Judul: Little Fires Everywhere
Penulis: Celeste Ng
Penerjemah: Angelic Zaizai
Penyunting: Mery Riansyah
Penyelaras Aksara: Yuli Yono
Ilustrasi dan Sampul: sukutangan
Penata Sampul: @teguhra
Penerbit: Spring (Juli 2018)
Jumlah halaman: 368 hlm.
ISBN: 978-602-6682-26-0
Blurb:
Semua orang di Shaker
Heights membicarakannya musim panas itu: bagaimana Isabelle, anak bungsu
keluarga Richardson, akhirnya menjadi gila dan membakar habis rumah mereka.
Elena Richardson
Seorang istri dan ibu empat orang anak, dan sangat bersemangat dalam menerapkan norma-norma Shaker Heights yang penuh keteraturan dalam hidupnya.
Seorang istri dan ibu empat orang anak, dan sangat bersemangat dalam menerapkan norma-norma Shaker Heights yang penuh keteraturan dalam hidupnya.
Mia Warren
Seorang pendatang, seniman, dan orangtua tunggal, yang menyewa rumah milik keluarga Richardson.
Seorang pendatang, seniman, dan orangtua tunggal, yang menyewa rumah milik keluarga Richardson.
Hubungan keduanya baik-baik saja. Namun, ketika sahabat
keluarga Richardson berusaha mengadopsi seorang bayi Tionghoa-Amerika,
pertempuran hak asuh yang dramatis memecah-belah kota, menempatkan Elena dan
Mia dalam kubu berlawanan.
Bahkan rahasia-rahasia gelap masa lalu yang tidak seharusnya
diungkit pun mulai muncul ke permukaan....
----
I have no idea about
this book, aku nggak tau akan kemana mengalirnya konflik dalam buku ini. Ketika
banyak yang bilang kalau buku ini berbeda dari kebanyakan novel, I totally agree.
Novel dibuka dengan bab satu yang lebih mirip prolog,
bagaimana seluruh keluarga Richardson menatap rumah mereka yang terbakar,
kecuali Isabelle /Izzy/ tentunya, karena dialah yang sudah membakar rumah itu.
Bab kedua dan sampai bab sembilan ke depan, novel ini
menceritakan tentang setiap tokoh, detail, penuh narasi, penulis seolah ingin
mengenalkan kita dan membawa kita menyelami setiap karakter dengan baik. Bergantian
antara Pearl (anak Mia), Mia, Elena, Izzy, Lexie, Trip, dan Moody. Kadang aku
juga merasa pergantian sudut pandang tokoh berubah secara tiba-tiba, anyway
meskipun novel ini memakai sudut pandang orang ketiga.
Konflik utama dimulai setelah bab 9 yang sekitar 100an
halaman, dan sebelum itu, jujur saja aku sempat dibuat bosan karena alurnya
cukup lambat. Kedepannya pun masih sama, alurnya
lambat dan maju-mundur, dan aku merasa ada beberapa flashback yang tidak perlu/terlalu panjang/apalah yang menjadikan
ceritanya terkesan diulur-ulur, entah :(
Konflik utama cerita ini yaitu ketika teman baik Elena, Mrs.
McCullough berencana mengadopsi seorang bayi yang ditelantarkan, bayi itu
keturunan Tionghoa-Amerika. Elena yang tahu sahabatnya sulit punya anak, tentu
saja mendukung hal itu. Namun masalah muncul ketika Lexie (anak pertama Elena)
menceritakan itu kepada Mia yang sedang bekerja paruh-waktu di rumah keluarga
Richardson.
Ternyata, Mia memiliki seorang teman Tionghoa di tempatnya
bekerja paruh waktu lain, dan bahwa temannya itulah ibu dari bayi May Ling. Sebenarnya,
Bebe tidak berniat meninggalkan May Ling, dan ia ingin mengambil kembali bayi
itu. Tentu saja sebagai sahabat dan orang yang memiliki masa lalu ‘kelam’, Mia
mendukung penuh keputusan Bebe.
Elena dan Mia yang tadinya akur, berubah jadi bermusuhan. Pekerjaan
Elena sebagai seorang jurnalis membuatnya nekat mencari tahu hal-hal yang
disembunyikan Mia, ketidakjelasan masa lalunya terutama karena foto di museum
yang menampilkan dirinya sedang menggendong Pearl saat bayi.
Penelusurannya membawanya ke dalam kisah masa lalu Mia yang
pahit. Selagi Elena memfokuskan diri pada masalah sahabatnya dan Mia,
anak-anaknya melalui berbagai konflik lain. Menurutku, novel ini memiliki
konflik yang cukup kompleks meski tidak rumit. Lebih ke konflik remaja,
orangtua, sosial dan hubungan antara orangtua dan anak.
Di sisi lain, Izzy yang lahir prematur, yang selalu dikekang
Elena karena ia terlalu paranoid dengan perkembangan Izzy, mulai memberontak
dan akhirnya menemukan kenyamanan bersama Mia. Karena Mia tipe ibu yang
bersahabat dan mengerti Izzy. Izzy selalu menghabiskan waktu dengan Mia
membantunya membuat karya seni fotografi.
“Izzy mendorong, ibunya menahan, dan setelah beberapa lama tak ada yang ingat bagaimana dinamika tersebut berawal, hanya bahwa itu sudah ada sedari dulu.” – hlm 126
Pearl bersahabat dengan Moody, cowok itulah yang pertama
kali menawarkannya pertemanan dan membawanya ke rumah keluarga Richardson
hingga merasa kerasan. Moody menyukai Pearl, tapi Pearl menyukai kakak Moody
yang tampan, Trip. Sementara itu Pearl juga jadi dekat dengan Lexie karena
Pearl bersedia membantu Lexie mengerjakan tugas.
Pada akhirnya, penelusuran Elena berakhir pada satu fakta
yang membuatnya murka. Berkaitan tentang keluarganya sendiri. Cukup ruwet untuk
diceritakan dan takutnya spoiler juga XD tapi sangat realistis! Kesalahpahaman
terjadi di mana-mana, dan cerita tidak harus selalu berakhir dengan benang
kusut yang terurai.
Overall, aku
sangat suka dengan konflik novel ini yang dekat dengan permasalahan
sehari-hari. Bahwa menjadi orangtua tidaklah mudah, menjadi seorang anak pun
sulit. Beberapa hal yang kurasakan ketika membaca novel ini adalah bahwa aku
merasa fontnya terlalu kecil. Lebih banyak telling daripada showing
kisah-kisahnya. Tapi, aku tetap suka bagaimana novel ini memberikan pengetahuan
baru tentang banyak hal dan bagaimana penulis menyindir kehidupan masa kini.
Novel ini terlalu bermakna untuk dilewatkan ;) 4.3 stars
Quotes
“Bagi orangtua, anak bukan sekadar seseorang: anak adalah tempat, semacam Narnia, alam abadi luas tempatmu menetap masa sekarang, masa lalu yang kau kenang, dan masa depan yang kau inginkan ada sekaligus.” – hlm 136
“Semuanya kembali, lagi dan lagi, ke titik ini: apa yang menjadikan seseorang seorang ibu? Apa itu berdasarkan biologi, ataukah kasih sayang?” hlm - 282
“Kau akan baik-baik saja, sayang. Kau akan akan baik-baik saja. Tuhan bekerja dengan cara misterius. Tetaplah ceria.” – hlm 320
“Ingat, kau terkadang perlu membakar habis segalanya dan memulai kembali? Setelah terbakar, tanah menjadi lebih subur, dan tanaman baru bisa tumbuh. Manusia juga seperti itu. Mereka memulai kembali. Mereka menemukan jalan.” – hlm 352.
“Tidak apa-apa menjadi rapuh. Tidak apa-apa membutuhkan watu dan melihat apa yang tumbuh.” – hlm 356
“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363