“Sebuah ciuman bisa memutarbalikkan semua keadaan. Cinta menjadi benci, dan benci menjadi cinta…”
Judul: Autumn Kiss
Penulis: Christina Juzwar
Editor: Eka Pudjawati
Desain Cover: Marcel A.W.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017)
Jumlah halaman: 288 hlm.
Blurb:
Kabar duka datang menghampiri Bianca. Sahabatnya, Zie, meninggal dunia. Kenyataan itu membuat Bianca harus terbang ke New Zealand. Tetapi, bukan hanya duka yang harus Bianca hadapi. Dia dihadapkan pada fakta bahwa dia kembali bertemu Levy Welsh, mantan suaminya.
Tentu saja Bianca tidak bisa menghindar. Masa lalunya bersama Levy cukup buruk.
Tapi sebuah ciuman yang tak disengaja mengubah keteguhan hati dan meluluhkan benteng tinggi yang telah dibangun Bianca. Hatinya semakin bimbang ketika dia mengetahui perasaan Levy kepadanya masih sama.
Namun, bagaimana Bianca bisa memutuskan ketika di Jakarta ada Ian, kekasih barunya, yang sedang menunggu dia kembali?
My first Amore and honestly, I’m shock! WKWK.
Sudah jelas kan cerita ini mengarah kemana? Kedatangan penuh duka Bianca ke New Zealand bukan cuma untuk menemui Zie untuk yang terakhir kali, di sana dia juga harus berhadapan dengan Levy, mantan suaminya yang ternyata sudah ‘berubah’ dari kejadian masa lalu dan masih menyimpan perasaan yang sama kepada Bianca, sejak dulu. Mereka berciuman secara tidak sengaja dan BUM! Tembok Bianca runtuh, kegalauan pun terjadi. Levy benar-benar manis di hadapan Bianca dan itu membuatnya merasa mengkhianati pacarnya yang menunggunya kembali di Jakarta, Ian. Siapa yang akan Bianca pilih? Ian atau Levy?
---
Awalnya, aku nggak begitu suka dengan alasan kenapa Bianca dan Levy bertemu, tema sedih yang menurutku nggak pas karena aku sendiri pun nggak tersentuh. Karena mungkin kurang permainan kata-kata yang bikin ‘jleb’.
Bab-bab awal aku dibuat agak bosan dengan penuturan kematian Zie. Levy yang terlalu datar dan Bianca yang tiba-tiba ketus terus. Aku tahu sih, Bianca seperti itu mungkin untuk menjaga hatinya sendiri agar pertahanannya yang sudah move on dari Levy nggak runtuh begitu aja, tapi menurutku agak..berlebih?
Mulai bab lima, konflik muncul, and I really really enjoyed it! HAHA. Aku nggak munafik kalau aku suka cara penulis menggambarkannya. Tapi rasa-rasanya.. seperti membaca cerita 18+ wattpad, meski yang ini tentunya lebih dikemas dengan ciamik. Suka!
Gaya bahasa dan penuturannya mengalir, enak dibaca dan ngena banget. Tipikal novel romance dewasa. Recommended banget bagi yang suka melodrama. Aku juga nggak menemukan konflik yang berarti karena sejauh 200an halaman dan tidak ada klimaks cerita, hanya disuguhkan bagaimana kedekatan kembali antara Levy dan Bianca, juga kebimbangan Bianca atas menentukan pilihan. Tapi its enough menurutku, lagian belum pernah baca Amore juga kan, mungkin memang tipenya seperti ini.
Tapi…aku menemukan ini:
“Kalau aku bisa bercerita bagaimana hubunganku dengan Levy dulu, mungkin bisa menjadi satu novel romantis namun tragis yang akan menguras emosi pembaca.” – hlm 184
(Kenapa aku jadi lebih tertarik dengan yang itu yaa! *prequel dong prequel* WKWK)
Oh ya, aku nangis ketika pembacaan eulogi untuk Zie. Terutama ketika kalimat ini:
“Aku sudah meninggalkan jejak di bumi selama 35 tahun. Mungkin buat Tuhan itu sudah cukup.” – hlm 93
Untuk kekurangannya dari penulisannya, aku memang menemukan 2 typo yang nggak apa-apa sih, tapi terdapat banyak sekali dua kata yang berhimpit tanpa ada spasi, dan itu lumayan mengganggu.
Aku kasih 3 contoh, aslinya banyak.
Lalu ada sedikit plot hole, mungkin cuma typo sih.
Jadi di rumah duka ada 6 orang; Lee (suami Zie) dan Grace, anak mereka. Ada sahabat lainnya: Nia dan Peter (pasutri) lalu ada Levy dan Bianca. Tapi di sini..
hlm 232 katanya Grace ada di meja makan bersama mereka. Tapi Nia menghilang…
hlm 239 ternyata Grace belum pulang dari rumah neneknya.. nahloh.
---
Menuju akhir, kejadian ketika Grace (anak dari Zie) menghilang membuatku cukup tertarik, mungkin ada kejutan? Dan cukup jika untuk dijadikan klimaks, penggambaran situasi yang ngefeel dan rasa khawatir yang nyata. Tapi aku kecewa karena Levy malah mengakhirinya dengan menyinggung romancenya. Hanya kurang pas, menurutku:(
Dan buat Ian!! Ya Lord, aku ini memang #TeamIan dan aku memang mengharapkan cerita ini sad-ending tapi kok rasa-rasanya kesel ya sama Ian? Semudah itukah dia menyerah? Atau dia udah nggak begitu cinta sama Bianca? Karena novel ini menggunakan sudut pandang Bianca, aku sama sekali nggak dapet tentang perasaannya Ian dan itu bikin aku kesel. HAHA.
Tapi di bagian-bagiaan ini justru emosiku teraduk-aduk. Bagaimana kebimbangan Bianca soal Levy dan Ian begitu mengena. Juga masa lalu bersama Zie yang bikin nangis. Kegalauan Bianca sangat terasa dan aku..baper. Huhu:(
Akhir yang manis, tapi terkesan sendu, seperti kovernya. And I like it very much:))
3 bintang untuk Autumn Kiss!
---
Fav-qoutes
“Terserah. Kamu boleh lihat, tapi jangan percaya.” – hlm 139
“Ini gila. Juga nekat. Tapi semua spontanitas memang melibatkan dua kata. Gila dan nekat.” – hlm 181
“Hidup itu seperti bumi yang berputar. Kita akan merasakan matahari, dan kita akan merasakan bulan.” – hlm 197
“Kami tahu kamu sedih dan kehilangan. Kami juga. Kami mengerti. Tapi jangan lari. Cari kami.” – hlm 264
“Just follow your heart. Kamu mendengarnya samar, karena hati kamu masih berbisik. Tapi jawabannya sudah ada di hatimu.” – hlm 281Dari Zie, bikin baper banget!!:
“Jangan egois, karena sekarang kamu tidur bersama di ranjang yang besar dan berbagi segalanya dengan orang lain. Untuk selamanya.” – hlm 218
p.s sampai sekarang aku nggak bisa membayangkan visual Levy, sejujurnya susah banget buat bayangin cowok ganteng tapi gondrong:(