Riou aku padamuuuuu *kisskiss*

♠ Mendekati akhir, di halaman 180 lagi-lagi aku dibuat merinding dan ikut ketakutan membaca kisah Alena. Feel ngerinya dapet banget dan aku jadi ngebayangin kalau aku sendiri yang ngalamin kejadian itu. Ya Tuhan~ the best part menurutku. Setelah Riou di beberapa bab sebelumnya.

♠ Yang terakhir...ILUSTRASINYA! Astagaaa nggak nyangka aja itu ilustrasi bikinan penulisnya sendiri. Keren bangeeet. Kebetulan aku juga emang suka menggambar, aku pernah bikin ilustrasi untuk ceritaku sendiri (yang sekarang masih tersimpan rapi dalam dokumen) meskipun gambarnya nggak bagus-bagus amat dan cenderung mengarah ke anime XD



Qoute fav-ku:

"Kerinduan. Hujan selalu mengirimkan kerinduan." - hal 71
"Semakin dia membiarkan dirinya tenggelam, dia bisa menemukan sisi gelap yang anehnya membuatnya diselimuti rasa aman." - hal 72
"Sometimes, it's okay not to be okay."

"Namun, lama-kelamaan pertahanan itu berbalik mencekiknya. Penderitaannya tidak juga berhenti." - hal 144

"Jawaban dari pertanyaan 'mengapa?' lebih mudah dijawab dengan 'karena ini salahku'. Terkadang pemikiran itu muncul begitu saja, membuat segalanya terasa lebih mudah." hal 116



Sekarang aku mau cuap-cuap lagi. Jadi kan novel ini fokus utamanya adalah soal fotografi, dan aku yang nggak tertarik sama dunia itu, kadang dibikin bosen itu karena terlalu banyak scene tentang hobi mereka itu, dan beberapa footnote istilah fotografi yang sama sekali nggak bisa kubayangin. HEHE.

Lalu di bagian blurb ada kalimat yang bilang ‘Ketika sisi gelap paling rapuh Alena terkuak, siapkah Hexa untuk tetap berada di samping Alena?’ Sejujurnya aku sempat menaruh tinggi ekspretasiku pada konfliknya dan sampai nanya ke admin Haru di fb tentang genre novel ini? Sisi gelap gitu kayak yang thriller. Ternyata kata miminnya ini romance. Satu lagi too much. Dan aku sama sekali nggak nemu scene Hexa di mana dia pantas mendapatkan pertanyaan ‘Siapkah?’

Sedikit hal yang aku gagal paham. Di halaman 216 dikatakan: “Altair juga kehilangan ibu kandungnya karena ayahnya.”

Tapi di hal 233 dikatakan kalau ibu kandungnya Altair ada kok, sehat walafiat. Aku kira di kalimat itu ceritanya Ibu Altair meninggal ya, makanya dia terpaksa ikut ayahnya. Tapi kalau ternyata masih ada, kenapa Altair nggak ikut ibunya? .___.

Bagian tipikal banget: Balkon yang bersebrangan XD emang banyak sih, dan baru-baru juga aku baca hal kayak gitu di novel Everything, Everything-nya Nicola Yoon. Terus tipikalnya Alena di hal. 173 “Apa Hexa juga tersenyum seperti itu pada cewek yang dia suka?” Hadeuh XD

Dan untuk endingnya, yup, aku puas sekali. Diakhiri dengan sangat manis semanis covernya. Berharap Alena bisa kedepannya bisa lebih baik menyikapi masalahnya, jangan kek gitu lagi. HEHE.
Terakhir, aku kasih 3 dari 5 bintang untuk Riou novel debut Kak Makna yang sekarang lagi di New York!



P.s ngiri deh liat foto-fotonya Kak Makna di IG. Jadi pengen nyusul. Hihi :D
P.s.s maaf jika masih banyak kekurangan, mohon kritik dan sarannya :D

Senin, 06 Februari 2017

[RESENSI] Being Henry David By Cal Armistead


Halo! Akhirnya di awal bulan Februari ini bisa mulai latihan review novel lagi. Bulan ini, novel yang berhasil aku selesaikan adalah Being Henry David karya Cal Armistead. Novel ini sebenarnya aku beli barengan sama The Girl On Paper, dan aku baca setelah TGOP selesai. Sayangnya, tidak seperti TGOP, ada hal-hal yang membuat aku menunda baca BHD dan baru selesai dua hari kemarin HE.

“Hal terakhir yang kuingat adalah ‘sekarang’.”

sumber: google



Judul: Being Henry David
Penulis: Cal Armistead
Penerjemah: Dewi Sunarni
Penyunting: Novianita
Proofreader: Seplia
Layout Cover: @teguhra
Penerbit: Spring
Jumlah halaman: 279 hlm.



Blurb:

‘Hank’ tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku berjudul ‘Walden’ karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya.

Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya. Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?

Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?

dok.pribadi


Yah! Jadi review kali ini, aku sedang mencari jati diri gaya ulasan yang pas buatku, jadi aku masih ganti-ganti cara reviewnya yaa!

Jujur, sejujur-jujurnya, aku ketipu sama buku ini. HAHA. Nggak juga sih, akunya aja yang rada o’on sepertinya WKWK.

Jadi, sebagai penggemar berat novel terjemahan, aku ngefans sama penerbit Spring, ikutin semua sosmednya (meskipun bukunya baru punya tiga HEHE). Dan waktu Spring baru nerbitin novel ini, aku udah jatuh cinta sama sinopsisnya. Ya, sinopsis, nggak kayak TGOP yang aku jatuh cinta duluan sama covernya, baru sinopsisnya.

Salah satu hal yang aku sukai dari novel terjemahan adalah, idenya yang unik, dan nggak pasaran, malah sinopsisnya bikin penasaran setengah mati. Kalau soal covernya, jujur aku nggak tertarik tapi setelah aku cari-cari info soal penulisnya dan novel ini, memang cover aslinya pun nggak jauh beda dari tema cover versi Indonesianya (dan memang sesuai dengan isinya).

Kenapa tadi aku bilang ketipu? Soalnya novel BHD bener-bener jauh dari ekspetasiku. Aku yang tadinya kebayang akan petualangan ‘Hank’ dan cara menantang yang bakal dia lalui untuk menemukan jati dirinya, atau teka-teki, dan masa lalunya yang twist.

Tapi o’onnya aku, aku lupa kalau genre novel ini bukanlah adventure/action or fantasy. Jadi harapanku menemukan kisah menakjubkan(versiku) pupuslah sudah. Itulah juga yang bikin aku sering tunda-tunda baca BHD dan seling sama novel yang lain.

Review

Seperti yang dituliskan di sinopsisnya, novel ini bercerita tentang ‘Hank’ –sebut saja begitu (kan dia nggak inget apa-apa ya) yang terbangun di Stasiun Penn dengan keadaan hilang ingatan dan hanya ada sebuah buku berjudul Walden karya Henry David dan uang sepuluh dolar.

Nah, di sini nih, aku gereget banget bahkan belum sampai konflik sesungguhnya udah senyam-senyum nggak jelas. Di stasiun Penn, dia ketemu gelandangan namanya Frankie, yang lucunya, dia makan se-galanya. Yap, dia makan apapun! #gereget

Sempat berantem dikit sama Frankie karena dia makan buku Walden, datanglah polisi yang melerai. Nah, diceritakan kalau Hank itu punya firasat dia nggak boleh berhubungan sama polisi (yang tambah bikin aku bertanya-tanya ada apa dengan masa lalu Hank, kayaknya dark-dark gimanaaa gitu).

Lalu ekspetasiku muncul: dia ketemu sama anak gelandangan lain yang sebaya, namanya Jack (nama samaran) dan Jack jugalah yang memberi nama Hank pada Hank karena Hank bilang namanya Henry.

“Henry,” ucap Jack bimbang, mencoba melafalkan. “Kau tidak terlihat seperti seorang Henry. Aku akan memanggilmu Hank.” Dan begitu saja, aku menjadi Hank.(hlm. 16)


#Ngakak

Novel ini punya sudut pandang orang pertama, yaitu Hank, kalau orang ketiga, ya nggak bisa dong jadi novel penuh rahasia di setiap halamannya WKWK #youdontsay

Lama-kelamaan, masih di bab-bab awal, faktor yang membuat aku kurang srek dan nggak nyaman baca novel ini adalah penulisannya. Terjemahannya memang begitu, atau emang kurang enak aja dibaca. Contohnya gini:

“Si Thoreau menulis buku ini pada pertengahan 1800-an, karena itu awalnya tulisan dia terasa sedikit aneh bagiku.” Hlm. 29

Dan ada beberapa lain yang mengangguku tapi lupa catet halamannya hee. Selain itu ada sedikit plot hole menurutku. Pengennya pap sih tapi ribet dan akunya males HE. Jadi di halaman 34 dijelaskan kalau Hank dan Jack berantem sama pemabuk dan pencandu bernama Simon.

“Dia berhasil melepaskan diri dari cekikan Jack, melemparkannya dari punggungnya, membuat Jack pingsan.” Hal. 34.

Oke, garis bawahi ‘Jack pingsan’.

Tapi di hal 35 aku menemukan: “Jack dan aku mundur dua langkah …”

 Oke, beberapa baris aja Jack udah sadar lagi XD

Lalu ada lagi kalimat menganggu seperti: “dedaunan dan tanah dan pinus.” Aku nggak tau ya, mungkin novel aslinya emang begitu tapi menurutku kebanyakan kata hubung ‘dan’.

Selepas dari itu semua, selanjutnya aku sangat menikmati kisah Hank. Terutama ketika dia mulai mengenal sosok Thomas –seorang peneliti perpustakaan yang berperan banyak dalam membantu Hank menemukan siapa dirinya. Kalau Hank nggak ketemu Thomas, mungkin sekarang Hank lagi luntang-lantung di jalanan kayak Jack dan nggak ada ‘kebetulan-kebetulan’ menyenangkan dan menguntungkan untuk Hank :))

“Aku tidak bangga akan itu. aku dulu anak yang pemarah dan pemberontak. Aku masih pemberontak, tapi aku tahu cara menyalurkan energi itu.” – Thomas (hal.130)


~mauu dong caranya mauuu mas Thomas~~

“Perasaan tidak diinginkan siapa pun dan kau tidak diterima di mana pun bisa membuat seseorang sedikit gila.” – Thomas (Hal. 132)


Karena semua di sini tokoh remaja, apalagi Jack yang nggak bisa jadi panutan, Hank juga nggak menginspirasi karena hilang ingatan, Thomaslah yang membuat banyak perubahan pola pikir, dan memberikan banyak pesan moral di novel BHD. Menurutku si Mas Thomas ini adalah karakter penguatnya.

Jangan lupakan romance. Meskipun aku penikmat fantasi, tapi aku selalu mengharapkan ada romance yang sedikit banyak bikin baper HAHA. Setelah memutuskan untuk berpisah dengan Jack, Hank melakukan perjalanannya –Being Henry David– dan di kota Concord, dia bertemu gadis cantik yang membuat dirinya terpikat, namanya Hailey. Jujur, kisah asmara mereka nggak banyak bikin baper, tapi aku suka gimana cara remaja di sana menyikapi rasa cinta. Lucu, dan sederhana. Meskipun bukan itu intinya, Hailey hanya selingan dan sadly, in the ending, she’s disappear. How can you just –argh! *ngomel ke Cal*

***

Yeah, semakin ke akhir semakin spoiler karena memang sulit untuk mereview BHD secara keseluruhan, intinya lama-kelamaan Hank memang akan benar-benar menemukan petunjuk siapa dirinya karena novel Walden karya Henry David, meskipun sampai akhir, nggak dijelasin dari mana asalnya novel itu bisa ada bersama Hank di Stasiun Penn ataupun kalimat yang membuktikan bahwa Hank memang membawa buku itu bersamanya. Semua masih menjadi teka-teki~

Hingga akhirnya Hank menemukan masa lalunya, menemukan asal muasal ‘monster’ penghuni jiwanya, dan seriously, aku nggak tahan buat nggak nangis. Aku seolah merasakan apa yang Hank alami selama ini, perasaan terdalamnya. Jujur aku lebih menghargai baper tentang kehidupan dan suka-duka hidup di dunia daripada masalah cinta.

Meski cerita ini tidak seperti yang kuharapkan, tapi cerita ini mampu mengambil sudut simpatiku yang terdalam. Sumpah, novel ini kece banget. Plis, para remaja, jangan kecanduan tokoh fiktif pembuat bapermu, coba baca kisah Hank, meskipun dia bukan tipe cowok romantis bikin blushing dan senyam-senyum gak jelas, tapi jelas kisah Hank jelas lebih berfaedah HAHAHA :v

Aku nggak nyesel menginginkan buku ini, nggak nyesel lanjutin sampai akhir. Meskipun endingnya nggak bikin perasaanku ‘plong’ setelah badai-gelombang yang menerpa hidup Hank. Terlalu singkat, dan terlalu dipaksakan endingnya seperti itu. Tebakanku sih, (ngeliat babnya dikit banget cuma 18 dan ternyata ini novel pertama Cal) pasti ini ketentuan penerbitnya yang membatasi halaman. Jadi, Cal terpaksa membuat ending seperti itu. Hiks.

***

Banyak cuap-cuap, akhirnya sampai di ending reviewku. Ini semua daftar favorit quotesku. Sebelum benar-benar memantapkan diri belajar review, aku dari dulu selalu mencatat kalimat-kalimat yang membuatku baper, yang 11-12 sama keadaan hidup dan perasaanku lah #ea

“Mimpi-mimpi kenangan buruk adalah ketika aku melihat diriku sendiri menjadlani hari-hari sebagai ‘anak baik’, padahal dalam kenyataannya aku menahan diri sedemikian rupa hingga aku ingin menghancurkan perabotan dan melemparkan barang-barang ke tembok dan berteriak sampai pembuluh darah di kepalaku pecah. (cut spoiler). Dari luar, aku anak yang sempurna –seperti patung pualam yang sempurna, tenteram, dan tidak nyata. Di dalam, isinya ular-ular dan belatung-belatung dan pecahan kaca.” – hal 193
“Kau tahu, terkadang aku bertanya-tanya apakah dia terganggu karena sebenarnya dia tidak pernah tiba di puncak. Dia sudah begitu dekat, dan pada saat itu dia berpikir dia berhasil. Kukira itulah yang penting.” – hal 203

“Merenungkan masa depanku sama seperti mengintip ke dalam lubang hitam. Semua orang sudah harus merencakannya pada umur delapan belas tahun: daftar tujuan hidup, sebuah rencana hidup yang lengkap. Iya, benar. Aku takut untuk menceritakan ini kepada siapa pun, tapi aku tidak punya rencana. Aku bahkan tidak punya petunjuk.” – hal 207

“Aku tidak pernah menemukan teman yang begitu setia seperti kesendirian.” – hal 244



Makin akhir makin baper:

“Akhirnya, aku tak sanggup lagi menjalani hidupku, tak bisa mengatasi rasa bersalahku. Aku tahu aku harus lari atau akhirnya aku akan menggantung diri di garasi. Sesederhana itu.” – hal 265



“Ini akan menjadi akhir yang bersih bagi hidupku yang sia-sia. Cara yg baik untuk mati.” – hal 271



“Memilih hidup berarti menghadapi rasa sakit dan aku tidak cukup kuat. Kematian adalah akhir, pelarian pamungkas bagi kita yang berada dalam pelarian. Jadi inilah akhirnya: berpegang pada batu dan hidup. Atau melepaskan dan mati.” – hal 272



Kuingatkan sekali lagi, BHD cuma sampai halaman 279 loh, hal 272 aja ada kalimat kek begitu, jadi coba tebak…happy end or sad end?? Hihi :D

Terakhir, aku kasih 3.5 dari 5 bintang buat ‘Hank’ or DH. ♥

Senin, 23 Januari 2017

[RESENSI] The Girl On Paper by Guillaume Musso

 “Gadis itu terjatuh dari dalam buku.”


sumber: google



   

Judul: The Girl On Paper – La Fille de Papier
Penulis: Guillaume Musso
Penerjemah: Yudith Listiandri
Penyunting: Selsa Chintya
Proofreader: Titish A.K.
Design Cover: Chintya Yanetha
Penerbit: Spring
Jumlah halaman: 448 hlm.

   



Blurb: 

Gadis itu terjatuh dari dalam buku.

Hanya beberapa bulan yang lalu, Tom Boyd adalah seorang penulis miliader yang tinggal di Los Angeles dan jatuh cinta pada seorang pianis ternama bernama Aurore. Namun, setelah putusnya hubungan mereka yang terekspos secara publik, Tom menutup dirinya, menderita writer’s block parah, dan tenggelam dalam alkohol dan obat terlarang.

Suatu malam, seorang gadis asing yang cantik muncul di teras rumah Tom. Dia mengaku sebagai Billie, karakter dalam novelnya, yang terjatuh ke dunia nyata karena kesalahan cetak dalam buku terakhir Tom.

Meskipun cerita itu gila, Tom harus percaya bahwa gadis itu benar-benar Billie. Akhirnya mereka membuat perjanjian. Jika Tom mau menulis novel agar Billie bisa kembali ke dunianya, Billie akan membantu Tom untuk mendapatkan Aurore kembali.
Tidak ada ruginya, kan? Iya, kan?

dok.pribadi



SUMMARY

Pertama-tama, aku mau ucapin terima kasih banyak untuk Mbak Chintya Yanetha yang telah mendesain cover The Girl On Paper secantik ini! Serius, aku tuh tipe orang yang liat dulu sebuah novel dari covernya. HEHE. Dan, waktu liat cover novel ini, aku ngerasa kayak jatuh cinta pada pandangan pertama.

Ditambah lagi baca blurbnya, yang little bit fantasy. Aku penggemar berat hal-hal yang berbau fantasy, dan membaca blurb TGOP membuatku makin gemas ingin punya novel ini.
Well, sebenernya genre novel favoritku itu Teenlit dan Fantasy (terjemahan), karena aku masih remaja dan belum sreg sama novel-novel teenlit or fantasy Indonesia. Tapi aku biasanya lahap apapun novel yang nganggur di depan mata. HE.

The Girl On Paper bercerita tentang seorang novelis terkenal bernama Tom Boyd, yang lagi patah hati gegara diputusin pacarnya, seorang pianis ternama bernama Aurore. Di bab-bab awal diceritain gimana Tom bener-bener pengen Aurore kembali ke hidupnya, dia bahkan nggak segan melakukan hal-hal gila.


“Dia bukan teroris atau orang gila. Dia hanya seorang pria yang sedang jatuh cinta. Hanya seorang pria yang tidak bahagia.” (hlm. 17)

Karena stress berat kehilangan Aurore, Tom jadi kena writer’s block parah, dia nggak bisa lanjutin novel seri ketiganya dan terpaksa membuat sahabatnya, Milo jadi uring-uringan. Hingga akhirnya disuatu malam yang lagi mati lampu, gadis itu datang. Mengejutkan Tom yang setengah sadar karena pengaruh obat-obatan. Gadis itu, telanjang bulat..

Oke skip. Kita lanjut ke curhatku ya. The Girl On Paper terbit September 2016, yang mana aku lagi nggak punya uang buat belinya. Hiks. Karena aku pengen banget punya novel ini, segala macam cara aku lakuin buat dapetin novel ini (bukan beli, ikut GA-nya) #halah. Tapi sepertinya aku tidak cukup beruntung mengikuti semua giveaway itu hingga akhirnya aku menyerah dan bisa membeli buku ini di bulan Januari. Yah, telat emang. Tapi lebih baik telat daripada enggak sama sekali, kan? #ea




REVIEW

Teman-temanku yang baik hatinya, mau kasih tau, ini review pertamaku. Jadi kalau masih banyak salah dan kekurangan mohon dimaklumi ya. HEHE.

❄ S T Y LE / Writing

Novel ini pakai dua sudut pandang, yang pertama sudut pandang orang ketiga dan yang kedua sudut pandang orang pertama (Tom). Sebenarnya aku paling nggak bisa ngomentari style seorang penulis, karena kalau aku udah suka sama ceritanya, aku nggak begitu merhatiin stylenya dan malah tenggelam sama ceritanya…

But, aku selalu suka sama gaya penulisan novel terjemahan; enak dibaca, kalimat yang dipakai nggak seberaturan kalimat bahasa Indonesia tapi justru disitu daya tariknya, buatku. Percakapan-percakapan yang kayak nggak nyambung, tapi nyambung. #maksudlo

Mungkin karena itulah aku lebih suka baca novel terjemahan dan kurang suka novel lokal. Juga, narasi yang menjelaskan budaya di sana sama sekali nggak bikin aku terganggu karena berbeda jauh dengan budaya kita. Aku suka dan menerima banyak hal yang kutemui di dalam novel ini.

❄ P L O T

Kalau udah masuk bagian bahas plot. Fix, ini adalah hal pertama yang bikin aku berniat membaca bukunya sampai akhir dengan perasaan bahagia (buka halaman perhalaman tanpa tau waktu). Dari blurbnya, aku udah ngebayangin bagaimana kisah Billie dan Tom yang diramu oleh Musso. Dan itu bener-bener sesuai ekspetasi. Nggak nyesel jatuh cinta sama novel ini, plotnya bikin aku jatuh sejatuh-jatuhnya.

Sejujurnya aku (sebagai seorang penulis amatir) ini tipe yang suka dengan kejadian tidak terduga yang dialami tokoh dalam kurun waktu satu hari. Dan Musso memberikanku semua itu di dalam novel ini, membuatku membayang-bayang bagaimana kalau saja seandainya kehidupanku yang monoton ini bisa semengagumkan kisah Tom dalam waktu satu hari saja, meskipun hal terduga itu mengancam nyawa, tapi kayaknya seru. *daydreamer mode on*

“Aku benar-benar Billie Donelly. Aku benar-benar tokoh fiksimu dan percayalah, itu juga membuatku takut seperti halnya kau.”

Aku suka tiap-tiap kejutan yang Musso berikan, aku suka alurnya yang cepat dan detail. Meskipun terkadang aku lebih suka bagian yang penuh tantangan, novel ini mengalir dan banyak bagian yang adem-ayem namun penuh luka masa lalu yang bikin hati terenyuh.

❄ C H A R A C T E R S
     
Tom Boyd: Hei, Mastom. Aku sempet gereget sama dirimu karena patah hati sampai segitunya. Tapi, entah setelah terhipnotis oleh cara Musso mendeskripsikan hidupmu atau kisahmu sendiri memang menyedihkan, aku jadi mengerti kenapa kamu sebegitu terpuruknya.
Aku suka cara Tom memperlakukan dan berinteraksi dengan Billie (meskipun Tom tidak termasuk salah satu tokoh yang aku idolakan dari dunia fiksi) tapi Tom cukup bisa mengambil hatiku. Juga cara Tom mengasihi kedua sahabatnya, its so cute. Persahabatan kalian bikin aku iri. Hiks.

“Beberapa orang sangat pintar melakukannya: memulai hidup mereka kembali. Yang bisa kulakukan hanyalah meneruskannya.” – Tom (hlm. 437)

Billie Donelly: Kesan pertama kehadiran Billie adalah, aku langsung suka karakternya! Tipe cewek slengekan yang ceria, ceplas-ceplos dan menyebalkan dalam artian positif. Billie bagai angin segar yang membuat novel ini lebih hidup, karena karakter-karakternya yang lain begitu datar dan cenderung biasa saja, sementara Billie itu berwarna-warni, setidaknya itu yang aku pikirkan tentangnya.

“Ayolah, Tom, santailah sedikit. Untuk apa begitu cemas. Biarkan hidup memberimu hal-hal baik, dan jangan selalu takut kehidupan akan menyakitimu.” – Billie (hlm. 192)

Billie jugalah yang membuat hal-hal tidak terduga terjadi dan menggiring pembaca ke alur yang menyenangkan (secara kehadirannya sebagai tokoh fiksi yang jatuh dari buku aja udah tidak terduga). Pokoknya aku cinta banget sama karakter Billie.

Milo Lombardo: Yap, dia ini salah satu sahabatnya Tom. Bisa dikatakan dia itu manager-nya Tom, yang ngurusin segala macem hubungan antara Tom dan Penerbitnya. Milo berperan besar dalam promosi novel-novel Tom bahkan sampai keuangan Tom. Dan yang bikin Milo uring-uringan karena Tom kena writer’s block adalah mereka bangkrut. HA. Mau nggak mau, Milo harus lakuin apapun agar Tom mau menulis lagi.

Kesan pertama Milo tuh, dia kayaknya lebih berwarna dari Tom. Kalau Tom itu abu-abu, Milo hitam deh. Milo adalah karakter sahabat yang bikin pembaca pengen ngebandingin dia sama sahabat aslinya di dunia nyata. Meskipun bawel, Milo itu perhatian banget dan bikin gemes kalau udah berhubungan sama perasaannya yang sesungguhnya.

“Kau benar-benar ingin aku mengatakannya? Kalau dia benar-benar cinta dalam hidupmu, dia seharusnya berada di sini, hari ini, bersamamu, berusaha mencegahmu agar tidak menghancurkan diri sendiri.” – Milo ( hlm. 33)

Dia juga punya kehidupan gelap walaupun nggak segelap:

Carole: (aku nggak tahu nama panjangnya siapa, atau udah disebutin tapi lupa HEHE) Carole ini tipe cewek wonder woman. Dan dia ini bikin aku ngiri sama bagaimana dia berhasil bangkit dari hidupnya yang kelam dan sekarang menjadi seorang polisi wanita. Keren ya? Aku suka bertanya-tanya ketika lagi baca bagian Carole, gimana kalau aku juga sehebat Carole…

Yah, Carole adalah inspirasi, aku bahkan berharap dia itu nyata. Dan aku juga berpikir apa orang-orang negeri sana punya sosok yang benar-benar setegar ini.

“Carole menceritakan rasa bersalahnya, bagaimana dia harus menahan semuanya sementara dia ingin melemparkan dirinya ke bawah bus setiap hari ketika dia pulang dari sekolah.” (hlm. 365)


*Kumenangis*

❄ S H O R T A G E

Kurasa nggak ada, dan aku maunya nggak ada! HAHA. Karena udah jatuh cinta banget, jadi aku rasa novel ini sudah sangat memuaskan. Nggak ada typo ( kata aku), nggak ada plot hole atau semacamnya. Novel ini, perfekt! (terus ngapain ditulis? biarin aja suka-suka)

❄ S U P E R I O R I T Y

Tentu saja aku akan bilang plot adalah keunggulan novel ini. Serius, ceritanya bikin gereget dari halaman awal sampai akhir. Apalagi mendekati ending, bagian yang jadi ‘penyelesaian konflik’ bikin aku sampai mengumpat beberapa kali saking geregetnya. HEHE. Endingnya menurutku nggak ketebak, tapi masuk ke bagian ending, jujur aku kurang puas sama endingnya tapi cukup bikin aku mesem-mesem.

Aku juga sukaaaaa banget ide Musso, di mana dia menjabarkan tentang Billie –si Gadis Kertas. Dari mulai tinta di dalam tubuhnya, hydrogen peroksida (zat pemutih kertas) di dalam tubuhnya, hingga darah yang memiliki kandungan selulosa! (bikin flashback zaman SMA :3)

❄ F A V O R I T E  S C E N E

Aku suka bagian awal saat Billie dan Tom melakukan petualangan dari Los Angeles ke Meksiko demi memenuhi perjanjian mereka. Konyolnya Billie dan logisnya Tom bikin tiap kebersamaan mereka penuh dengan tawa dariku. Dan tentunya, saat puncak konflik di mana Billie melakukan sesuatu di depan Aurore yang diyakininya bisa membuat gadis itu kembali kepada Tom.
*saya kelepek-kelepek*

❄ F A V O R I T E  Q O U T E S


Karena dia terlahir sebagai orang kaya raya. Karena baginya, hidup adalah sebuah permainan, sedangkan bagi kita, hidup adalah perjuangan. (hlm. 33)

Tetapi, memangnya siapa aku ini hingga berhak menghakimi mereka? Bukankah aku sendiri juga menjadi salah satu dari orang-orang yang kubenci? (hlm. 40)

Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan –kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat– sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah. (hlm. 74)

Dunia tidak memberimu hadiah apapun, percayalah. Kalau kau ingin punya kehidupan, curilah. – Lou Andreas Salomė

Kalau seni ada karena kehidupan nyata dirasa tidak cukup, mungkin ada saatnya ketika seni tidak cukup lagi dan satu-satunya kesimpulan logis adalah kegilaan dan kematian. (hlm. 109)

❄ O V E R A L L

Novel romance young-adult ini, yang seharusnya jadi kisah cinta dalam nan serius berhasil dibuat menjadi kisah petualangan kecil yang penuh cinta, luka, dan perjuangan. Aku nggak pernah terpikir sebelumnya bisa suka sama novel romance, tapi The Girl On Paper merubah segalanya. Aku suka semuanya yang ada di dalam novel ini.

Rekomended banget bagi kalian yang suka kejutan dan hal-hal yang diluar nalar, lalu.. jangan lupakan twist yang diberikan di novel ini. Aku jamin kalian bakal ketagihan baca karya Musso yang lain! (Sst, katanya sih, Penerbit Spring mau terjemahin karya Musso yang lainnya! *yeay*)

❄ S T A R S
Terakhir, aku kasih 5 dari 5 bintang untuk cerita yang luar biasa dari negeri paling romantis, Perancis ini.

Jumat, 26 September 2014

[RANDOM] Keserakahan VOC


edited Maret 2017: Hai adik-adik kelasku di manapun kalian berada... cuap-cuap bentar, sebenernya postingan ini aku bikin waktu aku kelas 2 SMA.

Postingan ini aku copas juga sebenernya, tapi susah bangeeeet nyari blog yang punya info selengkap ini. Dulu pun aku masih bocah dan emang niat buat nugas aja jadi nggak kepikiran buat nyantumin sumber. Astaga..maafkan aku siapapun yang jadi sumber isi postingan ini.. Maaf dan Terima Kasih. Aku izin nggak hapus postingannya siapa tahu bermanfaat dan lebih mudah ditemukan :')





KESERAKAHAN VOC (BUKU SEJARAH KELAS 2 SMA)

sumber: google


(Disclaimer : Tulisan yang bukan berupa sejarah adalah murni hasil opini dari saya, mohon maaf apabila ada kesalahan dalam kata-kata dan kesalahan pada informasi.)

Serakah, dalam artian berarti selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki. Banyak sekali contoh kasus keserakahan yang ada di sekitar kita, bahkan sampai ke lingkungan pemerintahan. Karena kehidupan itu tidak pernah lepas dari yang namanya keserakahan.


Lantas, mengapa rakyat Indonesia yang terkenal berbudi luhur bisa tersambit oleh racun yang dinamakan keserakahan? Lihatlah contohnya seperti kasus korupsi yang merajalela. Apakah semua keserakahan itu karena murni berasal dari ketidakpuasan jiwa yang selalu menuntut lebih dan diiringi perasaan kurang bersyukur ataukah bangsa Indonesia mencontoh jejak orang (bangsa) lain?

Tidak ada yang menguntungkan dari bersikap serakah, bahkan malah menimbulkan malapetaka. Mari sedikit kita menengok ke belakang, melihat sebagian masa lalu bangsa asing yang sekarang menjadi kiblat sebagian besar bangsa Indonesia.





A.  Berdirinya VOC

VOC, atau Vereenidge Oost Indische Compagnie, yang tidak lain tidak bukan adalah kongsi dagang milik Belanda di Indonesia. Menilik sedikit tentang identitasnya; VOC didirikan di Amsterdam pada tanggal 20 Maret 1602 oleh Parlemen Belanda dan dipimpin oleh Dewan Tujuh Belas serta menguasai perdagangan di Nusantara.
Bagaikan negara di dalam negara, VOC memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak yang sangat luas serta menguntungkan. Di antaranya sebagai berikut:  
  • Melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk kepulauan Nusantara, 
  • Membentuk angkatan perang sendiri,
  • Melakukan peperangan, 
  • Mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat, 
  • Mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri,
  • Mengangkat pegawai sendiri, dan
  • Memerintah di negeri jajahan.
Karena memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan melakukan peperangan, maka VOC cenderung ekspansif. VOC berupaya memperluas daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya.

Saat itu, karena “Dewan Tujuh Belas” tidak mampu bekerja secara cepat dan efektif, maka dibentuklah Gubernur baru dalam organisasi tersebut yang merupakan jabatan tertinggi.
Gubernur jenderal VOC yang pertama adalah Pieter Both (1610-1614). Salah satu sejarah yang ditinggalkannya adalah tanah yang dibeli di sebelah timur Muara Ciliwung yang menjadi cikal bakal hunian VOC di Jawa dan cikal bakal Kota Batavia.

Kepeminpinan Pieter Both di Jayakarta awalnya bersikap baik pada rakyat, hingga ‘kenyamanan’ yang dibalas oleh rakyat malah membuat orang-orang Belanda itu mulai memanfaatkannya dengan bertindak sombong dan sikap congkak. Terkadang, karena merasakan kenikmatan meraup keuntungan dari tanah Nusantara, orang-orang Belanda bahkan sampai melakukan kekerasan dan paksaan. Hingga akhirnya mereka diusir oleh rakyat dan menyingkir ke Maluku.

B.   Keserakahan VOC

Setelah beberapa kali berganti gubernur, hingga tibalah masa pemerintahan J.P Coen yang terkenal sangat bernafsu untuk memaksakan monopoli. VOC kembali ke Jayakarta dan merebut daerah tersebut. Mereka membumihanguskannya kemudian mengganti namanya menjadi Batavia dengan bangunan khas Belanda.

Di sinilah makin besarlah keserakahan VOC terhadap bumi Nusantara. Di antara contoh-contohnya berikut ini;
  • Membangun pusat perdagangan diberbagai daerah.
  • Menguasai pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli perdagangan.
  • Melaksanakan politik devide et impera ( memecah dan menguasai ) dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
  • Melaksnakan sepenuhnya Hak Octroi yang ditawarkan pemerintah Belanda.
  • Membangun pangkalan / markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah dipusatkan di Jayakarta ( Batavia).
  • Melaksanakan pelayaran Hongi ( Hongi tochten ).
  • Adanya Hak Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang melebihi ketentuan.
  • Adanya verplichte leverantien ( penyerahan wajib ) dan Prianger Stelsel ( system Priangan )
  • Melakukan pembunuhan terhadap rakyat pribumi, orang-orang Tionghoa, maupun orang asing
  • Melakukan kondolisasi kedudukan.





Selain itu ada juga beberapa daftar keserakahan VOC menurut tahunnya : 
  • Pada Februari 1605, Armada VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu pertahanan Portugis di Ambon dengan imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di Hitu. 
  •  Pada tahun 1609, VOC membuka kantor dagang di Sulawesi Selatan. Namun niat tersebut dihalangi oleh Raja Gowa. Karena Raja Gowa telah melakukan kerjasama dengan pedagang-pedagang Inggris, Prancis, Denmark, Spanyol & Portugis untuk melawan VOC. 
  •  Pada tahun 1610, Ambon dijadikan pusat pengendalian VOC, yang dipimpin oleh seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 periode gubernur-jendral tersebut, Ambon tak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar VOC karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia.
  • Pada 12 Mei 1619, Pihak Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru Jayakarta sebagai Batavia. 
  •  Pada Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen, seorang warga negara Belanda, melakukan pelayaran ke Banten dengan 17 kapal. 
  •  Pada 30 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul mundur tentara Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer & administrasi yg relatif aman bagi pergudangan & pertukaran barang-barang, karena perjalanan dari Batavia mudah mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dan Eropa. 
  •  Pada tahun 1619, Jan Pieterszoon Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia menggunakan kekerasan, untuk memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yg menghalanginya. Dan menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang VOC. 
  • Pada tahun 1619 pula, terjadi migrasi orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik sebanyak mungkin pedagang Tionghoa yg ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi, Palembang & Malaka ke Batavia. Bahkan ada juga yqng langsung datang dari Tiongkok. Di sini orang-orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di Batavia. Mereka aktif sebagai pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, dan tukang yg terampil. 
  • Pada tahun 1620, dalam rangka mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan pembuangan, pengusiran bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda & berusaha menggantikannya dengan orang-orang Belanda pendatang & mempekerjakan tenaga kerja kaum budak. 
  • Pada tahun 1623,VOC melanggar kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12 agen perdagangan Inggris, 10 orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong kepalanya. 
  • Pada tahun 1630, Belanda telah mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-dasar militer untuk mendapatkan hegemoni perniagaan laut di Indonesia. 
  • Pada tahun 1637, VOC yang telah beberapa lama di Maluku tak mampu memaksakan monopoli atas produksi pala, bunga pala, dan yg terpenting, cengkeh. Penyeludupan cengkeh semakin berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yg anti dengan VOC. Gubernur-Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap para penyeludup & pasukan-pasukan Ternate di Hoamoal. 
  • Pada tahun 1643, Arnold de Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate dengan memaksa raja Ternate Mandarsyah ke Batavia & menandatangani perjanjian yg melarang penanaman pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yg dikuasai VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh melebihi kebutuhan untuk konsumsi dunia. 
  • Pada tahun 1656, seluruh penduduk Ambon yg tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah di Hoamoal dimusnahkan dan akibatnya daerah tersebut tak didiami manusia kecuali jika ekspedisi Hongi [armada tempur] melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon cengkeh liar yg harus dimusnahkan.
  • Pada 1670, VOC telah berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia Timur. Pihak Belanda masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya tak begitu besar. VOC pun menebangi tanaman rempah-rempah yg tak dapat diawasi, Hoamoal tak dihuni lagi, orang Bugis & Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak orang-orang Eropa & sekutu-sekutu yg tewas, semata-mata guna mencapai maksud VOC untuk memonopoli rempah-rempah. 
  • Pada tahun 1674, Pulau Jawa dalam keadaan yg memprihatinkan, kelaparan merajalela, berjangkit wabah penyakit, gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan, & hujan yg tak turun pada musimnya. 
  • Pada tahun 1680, VOC pada dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu saja di Jawa. Daerah pegunungan seringkali tak berhasil dikuasai & daerah ini dijadikan tempat persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi pemberontakan-pemberontakan mengakibatkan kesulitan & menguras dana VOC. 
  • Pada tahun 1682, Pasukan VOC dipimpin François Tack & Isaac de Saint-Martin berlayar menuju Banten guna menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut & memonopoli perdagangan lada di Banten. Orang-orang Eropa yg merupakan saingan VOC diusir.
  • Pada tahun 1740, terjadi penangkapan terhadap orang Tionghoa, tak kurang 1. 000 orang Tionghoa dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih sesudah sering terjadi penangkapan, penyiksaan, & perampasan hak milik Tionghoa. 
  •  Pada Juni 1740, Kompeni Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yg tak memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini dilaksanakan dengan sewenang-wenang. 
  •  Pada 9 Oktober 1740, dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan ini ialah orang-orang Eropa & para budak. Dan pada akhirnya ada sekitar 10. 000 orang Tionghoa yg tewas. Perkampungan orang Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti sesudah orang Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan tugasnya yang rutin. 
  • Pada Desember 1741, awal 1742-VOC merebut kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan.

C.  Runtuhnya VOC

Di sini, ada beberapa faktor keruntuhan VOC.

  • Semakin banyak daerah yang dikuasai oleh VOC, pengawasannya pun semakin sulit. Kota Batavia semakin ramai dan padat karena orang dari timur asing seperti Cina dan Jepang diizinkan tinggal sehingga Batavia menjadi banjir penduduk dan mengalami banyak masalah sosial,
  • Parlemen Belanda menetapkan UU  bahwa Raja menjadi penguasa tertinggi VOC. Banyak pengurus yang mulai akrab dengan pemerintah sehingga mengabaikan kepentingan pemegang saham,
  • Pengurus tidak lagi berfikir untuk memajukan usaha perdangangannya, melainkan memperkaya diri,
  • Tahun 1673, VOC tidak mampu membayar dividen dan kas-nya pun merosot karena perang yang dilaksanakannya dan timbullah beban hutang,
  • Adanya ordinasi agar para pejabat VOC diperlakukan hormat oleh semua orang baik keturunan Eropa atau Indonesia,
  • Adanya ordinasi kedua agar para pejabat memakai kendaraan kebesaran, dan tentu itu semua membebani anggaran, dan
  • Mulai terjadinya korupsi di antara para pejabat.

Karenanya sudah sangat jelas mengapa VOC bisa dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Para pejabat VOC sudah gila hormat dan ingin berfoya-foya, bahkan mereka mulai melakukan korupsi.

Sehingga yang bisa disimpulkan, pemerintah Belanda menjadikan semua ini sebagai pelajaran agar bisa menjadi negara maju seperti sekarang ini.
Bagaimana dengan bangsa Indonesia sendiri? Yang seharusnya telah banyak belajar dari bangsa lain sebagai posisi ‘korban keserakahan’ dan lebih memikirkan yang terbaik untuk menjalankan perdagangan ataupun pemerintahan.

Tetapi justru yang terjadi adalah keserakahan banyak terjadi di dalam hal apapun, dan itu seperti menunjukan bahwa kurangnya menjadikan sejarah sebagai pelajaran dan kurangnya bersyukur pada diri manusia menjadikannya lupa diri dan terjerumus pada hal yang tidak baik seperti keserakahan.

Adapula kutipan yang berbunyi seperti ini;

“Mengapa bangsa yang dikatakan religius ini tidak pandai menjaga amanah kemerdekaan yang telah begitu banyak meminta korban itu? Apakah semangat multikultural dapa dijadkian modal untuk menjaga mosaik budaya Indonesia yang sangat kaya itu di masa datang yang tidak terlalu jauh? Bagaimana memerangai keserakahan yang dapat meluluhlantakkan semua yang sudah kita bangun selama ini dan hampir saja meruntuhkan keutuhan bangsa ini?” tanya Prof. Syafi’i. Jawaban dari pertanyaan ini yang disampaikan pada orasi penerimaan Anugerah Hamengkubuwono IX

Inti dari semua ini, belajarlah dari pengalaman, bukan mengulangi pengalaman yang salah agar membuahkan hasil yang bagus, tetapi ubahlah pengalaman tersebut agar kita tidak salah melangkah.


     Sumber:  Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 1 dan Keserakahan VOC di Nusantara (situs blogspot)


Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)