Sabtu, 12 Maret 2022

Satu Hal Terbaik dari Say Hi! Karya Inggrid Sonya (a review)

 

source: google


 

Judul: Say Hi!

Penulis: Inggrid Sonya

Penerbit: Elex Media Komputindo (2021-digital)

Jumlah halaman: 528 hlm

Baca via: Gramedia Digital

 

Seperti biasa, pembukaan dulu. Pertama kali gue baca karya Inggrid Sonya adalah Revered Back di Wattpad. Dulu, bener-bener sukaaaa banget sama ceritanya meskipun kalau dipikir-pikir lagi ceritanya drama abis tapi intense-nya yang bikin gue betah baca.

Lalu gue kenalan sama Nagra dan Aru, collab-nya Inggrid bareng penulis lain, dan sekarang gue udah lupa banget ceritanya tentang apa, maap gue pikun.

Setelah sekian lama, waktu lagi berselancar di Wattpad, gue nemu Say Hi! terus mikir, wih judulnya lucu. Pas baca blubrnya i was like: wow..this is definitely my type! Semenarik itu di mata gue. Waktu itu udah ada pengumuman mau terbit, gue yakinin diri sendiri mau baca fisiknya titik.

Setelah terbit, gue agak syok liat jumlah halamannya. Gue mulai ragu. Tapi ini tulisan Inggrid loh, yang Revered Back-nya bisa bikin gue kelemer-kelemer sendiri pas baca di sekolah! Oke, gue tetep mutusin buat jadiin ini wishlist gue.

Kebetulan sekarang gue lagi punya GD, akhirnya gue mutusin buat baca aja, beli fisiknya kalau gue bener-bener jatuh cinta aja deh sama bukunya. And you know what? I think I am grateful that i didn’t buy the book lol.

Bukan, bukan, bukan karena ceritanya nggak bagus. Ceritanya bagus banget, tapi ada beberapa hal yang bikin gue berenti tertarik ke novel ini.

Cerita ini berkisah tentang Ribby si itik buruk rupa yang sahabatan sama dua cowok ganteng idola sekolah bernama Pandu dan Ervan. Di tengah serangan ejekan dari seluruh murid di sekolah, Ribby udah lama ngerasa insecure karena penampilannya. Lalu, nggak sengaja dia nge-install aplikasi Say Hi! di mana kita bisa pacaran virtual secara anonim. Di sana, Ribby kenalan sama Robbi, stranger yang bisa diajak ngobrol apa pun termasuk ngehibur dan ngemotivasi Ribby untuk berubah.

Lalu ternyata, Robbi ini adalah cowok yang selama ini ada di dekat Ribby. Salah satu sahabatnya.

Gue suka banget sama gaya bercerita Inggrid. Tulisannya luwes dan enak dibaca. Apalagi nampilin sosok karakter utama yang nggak mainstream kayak tokoh-tokoh protagonist lain. Jujur suka banget sama penggambaran fisik Ribby.

Di awal-awal, gue masih excited banget buat baca novel ini. Meskipun menurut gue humornya agak garing hehe, jarang banget gue ketawa sepanjang buku. Gue degdegan pengen tau siapa Robbi, gue degdegan pengen tau gimana Ribby ngatasin insecurity-nya, ngatasin rasa mindernya, dan jadi lebih berani untuk merjuangin sabuk hitamnya di lomba, pokoknya cerita ini menarik banget!

Apalagi pas Ribby mulai merubah penampilannya karena mau lebih self-love, reaksi Pandu dan Ervan bener-bener keterlaluan dan itu sakitnya kerasa sampe ke sini:) Tapi untungnya ada Robbi yang siap ngehibur Ribby, walaupun tetep aja lelucon Robbi juga garing sih. Perasaan selera humor gue rendah dan receh abis tapi kenapa gue gabisa ketawa di sini aaaaa.

Jujur gue agak bingung untuk gimana nge-review buku ini. Yang jelas, gue mulai turn off setelah konflik pertama selesai. Ya, konflik pertama, alias ada yang kedua!! Dan yang gue suka dari buku ini tentu aja konflik antara ketiga sahabat itu dan identitas asli Robbi. Sialnya, gue gabisa ngomong banyak karena pasti spoiler, yang jelas ini PLOT TWIST ABISSSS gue si tukang nebak plot twist aja sampe kegocek trus kegocek lagi.

Udah tegang nih, tinggal antiklimaks, gue lagi suka dan semangat banget buat baca apa yang akan terjadi. Tapi guys, itu baru di halaman 300an, dan gue mikir... hah..200 halaman lagi nyeritain apa kalau sekarang identitas Robbi dan klimaks udah muncul? [menelan ludah]

Di situlah rasa ketertarikan gue mulai turun. Gue diajak masuk ke konflik kedua. Di konflik kedua ini, gue ngerasa ceritanya ganti jalur. Masih kereta keren yang sama, cuma pindah jalur. Bukan lagi berfokus ke Ribby maupun kedua temen cowoknya, melainkan ke Ipank, salah satu tokoh penting di Say Hi! Apalagi si Pandu, kayak cuma tempelan aja.

Di cerita konflik yang kedua ini, gue disuguhin tentang perjuangan untuk bangkit dari keterpurukan dan solidaritas. Gue nggak tau apakah gue boleh nyeritain konflik kedua ini tanpa bikin spoiler konflik pertama, yang jelas gue tau rasanya putus asa kayak Ipank dan pengen ngehindarin semua orang.

Anyway, Ipank adalah temen Pandu dan Ervan, temen Ribby juga di klub taekwondo. Ipank dan Ribby sama-sama berjuang untuk lomba.

I am not saying this second conflict was bad, i just didn’t sign up for this, honestly. I am sorry. Gue di sini, mutusin baca ini, untuk tau kisah Ribby dan dua sahabat cowoknya, bukan cerita ini. Jadi sebagus apa pun konflik kedua ini, gue nggak terlalu menikmatinya.

Gaya bahasa Inggrid yang tadinya ramah di otak gue, perlahan mulai berubah membosankan. Terlalu banyak narasi, terlalu banyak dialog nggak penting, humor yang masih gitu-gitu aja, ditambah lagi terlalu banyak kata-kata kasar. Gue bahkan sampe males baca scene di mana dikit-dikit ada rokok dan bahkan ada alkohol juga. I am actually fine with these kind of life style, but it irked me somehow. I didn’t know why.

Gue tadinya ngarepin konflik yang unyu dari sahabat yang diem-diem naksir sahabatnya. Tapi meskipun ekspektasi gue agak melenceng, gue tetep suka sama konflik 1.

Di konflik dua ini, gue juga sadar kalau gue nggak terlalu suka sama tokoh-tokohnya kecuali Ribby. Di awal Ervan sama Pandu yang meledak-ledak nggak jelas. Emosian banget ni anak dua. Ipank justru penyelamat yang bikin gue adem, makanya gue tim Ipank.

Tapi di konflik kedua inilah gue akhirnya lost interest juga sama Ipank, dia lebih meledak lagi ternyata. Trus gue mikir, yaelah ini anak-anak hobinya teriak-teriak ngegas mulu apa tdk lelah dik.. gue yang bacanya aja capek.

Besides konfliknya yang bikin gue lelah, satu hal yang perlu banget untuk dicatet dari novel ini, SAY HI! HAS GREAT CHARACTER DEVELOPMENTS! Sorry gue caplocks haha. Ribby, Ervan, dan Ipank adalah tiga karakter kuat yang nunjukin perubahan paling signifikan. Tapi gue paling suka bagiannya Ribby dan Ervan sih. Terutama Ervan yang bikin gemes hehe. Penasaran? Baca aja.

Sebenernya, konfliknya biasa, ringan, dan bagus buat nunjukin perkembangan karakter, tapi ya gitu, kepanjangan buset. Untuk konflik biasa dan mainstream gue kira nggak usah lah dibawain sepanjang ini, karena pada akhirnya ya udah tau endingnya bakal gimana.

Overall, takut kepanjangan dan udah ngga tau lagi harus ngetik apa karena takut spoiler, kadar cinta gue kebagi dua di buku ini. Gue suka banget 300 hlm awal yang menarik dan fresh menurut gue, tapi 200 halaman akhirnya draining energy banget. Gue suka karena ada antagonist yang nggak bisa dibenci dan plot twistnya yang bangke.

300 pages were such a masterpiece, 200 pages left wasn’t my cup of tea. Banyak banget hal yang bisa diambil dari novel ini di bagian characters development-nya. I wish I could give more than 4 stars at first but I should give it only 3.5 stars. It would be nice if the pages weren’t this long.

Apakah gue bakal berenti baca novel-novel Inggrid? Oh tentu tidak. Sayangnya gue agak gak tertarik untuk baca Wedding Converse apalagi Tujuh Hari Untuk Keshia yang katanya bombay itu. Definitely looking forward to another Inggrid’s masterpiece.

 

Dont forget to click follow button/submit your email below and see you!

 

 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)