Rabu, 05 April 2017

[RESENSI] When Love Is Not Enough by Ika Vihara

“There’s only one possibility: win, draw, or lose.” – Franz Beckenbauer




Judul: When Love Is Not Enough
Penulis: Ika Vihara
Editor: Afrianty P. Pardede
Penerbit: Elex Media Komputindo (2017)
Jumlah halaman: 271 hlm


Blurb:

Awalnya, Lilja Henrietta Møller berpikir, menikah dengan sahabatnya, Linus Zainulin, dan tinggal bersamanya di Munchen, akan menjadi sebuah pernikahan yang sempurna. Tidak ada yang salah dengan pernikahan mereka. Karena Linus dan Lily bisa sama-sama melakukan apa yang mereka suka. Tapi semua tidak sesempurna angan-angan Lily. Karier Linus sebagai pembuat kereta cepat, yang semakin menanjak, ternyata malah menghancurkan gerbong kehidupan pernikahan mereka.

Lily kehilangan laki-laki yang dia cintai. Ayah dari anaknya. Suaminya. Yang lebih buruk lagi, dia kehilangan sahabatnya. Sosok yang sudah bersamanya sejak dia dilahirkan. Lily kembali ke Indonesia, mencoba membangun kembali hidupnya, tanpa Linus bersamanya.

**

Seri Le Mariage dari Elexmedia yang pertama aku punya ini hadiah dari Writing Challenge Bersama Kampus Fiksi dan penulisnya sendiri, di blogku. Buat yang penasaran, boleh cek curhatanku (true-story) yang kutulis untuk ikutan challenge pertamaku di sini.

When Love Is Not Enough bercerita tentang Lilja (sumpah ini aku nggak tahu cara bacanya) atau Lily dan Linus. Dua orang yang bersahabat dari kecil, dan akhirnya memutuskan untuk menikah.
Udah banyaaak banget kisah-kisah sahabat jadi cinta teenlit yang ujung-ujungnya nikah dan hidup bahagia selamanya. Konyol sih, tapi bisa aja terjadi, dan aku pun berpikiran hal yang sama. Kalau nikah sama sahabat sendiri, kita udah mengenal sifat baik dan buruk masing-masing kan? Lalu ada juga fact yang pernah kubaca kalau menikah sama sahabat sendiri itu bisa lebih bahagia/langgeng(?)

“Kata orang, kalau sahabat menjadi pasangan kita, makan kita mendapatkan persahabatan sekaligus cinta yang abadi.” – hlm lupa lagi.

Tapi semua nggak berjalan lancar untuk Lily dan Linus. Bahkan di bab pertama, aku udah dibuat sedih. Langsung, nggak pakai aba-aba. Itu juga yang membuatku cepet banget baca novel ini, karena aku nggak bisa berenti buat buka halaman selanjutnya.

She is not in a better place” adalah subjudul untuk bab pertama. Mereka berdua harus kehilangan Leyna, anak mereka yang baru berusia kurang dari enam bulan.

“Saat seorang suami ditinggal mati oleh istri, maka dia disebut duda. Istri yang ditinggal mati suami, dia disebut janda. Anak yang ditinggal mati ayah, dia dinamakan yatim. Dan anak yang ditinggal mati ibu, dia dinamakan piatu.
Bagaimana dengan seorang ayah atau seorang ibu yang ditinggal mati anaknya? Tidak ada nama untuk mereka. Mungkin orang tidak berpikir untuk memberikan sebutan bagi orang sepertinya dan Lily.”

Setelah itu semua, aku cukup kaget karena ternyata Lily menyalahkan Linus karena meninggalnya Leyna. Konflik itulah yang membuat Lily kehilangan suami sekaligus sahabatnya seperti yang dicantumkan di blurb.

Lily jadi kehilangan arah setelah Leyna pergi, dia selalu melamun dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan Linus di apartemen mereka di Jerman sampai akhirnya Lily minta cerai. Alasan kenapa Lily seperti itu adalah karena Linus tidak pernah menginginkan keberadaan Leyna. Bahkan Lily harus mengurus Leyna sendirian.

Setelah Lily pulang ke Indonesia, semuanya makin kacau di hidup Linus yang awalnya tetap mempertahankan pekerjaannya di Munchen. Keputusannya sudah bulat, Linus akan melepas kariernya yang cemerlang, demi merebut kembali Lily, membawanya pulang ke kehidupannya.

---

Ide konflik yang brilian, menurutku. Aku suka dengan cerita yang langsung masuk ke dalam konflik seperti ini. Awalnya, Lily setuju untuk menunda kehamilan karena Linus beralasan bahwa mereka masih belum mapan, Linus masih kuliah dan mereka butuh rumah yang lebih luas dan nyaman untuk membesarkan seorang anak. Tapi, lama-kelamaan Lily tidak sabar ingin segera mempunyai anak. Jadilah insiden ‘menjebak’ Linus agar Lily bisa hamil.

Linus yang terkejut dengan berita kehamilan Lily, malah emosi dan akhirnya membuat Lily sakit hati dengan kata-kata Linus yang tidak menginginkan anak itu.

Yah, cukup menguras hati. Kehidupan dan eksplor perasaan baik Lily ataupun Linus digambarkan dengan sangat-sangat baik. Di sini aku #TeamLinus karena aku tetap berpikir kalau Lily punya porsi yang lebih pantas untuk disalahkan. Tapi ketika diceritakan dari sudut pandang Lily yang membesarkan anak seorang diri dan betapa Linus nyebelin setengah mati (meskipun sama anak sendiri), aku juga ikutan kesel.

Novel ini bikin perasaan campur aduk. Aku nggak tahu harus dukung siapa atau menentukan yang mana yang salah atau benar, karena sesungguhnya hal itu terlalu abu-abu.
Jujur aku masih bisa dibilang ‘remaja ingusan’ kalau harus nyebutin pelajaran apa yang bisa didapatkan dari kisah ini. Tapi khusus untuk diriku sendiri, aku banyak dapet pelajaran yang berarti. Pentingnya komunikasi dan saling terbuka, salah satunya.


Peran keluarga besar Lily dan Linus juga  digambarkan sangat bagus, mereka mungkin sama seperti peran pembantu yang lainnya, tapi porsi mereka di sini sangat pas. Aku bukan tipe orang yang mudah dinasehati, tapi mendengar sosok orangtua yang menceramahi di novel ini, justru aku jadi terharu.

Setelah Linus menyusul Lily pulang ke Indonesia, di sini aku merasa bahwa Linus itu suamiable banget. Dia jelas tipe laki-laki yang diinginkan banyak gadis. Cerdas, tampan, karier yang bagus dan penyayang. Hanya satu kekurangannya, dia nggak mudah mengekspresikan perasaannya, khususnya ketika Leyna lahir.

Aku dibuat sedih sekaligus suka dengan sikap Linus yang berusaha memperbaiki hubungannya dengan Lily. Yang paling aku suka adalah ketika Linus mengorbankan kariernya dan memilih perusahaan biasa saja di Indonesia demi Lily.

“Cinta tidak selalu bisa menyelesaikan masalah. Iya kan?” – hlm 58

Lain lagi dengan Lily, aku dibuat kesal karena dia ini hatinya seperti batu. Yah, aku ngerti sih perasaan dia apalagi ketika dia benar-benar membutuhkan Linus untuk sama-sama merawat Leyna, tapi tetep aja, Linus udah ngeluarin kata-kata yang membuat terenyuh pun, Lily masih nggak mau membuka hatinya lagi.

Kadang suka kesel sama cewek yang terus ngasih kesempatan meskipun udah disakitin berkali-kali, tapi kesel juga sama cewek yang nggak ngasih kesempatan sedikit pun. Whyyyy?

Ya Lord. *Bang Linus, sini sama aku aja*

---

Salah satu yang paling aku suka dari novel ini adalah subjudul di setiap bab. Sumpah judulnya keren semua:( bikin penasaran sama isi bab itu. Bikin ‘nyes’ di hati juga. Gaya penulisaannya enak dibaca, dan nggak berat untuk ukuran novel dewasa ini. Mengalir dan mudah diikuti, serta mudah bikin baper. Ini serius, aku jatuh cinta sama setiap kalimat indah yang dirangkai Kak Ika Vihara.

Bahkan aku punya banyak stok quotable. WKWK.

Overall, sepanjang cerita aku dibuat terus-terusan terharu. Lily yang tiap kali teringat Linus dan kenangan mereka, tapi langsung sakit hati saat mengingat Leyna. Keseharian Lily yang bisa dibilang datar justru membuatku sedih, bukannya bosan. Lalu Linus yang.. perjuangannya bikin meleleh.

Novel ini memang dilabeli dewasa, dan memang benar, novel ini mendewasakan pembacanya. Memberi banyak nasihat tentang kehidupan pernikahan. Suka-duka melanjani rumah tangga. Konflik yang diciptakan malah membuatku ingin merasakan rasanya hidup berkeluarga. Hihi XD

---

Qoutable:

“Hidup satu rumah dengan laki-laki itu tidak mudah. Betul, kan?” – hlm 20

“Apa bedanya aku sama anak kos kalau tidurnya peluk guling?” – Linus (hlm 33) 

*sebagai anak kost, saya merasa tersindir XD*

“Masa kanak-kanak adalah masa-masa ketika lutut kita yang terluka, bukan hati kita. Masa-masa kita tidak sengaja mematahkan roda mobil-mobilan atau tangan boneka. Bukan mematahkan hati orang yang kita cintai.” – hlm 43

Sebenernya masih banyak, cuma males ngetik. Hoho.

---

Terakhir aku kasih 4 dari 5 bintang buat novel When Love Is Not Enough ini. Jujur aku sempet bingung harus gimana menjelaskan perasaanku soal novel ini, jadi hanya inilah yang bisa kutulis. Terlalu sulit untuk mengungkapkan kesan-kesan kisah Linus dan Lily dalam bentuk kata-kata.

Pahit, manis, nyesek, sedih, terharu, terenyuh.. apalagi yang bisa kutulis? Novel ini benar-benar membuatku campur aduk dalam mendeskripsikannya.

Selasa, 04 April 2017

[RESENSI] Une Personne Au Bout De La Rue by Yayan D

“Seseorang di ujung jalan.”




Judul: Une Personne Au Bout De La Rue
Penulis: Yayan D.
Editor: Gita Romadhona dan Adhista
Penata letak: Erina Puspitasari
Desain sampul: Dwi Annisa Anindhika
Penerbit: KataDepan (2017)
Jumlah halaman: 366 hlm
Rating: 3.5 of 5 stars



Blurb:

Daiva

Berhentilah bermimipi Daiva, ini dunia nyata.
Di dunia nyata, terkadang, kita harus belajar menerima kenyataan bahwa mungkin tidak ada yang menunggu kita di ujung sana. Dan, Pangeran Tampan hanya ada dalam cerita pengantar tidur.

Tristan

Saat aku berusaha melupakan luka, aku bertemu dengannya. Gadis yang selalu bisa membuatku mengingat betapa sederhananya menjadi bahagia. Aku jatuh cinta. Seharusnya, semua kembali baik-baik saja, bukan? Sayang, kau tidak pernah bisa menduga, cinta membawa apa.

**

Ini kisah tentang Daiva, yang selalu percaya akan ada seseorang yang tepat pada waktu yang tepat. Namun, seseorang itu tak juga kian terlihat.
Ini juga kisah tentang Tristan yang merasa bisa membeli segalanya, kecuali rasa setia.
Ini kisah tentang seseorang di ujung jalan. Seseorang yang mungkin menunggumu. Seseorang yang mungkin mengubah cara pandangmu tentang cinta.


---


UPABDLR adalah novel jebolan wattpad kedua yang kubaca. Sebenarnya aku ini bisa dibilang pemain lama wattpad, dulu cuma jadi reader dan aku hampir tahu gimana tipe-tipe cerita yang ditulis di wattpad. Sampai eneg deh, nemunya yang gitu-gitu lagi. Kalau nggak badboy, ya CEO. Kalau nggak perjodohan, ya ‘lo-sekarang-pacar-gue’ hah apaaaa? XD Yeah, aku sih nggak masalahin menjamurnya si tokoh utama: badboy atau CEO, yang jelas kalau plot yang dipakai bagus, aku pasti suka.

Une Personne Au Bout De La Rue bercerita tentang Daiva, seorang sekretaris muda yang agak galak, bossy dan sedikit petakilan menurutku. Dia ini jomblo, baru ditinggal pacarnya nikah sama cewek lain, sementara sang Ibu malah jodoh-jodohin sana-sini, pake acara nyuruh Daiva makan sirih pernikahan biar dapet jodoh XD

Di bab pertama, kegalauan Daiva digambarkan sangat baik, aku yang masih remaja aja jadi ngerasain paitnya cewek berumur yang harusnya udah nikah malah kena pengalaman kayak gitu. Ditambah lagi, adiknya Daiva malah mau nikah duluan. Apes? Banget.

Di sisi lain ada Tristan. Seperti yang sudah bisa ditebak, dia ini si Bos. Tampan, kaya, cerdas. Sayangnya doi udah punya tunangan, namanya Karin. Kalau kata Daiva dia ini skuter: selebriti kurang terkenal.

Berbagai kejadian di kantor yang ‘menyenangkan’ membuat Daiva dan Tristan harus bertemu dan saling berinteraksi satu sama lain. Hingga akhirnya mereka menyadari bahwa mereka saling nyaman kepada satu sama lain. Tapi perjalanan mereka berdua nggak semulus itu, karena tiba-tiba masa lalu mendadak muncul dan memporak-porandakan semuanya.

---

Writing

Aku suka gaya menulis Kak Yayan. Terutama di bab-bab awal, tulisannya mengalir dan asik buat diikuti. Aku sempat pikir gaya menulisnya terinspirasi dari penulis luar, enjoy banget dan suka banget sama pemilihan katanya. Bagaimana Kak Yayan membuat kalimat juga bagus.

Tapi, aku hanya merasakannya di awal. Maksudku, lama-kelamaan gaya menulisnya berubah, aku nggak tahu mungkin mood penulis udah ganti atau terlalu fokus sama plot yang udah dibuat jadi gaya menulisnya terkesan biasa saja, nggak ‘sedalam’ di bab awal. Tapi aku nggak bilang ini jelek, Aku tetep enjoy karena ceritanya juga simpel.

---

Characters

Seperti kebanyakan tema Bos-Sekretaris yang marak beredar, Daiva dan Tristan juga punya sifat yang hampir sama, nyaris sama, kayak kebanyakan itu.

Daiva yang keras kepala, nyablak, dan humoris. Dia sebagai sosok penyegar di novel ini yang bikin pembaca ketawa terus. Tapi meskipun di luar dia selalu terlihat ceria, di dalamnya Daiva ini cukup rapuh, dan dia juga punya pikiran yang sederhana tentang apa-apa yang terjadi di hidupnya.

“Saya merasa saaat ini memang belum bertemu dengan seseorang itu. Seseorang yang seharusnya menemani saya berjalan, yang mungkin sedang menunggu saya di ujung jalan.” – Daiva hlm 202

Sementara Tristan, terlepas dari titel ‘tampan-kaya-cerdas’, aku kurang bisa menemukan keunikannya. Berbeda dengan Daiva yang menonjol, Tristan ini menurutku kurang dieksplor karakternya. Dia terlalu datar, seolah-olah Tristan ini diciptakan dengan pikiran seperti ‘sikap-ini-salah-nah-kalau-yang-ini-benar’. Seperti itulah Tristan. Jujur bukan pria fiksi favoritku, tapi sikap Tristan yang lembut, penyayang, kadang ngeselin dan cemburuan bikin aku senyam-senyum sendiri WKWK.

Untuk karakter lain seperti Karin, dia ini bumbu doang menurutku, konflik paling ‘Bum!’ itu karena keberadaan Karin. Maura dan Randall juga hanya ‘dipakai’ ketika Daiva dan Tristan butuh momen untuk saling berdekatan, tapi ada lucu-lucunya juga sih mereka. Unik. Terus ada Dave, temennya Tristan, entah fungsi dia apa di sini, tapi menurutku dia nggak begitu penting, muncul sekejap terus ilang. Dan efeknya terbesarnya dalam cerita ini cuma bikin Tristan cemburu.

---

Plot

Ketebak adalah satu kata yang bisa kugambarkan untuk 'keseluruhan' novel ini. Tapi halaman demi halaman yang membawa Tristan dan Daiva menuju satu sama lain bikin baper. Hubungan keduanya dibuat mengalir, hingga lama-lama saling menyadari perasaan masing-masing. Nggak ada adegan yang mainstream yang bisa bikin pembaca muter mata sambil bilang ‘tipikal banget sih’ XD

Kisah Bos-Sekretaris ini lebih realistis (berhubung penulisnya juga pernah menjadi sekretaris). Penulis bilang bahwa kisah Daiva-Tristan ini dibuat untuk menghilangkan kesan kisah bos-sekretaris (jebolan wetped) yang terlalu vulgar dan kadang selalu dibayangkan sebagai kejadian nyata di lingkungan kantor. Dan penulis berhasil. Aku suka alur yang dipakai.

Masa lalu yang ada di dalamnya juga cukup bikin aku kaget karena nggak ketebak sama sekali. Sampai-sampai aku teriak ‘What?!

UPABDLR keren!

---

Favorite scene

Banyak! Wuaahaha! Terutama yang adegan Karin berantem sama Daiva di parkiran. Karin dibilang hulk dan Tristan malah ketawa XD

Dan yang kedua adalah ketika Karin ultah, Tristan nggak punya waktu buat ngurusin kado, akhirnya Daiva yang nyiapin kado itu. Nah, ini beneran out of the box banget, nggak ketebak dan aku ngakak terus baca scene ini XD

Lalu ada scene di mana Tristan masuk ke rumah sakit dan dijenguk Dave, Sony dan ada Maura juga. di situ Maura bilang gini: "Kenapa kita berbisik-bisik? Kita mau melakukan kejahatan apa, Om?" #Ngakak

Good job, Kak Yayan :)

---

Qoute fav

"I love it when someone's laugh is funnier than the joke." - hlm 100

"Ia mentari cerah di ufuk timur dan aku adalah pendar muram temaram senja nun jauh di barat. Terlalu kentara perbedaan itu." - hlm 182

"Segeralah bertindak, sebelum pemain layang-layang lain memutuskan layang-layang milik lo." - hlm 231

"Karena ada kalanya engkau begitu terlena dengan kebahagiaan, hingga tak sadar bahwa sesuatu yang jahat sedang mengintaimu. Berusaha menyelinap masuk untuk merampas kebahagiaanmu." - hlm 263

---

Overall, ceritanya sangat menghibur. Sah-sah aja kalau mau ambil plot mainstream apapun, asal kalau bisa mengolahnya dengan baik, pasti ceritanya jauh lebih keren, seperti UPABDLR ini. Kita diajak buat tahu gimana sih keseharian sekretaris itu langsung dari sekretaris yang asli.

Juga gimana perasaan orang dewasa dalam menemukan pasangannya.. ini yang aku suka dari novel romance dengan tokoh yang sudah cukup umur. Enak dibaca dan nggak lebay, beda sama teenlit yang kesannya baru pacaran aja udah ngerasa jatuh-bangun-pengorbanan-bla-bla.

---

Ditunggu karya selanjutnya!

Jumat, 31 Maret 2017

[RESENSI] Il Tiramisu by Dy Lunaly

“Dalam manisnya terselip sebutir pahit, seperti cinta.”







Judul: Il Tiramisu
Penulis: Dy Lunaly
Penyunting: Dila Maretihaqsari
Perancang & Ilustrasi Sampul: Nocturvis
Ilustrasi Isi: Dy Lunaly
Pemeriksa Aksara: Pritameani
Penata Aksara: Anik Nurcahyati
Penerbit: Bentang Pustaka (2016)
Jumlah halaman: 334 hlm




Blurb:

Gytha terpaksa menerima tawaran kerja sebagai host chef di salah satu acara televisi. Ia memenuhi utang budi kepada teman lama meski sebenarnya tidak yakin bisa melakukannya. Ditambah lagi Gytha tidak sendiri. Executive Chef di Olive Garden itu akan menjadi host bersama Wisnu, seorang penyanyi yang sedang naik daun.

Meski rupawan dan mutlak digandrungi para wanita, pria itu memberi kesan pertama yang buruk kepada Gytha. Wisnu Kanigara, tidak lebih dari seorang selebritas yang angkuh dan menyebalkan. Lebih menyebalkan lagi karena mereka harus sering bersama dan terlihat akrab.

Sejak itu, kehidupan Gytha tidak lagi tenang. Ia menjadi incaran media gosip Tanah Air yang haus berita akan kedekatannya dengan Wisnu. Media terus berusaha mengorek apa pun tentangnya. Sampai-sampai hal yang paling dirahasiakan Gytha, tentang masa lalu kelamnya, berhasil diungkap media. Gytha sungguh menyesali keputusannya mengambil pekerjaan ini. ia menyesal mengenal Wisnu. Ia juga menyesal telah terjebak dalam rasa yang tak seharusnya ia simpan untuk pria itu.





Well, ini adalah buku karya Dy Lunaly yang pertama aku baca. Sejak munculnya novel Table For Two yang tiap kali aku liat resensinya selalu bagus, aku mulai penasaran sama penulis ini, khususnya novel itu. Dan kebetulan, Kakak yang baik hati mengirimkanku buku karya Dy Lunaly ini, yang lihat kovernya saja aku langsung lapar. #hala

Dari sinopsisnya, aku merasa bahwa buku ini adalah romance young adult yang cukup berat, entah kenapa, pikiran itu langsung saja muncul. Aku membayangkan isi dari novel ini adalah drama panjang kisah cinta yang..yah, cukup menuntut untuk diresapi bukan hanya sebagai hiburan.

Namun, ketika membaca bab-bab awal, aku mengubah kembali pandanganku itu. Apalagi karakter Wisnu yang cukup bikin jengkel. Karakternya bikin aku ingat sama novel So I Married The Antifan (tentang artis dan orang biasa yang harus menjalani kegiatan syuting bersama).

Nggak tahu kenapa aku juga jadi ikutan kesal sama si Wisnu ini di bab-bab awal. Dia memang menyebalkan, sombong, arogan bla bla seperti yang diucapkan Gytha, hanya saja kupikir itu hanya pandangan Gytha yang diceritakan penulis. Tetapi ternyata benar. Aku juga menganggap Wisnu itu menyebalkan, sombong, arogan, bla bla.

Seperti pada blurb, Gytha dan Wisnu ini harus menjalani syuting bersama untuk sebuah acara masak: ‘Everyone Can Be a Chef’ sayangnya, Gytha nggak pengalaman disorot kamera, syuting jadi kacau dan itu bikin Wisnu kesal.

Aku menemukan sedikit humor di sini, terutama ketika Wisnu bilang bahwa Gytha sudah menghabiskan 18.000 detik miliknya yang berharga. Nah, di sini kukira kisah mereka akan menjadi konyol dan penuh humor. Dilihat dari sifat Wisnu yang nyebelin setengah mati dan Gytha, yang sifatnya lebih umum ditemui (cewek tegar, selalu stay positive, dia baik dan pekerja keras).

Namun lagi, kedekatan mereka yang lambat laun (pasti) terjadi, membuatku harus putar balik lagi pandanganku soal apa yang kurasakan soal blurb-nya. Novel ini full drama banget, menurutku.

Aku suka tentang bagaimana cara Wisnu jatuh suka dengan Gytha (maupun sebaliknya) yang terasa sangat mengalir dan tidak dipaksakan (ykwim), terasa lebih realistis aja gitu. Dan walau aku ikut kesel sama sikap Wisnu di awal, aku justru aku makin kecewa ternyata Wisnu aslinya tidak memiliki sifat itu.

Semua sifatnya adalah sebuah topeng yang harus dia pakai ketika dia menjadi seorang Wisnu Kanigara. Perubahan sifat dan sikap Wisnu itulah yang membuatku kehilangan mood karena menganggap cerita ini akan membosankan.

Sepertinya akhir-akhir ini aku selalu berurusan dengan kisah yang begitu lekat dengan masa lalu. Menurutku, esensi novel Il Tiramisu ini juga adalah masa lalu. Baik antar Gytha maupun Wisnu. Mereka sama-sama punya sebuah rahasia kelam yang membentuk mereka menjadi diri mereka yang sekarang, yang membuat mereka punya pandangan yang sama tentang banyak hal.

Aku terhanyut. Seriously, meskipun masih awal tahap yang adem-ayem antara mereka, aku menikmati novel ini sampai-sampai aku lupa kalau Wisnu itu penyanyi!
Ngakak banget waktu halaman 133 dan aku merasa diri aku sendiri bodoh. WKWK.

Setelah itu, aku hampir-hampir kehilangan humor di sini (atau mungkin aku lupa) tapi aku itu orangnya selalu nandai halaman yang menurut aku ngakak, sedih banget, seneng banget, marah banget bla bla. Dan aku tidak menemukan halaman yang kucatat sebagai adegan ngakak selain itu.

Selain mereka berdua, di sini juga banyak tokoh lain seperti Arianne dan David (sepasang tunangan, sahabat baik Gytha) yang di mana menurutku Arianne cukup konyol dan bisa jadi hiburan kalau dia diberikan lebih banyak porsi di novel ini.

Jujur aku merindukan sosok yang humoris di novel ini. Kurasa, kalau bukan Arianne, mungkin Chandra (manager Wisnu) tapi lagi-lagi Chandra digambarkan sebagai sosok yang serius. Lalu ada Nakhla, dia ini anaknya Gytha, yang awalnya dia nggak pernah muncul tapi selalu disebut-sebut. Bikin penasaran banget sama sosok Nakhla, apalagi dengan dimuatnya percakapan lewat surel antara Gytha dan seorang pria bernama Ernest yang tinggal di Roma.

Gytha dan Ernest kelihatan sangat akrab, mereka tahu latar belakang masing-masing dan ya, aku berpikir seperti yang kau pikirkan soal dia:)
Sedangkan dari sisi Wisnu, dia hanya punya Chandra, adik perempuan bernama Lala dan seorang ibu yang juga mempunyai porsi yang sedikit.

*sedikit curhat: kebetulan yang ngakak, nama tokoh-tokoh di sini ada yang sama seperti di lingkungan kehidupanku. Rasanya aneh membaca nama diriku sendiri di sebuah novel. Ya, nama babysitter Nakhla adalah Rosi. Aku juga punya temen yang namanya Gita, terus sahabatku juga namanya Lala.

Setelah mereka berdua yang mulai nyaman satu sama lain, mulai dekat, dan memulai hubungan, nyatanya masa lalu nggak bisa diem aja liat mereka bahagia. Selalu ada tantangan dari setiap kisah cinta. Apalagi cowokmu itu artis macam Wisnu, hhh! Aku jadi rada ngeri tiap kali penulis bahas kehidupan di entertainment. Apa memang seperti itukah?? Kasian juga ya, para artis.

“Kenangan adalah campuran dari berkah dan kutukan, tidak ada yang tahu apa yang kamu dapatkan ketika mengingatnya.” – hal 144

Hubungan mereka tentu dihadang para hiena-hiena haus berita (red: wartawan) yang mulai mengusik hidup Gytha, khususnya. Menyeret dia, bahkan Nakhla ke dunia entertainment yang mengerikan.

Memasuki puncak konflik ini dan penyelesaiannya jujur aku mulai lelah #hala dramanya sangat berasa di sini. Tapi seperti jargonnya, cinta nggak selalu manis. Harus ada pahitnya. Perasaan Gytha dan Wisnu yang sama-sama berjuang demi mempertahankan hubungan mereka bikin aku baper.

Pengorbanan mereka demi bersama itu.. ach, sweet tiada akhir pokoknya. Aku hanya bosan dengan alur yang digunakan, makin ke belakang, makin aku bisa menebak jalan ceritanya. Makin ke belakang, entah kenapa ceritanya justru berjalan lambat, aku nggak bisa menikmatinya senyaman ketika di awal.

Nggak tahu karena aku lagi kurang mood atau gimana, aku coba balik lagi dan baca ulang pun rasanya tetap sama. Rasanya aku begitu terburu-buru untuk membalik halamannya, agar menemukan tulisan ‘end’ dengan cepat. WKWK.


Overall, aku tetap suka cerita ini. Realistis. Bukan tipe novel yang cuma ngandelin baper buat para pembaca. Meskipun terkesan drama, tapi bukan drama yang dibuat-buat.
Ilustrasi yang ada di dalam novel ini juga bagus. Selaluuuu iri sama novelis yang bisa bikin ilustrasi untuk novelnya sendiri! Aku pasti udah ngerasa lapar berkali-kali ketika melihat ilustrasi makanan dalam novel ini (yang namanya aneh-aneh) jika saja gambarnya berwarna. (syukurnya nggak! HAHA).

Aku juga jadi lebih tahu banyak soal makanan, yang sebenarnya aku nggak tahu asalnya dari mana, namanya terlalu aneh sampai-sampai aku lewat aja bacanya tiap kali nemu. HAHA.
Aku suka latar belakang yang diambil, anti-maintream. Dua dunia berbeda yang dipertemukan, Yang satu dunia entertainment dan yang satunya dunia kuliner.. Keren pokoknya, nambah wawasan.
Terakhir, aku kasih rating 3.75 dari 5 bintang untuk novel Il Tiramisu.

P.s Aku masih penasaran kenapa Wisnu pertama kali tertarik dengan Gytha karena tungkainya! Seriously ini nggak dibahas lagi. Huhu. Penasaran aja sih karena baru pertama kali aku baca tokoh cowok yang tertarik sama tungkai cewek, bukannya sifat/sikap/wajah.wkwkwk XD

Selasa, 28 Maret 2017

[RESENSI] Carlos by Erin Cipta

“Seekor Anjing, Sebuah Kehidupan”

sumber:google





Judul: Carlos
Penulis: Erin Cipta
Penyunting: Gunawan Tri Atmodjo
Tata Sampul: Ferdika
Tata Isi: Ika Setiyani
Pracetak: Antini, Dwi, Wardi
Penerbit: Diva Press
Jumlah Halaman:152 hlm
Rating: 3.5 of 5 stars



Blurb:

   CARLOS adalah anjing ras akita yang diadopsi oleh Ye Feng semenjak masih bayi. Di rumah ini Carlos bukan sekadar hewan piaraan. Ia adalah anggota keluarga yang semenjak tiga belas tahun yang lalu menemani Ye Feng tumbuh dan melalui hari-harinya. Kedekatan Ye Feng dengan Carlos melebihi kedekatannya dengan anggota keluarga yang lain. Cinta telah melampaui segala sekat antara keduanya.
   Anda bayangkan!
   Maka, sungguh tak masuk akal ketika di suatu hari, dalam papah dan lelahnya, ada anggota keluarga yang mengusulkan agar Carlos dieutanasia. Sungguh kejam –seperti tidak muncul dari lidah manusia yang disebut-sebut menyimpan hati!
   Kisah Carlos bukan sekadar kisah tentang seekor anjing, melainkan kisah tentang sebuah cinta, 
sebuah hubungan batin yang tak tepermanai, sebuah keagungan yang denyar-denyarnya mampu mengguncang jiwa manusia yang masih merawat kelembutan hatinya.
   Bacalah, dan tahanlah air mata Anda bila mampu!

dok.pribadi




Dulu, saat aku masih SD, aku pernah mempunyai marmut. Sepasang. Kakak perempuanku mencap si betina sebagai miliknya, aku merengek, aku juga ingin yang betina. Tapi kakakku tidak mau mengalah, dan orangtuaku juga tidak ada yang membelaku.

Tapi aku bersyukur karena itu, aku bisa merasakan cinta yang begitu besar pada marmut jantanku. Awalnya, aku menolak menyukai marmut itu, tapi lama-kelamaan rasa sayangku tumbuh dan Ref (nama marmutku) menjadi satu-satunya sahabat yang kusayangi.

Seperti Carlos dan Ye Feng, aku dan Ref seperti mempunyai ikatan batin yang tak kasat mata. Tapi sayangnya, setelah aku benar-benar mencintai Ref, dia sakit. Kata ibuku, dia memakai rumput yang beracun. Ketika betina dan anak-anak marmut makan, Ref-ku diam saja. Ketika yang lain sibuk mondar-mandir di kandang, kepala Ref malah terkulai lemah.

Sakit sekali melihat Ref dalam kondisi seperti itu. Aku pernah menangisinya. Suatu hari, ibuku bilang padaku bahwa lebih baik Ref disembelih saja daripada harus menderita akan sakitnya. Tentu saja aku menolak! Aku bahkan marah kepada ibuku tentang gagasan itu.

Tapi, tanpa persetujuanku, ketika pulang sekolah aku sudah mendapati tubuh Ref yang sudah dipotong-ptong dan dibersihkan bulunya ada di dalam ember kecil di dapur,

Aku berteriak, memanggil-manggil ibuku. Lalu menangis seharian di dalam kamar. Hampir seminggu lamanya, setiap pulang sekolah aku selalu menangisi Ref. Sampai malam, tak peduli bahwa mataku akan sembap dan besoknya harus masuk sekolah.

Ibuku menyesal melihat bocah kecil sepertiku kelihatan merana seperti itu, dan mengatakan andai saja Ref tidak pernah disembelih dan dibiarkan saja mati dengan sendirinya kalau memang dia akan mati. Tapi siapa yang tahu kalau Ref akan sembuh? Dulu aku selalu mempercayainya.
Ref akan baik-baik saja. Ref akan bertahan di sampingku. Tapi semuanya sudah terlambat.

---

Sejujurnya berat menulis resensi novel ini, kepalaku jadi penuh dengan Ref. Kejadian itu memang sudah bertahun-tahun yang lalu, dan aku sudah move-on. Tapi membaca cerita ini, khususnya bagi pecinta binatang, akan kupastikan kalian semua akan kembali merasakan kerinduan pada binatang piaraan kalian di masa lalu, seperti aku.

Tidak disangka, ternyata Carlos juga sakit. Seorang dokter hewan keluarga Ye Feng menyarankan agar Carlos dieutanasia (suntik mati tanpa rasa sakit) agar dia tidak terus-terusan menanggung derita akibat sakitnya diusia tua itu. (Benar-benar kisah yang mirip dengan Ref-ku! Hiks!)

Umur Carlos 13 tahun, biasanya anjing ras akita paling tua itu berumur 12, tapi karena Carlos dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang berlebih dari Ye Feng, dia mampu bertahan lebih dari itu.
Ye Feng sendiri adalah pemuda berusia dua puluh enam tahun yang menyandang down syndrome. Dia tinggal bersama kedua orangtua, nenek, serta perawat neneknya yang bernama A Ling di Taiwan. Dia juga mempunyai adik lelaki yang bekerja sebagai polisi.

“Seorang anjing yang senang bermain dan seorang dengan jiwa bocah yang abadi, apa lagi yang lebih manis dari ini?” – hal18

Meski dia mempunyai kekurangan, tidak satupun keluarganya yang berhenti memberikannya kasih sayang. Ye Feng tumbuh menjadi pemuda baik hati, penyayang dan berbakat. Ia bisa memainkan piano dengan baik meski tidak pernah hafal not balok. Dia bahkan mengajar piano untuk anak-anak sepertinya setiap hari Rabu.

Cerita ini memakai sudut pandang orang ketiga, dari sisi Ye Feng, tetapi kebanyakan adalah dari sisi A Ling sang Perawat Ama (neneknya). Hal yang membuatku sadar bahwa Kak Erin Cipta adalah sosok A Ling. Kisah ini adalah kisah nyata. Carlos pernah ada dan kesedihan yang terjadi adalah murni.

Itulah mengapa butuh waktu lebih daripada yang kuprediksi untuk menamatkan novel tipis ini. Aku begitu terhanyut pada setiap kalimat yang Kak Erin rangkai. Jika biasanya aku mencerna sebuah novel dengan otak dan hati, tapi kisah Carlos seutuhnya kucerna dengan hatiku.
Gaya bahasa yang dipakainya agak mirip terjemahan, dan aku menyukainya. Seolah-olah aku benar-benar membaca cerita terjemahan Taiwan. Beberapa dialog dalam bahasa cina pun turut ada di novel ini, aku suka membaca bahasa asing, aku suka mencoba melafalkannya sendiri. *olahraga lidah*

“Tui ni shen re khuai le, Champion!” (selamat ulang tahun, Champion!) – hlm 38

Ditulis dari penulis yang memang benar-benar tinggal di sana dan merasakannya sendiri, aku cukup bisa membayangkan latarnya. Rumah-rumah di pesisir pantai, dermaga, dan badai Soudelor di khayalanku terasa nyata.

Kisah ini benar-benar lekat dengan kehidupan sehari-hari, aku setuju novel ini dibuat tipis. Karena disitulah letak keistimewaannya. Kesan yang disampaikan jadi pas dan tidak berlebihan. Cara bagaimana Ye Feng begitu mengasihi Carlos, pun dengan keluarganya yang sangat mencintai binatang, menganggapnya sebagai bagian dari keluarga cukup manis bagiku.

Seperti yang kubilang, aksi lucu dan kenakana Ye Feng bersama Carlos harus berhenti mewarnai keseharian di rumahnya karena Carlos sakit. Lambung dan paru-parunya sudah tidak bekerja dengan baik.

Aku dibuat terharu ketika Ye Feng menemani Carlos menghabiskan makanannya yang lebih lama dari biasanya. Bahkan membawanya masuk ke dalam rumah setiap malam, tidur di sofa sambil berpelukan. Aku jadi teringat bagaimana aku memaksa Ref makan tetapi dia bahkan tidak mau membuka mulutnya.

“Banyak perumpamaan yang bisa digunakan untuk mengibaratkan ikatan antara Ye Feng dan Carlos. Sejak dipertemukan, mereka laksana jantung dengan degupnya, api dengan panasnya. Mereka adalah cinta. Cinta tanpa syarat yang menebarkan kebahagiaan bukan saja untuk mereka berdua, melainkan juga pada orang-orang di sekitarnya.” – hlm 52

“Ia punya cinta yang sangat besar pada sahabat anjingnya. Cinta yang membuatnya mampu menerobos batas-batas kemampuan diri. Cinta yang membuatnya mampu melakukan hal-hal yang tak terbayangkan.” – hlm 58

Hingga soal kabar euthanasia itu sampai kepada Ye Feng, dia memutuskan untuk kabur dari rumahnya membawa Carlos. Tentu saja dia tidak setuju soal itu, aku juga! Tindakan yang benar-benar tidak binatangwi.

Selanjutnya adalah cerita-cerita penuh air mata saat membacanya, aku ikut menangis ketika dengan tertatih-tatih Ye Feng menggendong Carlos yang sudah kurus dan kumal. Berdoa di sebuah kuil, di sana Ye Feng meminta yang terbaik apapun untuk Carlos.

Juga bagaimana ikatan keluarga yang terbentuk membuatku terharu. Semua orang peduli, semua orang saling menyayangi. Bahkan A Ling, pekerjaan menjadi perawat di negeri orang, aku sangat menyukai karakternya karena kebanyakan sudut pandang melalui dia.

---

Overall, aku sangaaaaat menyukai kisah ini. Penuh kesedihan yang mendalam. Tapi sedikit banyak novel ini agak membuatku bosan dengan kisah sendu mengalirnya, juga tipis sekali, membuatku tidak puas membacanya tapi kalau lebih panjang dari ini, tentu saja aku akan sangat kebosanan. Berhubung kisah ini adalah kisah nyata, aku juga nggak mungkin mengharapkan ada kejadian ‘unik’ yang hadir mewarnai.

Ada dua hal yang membuatku paling terenyuh dalam novel ini yaitu:

Kak Erin Cipta memberiku sebuah pesan di atas tanda tangannya pada halaman pertama buku ini
:



Kedua, sebuah lagu yang dinyanyikan Ye Feng untuk Carlos

“Jangan takut, sakitmu akan hilang
Tidur saja, aku akan memelukmu
Esok pagi, matahari akan datang
Berlari, melompat, bermainlah lagi dengan gembira.” – hlm 82

P.s Bagi kalian yang juga punya hewan peliharaan atau sayang banget sama hewan, wajib banget baca novel ini. high recommended!
Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)