Minggu, 18 November 2018

[RESENSI] Little Fires Everywhere by Celeste Ng




Judul: Little Fires Everywhere
Penulis: Celeste Ng
Penerjemah: Angelic Zaizai
Penyunting: Mery Riansyah
Penyelaras Aksara: Yuli Yono
Ilustrasi dan Sampul: sukutangan
Penata Sampul: @teguhra
Penerbit: Spring (Juli 2018)
Jumlah halaman: 368 hlm.
ISBN: 978-602-6682-26-0

Blurb:

Semua orang di Shaker Heights membicarakannya musim panas itu: bagaimana Isabelle, anak bungsu keluarga Richardson, akhirnya menjadi gila dan membakar habis rumah mereka.
Elena Richardson
Seorang istri dan ibu empat orang anak, dan sangat bersemangat dalam menerapkan norma-norma Shaker Heights yang penuh keteraturan dalam hidupnya.
Mia Warren
Seorang pendatang, seniman, dan orangtua tunggal, yang menyewa rumah milik keluarga Richardson.
Hubungan keduanya baik-baik saja. Namun, ketika sahabat keluarga Richardson berusaha mengadopsi seorang bayi Tionghoa-Amerika, pertempuran hak asuh yang dramatis memecah-belah kota, menempatkan Elena dan Mia dalam kubu berlawanan.
Bahkan rahasia-rahasia gelap masa lalu yang tidak seharusnya diungkit pun mulai muncul ke permukaan....

----

I have no idea about this book, aku nggak tau akan kemana mengalirnya konflik dalam buku ini. Ketika banyak yang bilang kalau buku ini berbeda dari kebanyakan novel, I totally agree.
Novel dibuka dengan bab satu yang lebih mirip prolog, bagaimana seluruh keluarga Richardson menatap rumah mereka yang terbakar, kecuali Isabelle /Izzy/ tentunya, karena dialah yang sudah membakar rumah itu.

Bab kedua dan sampai bab sembilan ke depan, novel ini menceritakan tentang setiap tokoh, detail, penuh narasi, penulis seolah ingin mengenalkan kita dan membawa kita menyelami setiap karakter dengan baik. Bergantian antara Pearl (anak Mia), Mia, Elena, Izzy, Lexie, Trip, dan Moody. Kadang aku juga merasa pergantian sudut pandang tokoh berubah secara tiba-tiba, anyway meskipun novel ini memakai sudut pandang orang ketiga.

Konflik utama dimulai setelah bab 9 yang sekitar 100an halaman, dan sebelum itu, jujur saja aku sempat dibuat bosan karena alurnya cukup lambat. Kedepannya pun masih sama, alurnya lambat dan maju-mundur, dan aku merasa ada beberapa flashback yang tidak perlu/terlalu panjang/apalah yang menjadikan ceritanya terkesan diulur-ulur, entah :(

Konflik utama cerita ini yaitu ketika teman baik Elena, Mrs. McCullough berencana mengadopsi seorang bayi yang ditelantarkan, bayi itu keturunan Tionghoa-Amerika. Elena yang tahu sahabatnya sulit punya anak, tentu saja mendukung hal itu. Namun masalah muncul ketika Lexie (anak pertama Elena) menceritakan itu kepada Mia yang sedang bekerja paruh-waktu di rumah keluarga Richardson.

Ternyata, Mia memiliki seorang teman Tionghoa di tempatnya bekerja paruh waktu lain, dan bahwa temannya itulah ibu dari bayi May Ling. Sebenarnya, Bebe tidak berniat meninggalkan May Ling, dan ia ingin mengambil kembali bayi itu. Tentu saja sebagai sahabat dan orang yang memiliki masa lalu ‘kelam’, Mia mendukung penuh keputusan Bebe.

Elena dan Mia yang tadinya akur, berubah jadi bermusuhan. Pekerjaan Elena sebagai seorang jurnalis membuatnya nekat mencari tahu hal-hal yang disembunyikan Mia, ketidakjelasan masa lalunya terutama karena foto di museum yang menampilkan dirinya sedang menggendong Pearl saat bayi.
Penelusurannya membawanya ke dalam kisah masa lalu Mia yang pahit. Selagi Elena memfokuskan diri pada masalah sahabatnya dan Mia, anak-anaknya melalui berbagai konflik lain. Menurutku, novel ini memiliki konflik yang cukup kompleks meski tidak rumit. Lebih ke konflik remaja, orangtua, sosial dan hubungan antara orangtua dan anak.

Di sisi lain, Izzy yang lahir prematur, yang selalu dikekang Elena karena ia terlalu paranoid dengan perkembangan Izzy, mulai memberontak dan akhirnya menemukan kenyamanan bersama Mia. Karena Mia tipe ibu yang bersahabat dan mengerti Izzy. Izzy selalu menghabiskan waktu dengan Mia membantunya membuat karya seni fotografi.

“Izzy mendorong, ibunya menahan, dan setelah beberapa lama tak ada yang ingat bagaimana dinamika tersebut berawal, hanya bahwa itu sudah ada sedari dulu.” – hlm 126
Pearl bersahabat dengan Moody, cowok itulah yang pertama kali menawarkannya pertemanan dan membawanya ke rumah keluarga Richardson hingga merasa kerasan. Moody menyukai Pearl, tapi Pearl menyukai kakak Moody yang tampan, Trip. Sementara itu Pearl juga jadi dekat dengan Lexie karena Pearl bersedia membantu Lexie mengerjakan tugas.

Pada akhirnya, penelusuran Elena berakhir pada satu fakta yang membuatnya murka. Berkaitan tentang keluarganya sendiri. Cukup ruwet untuk diceritakan dan takutnya spoiler juga XD tapi sangat realistis! Kesalahpahaman terjadi di mana-mana, dan cerita tidak harus selalu berakhir dengan benang kusut yang terurai.

Overall, aku sangat suka dengan konflik novel ini yang dekat dengan permasalahan sehari-hari. Bahwa menjadi orangtua tidaklah mudah, menjadi seorang anak pun sulit. Beberapa hal yang kurasakan ketika membaca novel ini adalah bahwa aku merasa fontnya terlalu kecil. Lebih banyak telling daripada showing kisah-kisahnya. Tapi, aku tetap suka bagaimana novel ini memberikan pengetahuan baru tentang banyak hal dan bagaimana penulis menyindir kehidupan masa kini.

Novel ini terlalu bermakna untuk dilewatkan ;) 4.3 stars

Quotes

 “Bagi orangtua, anak bukan sekadar seseorang: anak adalah tempat, semacam Narnia, alam abadi luas tempatmu menetap masa sekarang, masa lalu yang kau kenang, dan masa depan yang kau inginkan ada sekaligus.” – hlm 136
“Semuanya kembali, lagi dan lagi, ke titik ini: apa yang menjadikan seseorang seorang ibu? Apa itu berdasarkan biologi, ataukah kasih sayang?” hlm - 282
“Kau akan baik-baik saja, sayang. Kau akan akan baik-baik saja. Tuhan bekerja dengan cara misterius. Tetaplah ceria.” – hlm 320
“Ingat, kau terkadang perlu membakar habis segalanya dan memulai kembali? Setelah terbakar, tanah menjadi lebih subur, dan tanaman baru bisa tumbuh. Manusia juga seperti itu. Mereka memulai kembali. Mereka menemukan jalan.” – hlm 352.
“Tidak apa-apa menjadi rapuh. Tidak apa-apa membutuhkan watu dan melihat apa yang tumbuh.” – hlm 356
“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363




Jumat, 26 Oktober 2018

[RESENSI] My Own Private Mr. Cool by Indah Hanaco

IG: arthms12



Judul: My Own Private Mr. Cool
Penulis: Indah Hanaco
Desain Sampul: Orkha Creative
Desain Isi; Nur Wulan Dari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2018)
Jumlah halaman: 261 hlm
ISBN: 978-602-03-9522-7

Blurb:

Bagi Heidy Theapila, latar belakang keluarga membuatnya tak mudah menemukan pasangan sejiwa. Tapi, ceritanya berbeda dengan Mirza. Heidy meyakini lelaki itu mencintainya dengan tulus. Namun, keyakinannya tumbang. Pertemuan mereka bukan cuma karena campur tangan Allah, melainkan skenario rapi yang berkaitan dengan materi.

Marah sekaligus patah hati, Heidy membatalkan rencana masa depannya dan memilih kabur ke Italia. Langkahnya mungkin tak dewasa, tapi Heidy butuh ruang untuk meninjau ulang semua rencana dalam hidupnya.

Lalu, Allah memberinya kejutan. Dalam pelayaran menyusuri Venesia, Heidy bertemu raksasa bermata biru. Graeme MacLeod, si Mr. Cool, Pria yang mencuri napasnya di pertemuan pertama mereka. Meski ketertarikan di antara mereka begitu besar, Heidy tidak berniat menjalin asmara singkat. Graeme harus dilupakan.

Ketika apa yang terjadi di Venesia tidak bisa tetap ditinggal di Venesia, Heidy mulai goyah. Apalagi Graeme ternyata lelaki gigih yang mengejarnya hingga ke Jakarta dan tak putus asa tatkala ditolak. Meski akhirnya satu per satu rahasia kelam lelaki itu terbuka, Heidy justru kian jatuh cinta.
Pertanyaannya, apakah cinta memang benar-benar mampu menyatukan mereka?

------

Kisah bermula saat Heidy mendadak membatalkan pernikahannya dengan Mirza karena suatu alasan. Dia memakai paket yang sudah dipesannya untuk bulan madu menjadi liburan seorang diri ke Venesia.

Dia ingin menenangkan diri, kabur dari semua hal yang menyesakkan di Jakarta. Lalu, dia bertemu raksasa bermata biru. Graeme MacLeod, nama pria itu. Pria yang mengambil napasnya ketika pertama kali berpandangan. Bukan hanya Heidy, ternyata Graeme merasakan hal yang sama pada gadis itu, merasakan tubuhnya disengat sesuatu tak kasat mata ketika pandangan mereka bertemu.

Pada suatu malam, Graeme, seorang lelaki yang dijuluki Mr. Cool, memberanikan diri untuk berkenalan dengan Heidy. Untungnya, Heidy tipe orang yang supel, membuat perkenalan keduanya tidak kaku. Meskipun jantung keduanya tidak bisa berhenti berdetak terlalu cepat.

Mereka banyak menghabiskan waktu bersama di Venesia, berbagi cerita, makan bersama, dan mengunjungi tempat-tempat di sana. Kebersamaan itu membuat Graeme akhirnya menyadari bahwa perasaannya nyata. Dia menyatakan cinta tepat ketika Heidy hendak pulang ke Jakarta, mengurusi segala masalah yang ditinggalkannya.

Tentu saja pernyataan cinta itu ditolak oleh Heidy. Gadis itu masih belum sembuh, masih belum bisa mempercayai cinta lagi, situasinya kacau dan dia tidak ingin menjalin hubungan terutama dengan pria asing yang baru dikenalnya.

Namun, penolakan Heidy tidak membuat Graeme gentar, berjauhan dengan Heidy dan hanya mendengar suara gadis itu lewat telepon membuatnya kian menyadari rasa cintanya. Graeme menekatkan diri, membawanya terbang ke Jakarta hanya untuk meraih cinta Heidy.

-----

My Own Private Mr. Cool adalah novel pertama Kak Indah Hanaco yang aku baca! Aku suka kovernya sampai-sampai aku nggak bisa berenti bolak-balik mandang kovernya selagi baca XD
Sinopsisnya, memang kayaknya terlalu panjang padahal intinya bisa dipersingkat. Dimulai dari prolog, aku udah langsung tertarik karena di sana menyebutkan ‘kecacatan’ apa yang dimiliki Graeme.

Latar belakang kedua tokoh menjadi poin utama dari konflik dalam novel ini, termasuk yang satu yang terunik dari keseluruhan ceritanya. Heidy yang membatalkan pernikahan karena suatu alasan yang mencengangkan serta ibunya yang tukang-ikut-campur padahal usianya sudah 29 tahun, sementara Graeme yang merupakan mantan marinir, tertarik kepada Islam meski agamanya Kristen, dan pernah kehilangan seseorang yang berarti baginya di medan perang.

Aku suka cara penulis mendeskripsikan segala sesuatu. Sangat mendetail namun tidak menghilangkan keasyikan saat membacanya. Narasinya mengalir dan mudah dimengerti, serta banyak pengetahuan baru yang berhubungan tentang Venesia maupun hal-hal lain seperti kapal Vivaldi dan tentang makanan.

Membaca novel ini membuatku enjoy hingga tidak terasa aku sudah hampir sampai di halaman terakhir.

Konflik yang diangkat sebenarnya cukup umum, bagaimana dua orang yang patah hati, berusaha menyembuhkan diri dan bertemu satu sama lain lalu saling jatuh cinta. Menurutku, hal-hal yang membangun konflik cukup heboh (seperti masa lalu Graeme, agama, ibu Heidy yang bawel dan mantan yang mengejar-ngejar) namun secara intinya, konflik ini tidak terlalu menegangkan. Hanya konflik ringan tentang romansa yang menyentuh hati.

“Bahwa cara terbaik untuk menghindar dari kehilangan adalah tak pernah melakukan hal-hal impulsif demi memuaskan keinginan hati.” – hlm 97
Alur yang dipakai adalah alur maju-mundur. Flashback menceritakan tentang Graeme dan masa lalunya di Fallujah, tempat yang sedang berperang dan bagaimana dia mulai mengenal Islam. Selebihnya, alur yang digunakan adalah maju. Setting novel ini berada di Venesia dan Jakarta lalu sedikit London.

Tidak sulit untuk merasa bahwa cerita berlatar di Venesia karena penulis melakukan riset yang hebat demi terbangunnya nuansa Venesia di benak pembaca. Seperti yang kubilang, novel ini sangat detail.
Dari segi penokohan, aku memang tidak merasa ada yang begitu istimewa. Heidy yang tipe ceria dan menyukai anak kecil, sementara Graeme yang kaku dan rapuh sekaligus. Namun, latar belakang Graeme membuatku lebih tertarik dan menjadikannya tokoh favoritku, terutama karena aku suka setiap dialog yang dilontarkannya saat bersama Heidy.

“Kenapa kau menyukaiku?”
“Kalau aku tahu alasannya, aku sudah mencari obat penawarnya supaya sampai tidak separah ini.” – hlm 114
Selain romansa, novel ini berlatarkan agama Islam yang cukup kentara. Karena baru pertama kali membaca novel berlatarkan agama seperti ini, jujur aku cukup terkejut dan agak canggung saat membacanya. Aku terbiasa membaca novel yang tidak menjelaskan suatu hal tentang agama, kalau pun ada mungkin hanya sepintas.

“Tak masalah apakah kau memanggil-Nya dengan Allah, Tuhan, atau nama lain. Dia pemilik segala bahasa. Dia tahu maksudmu.” – hlm 44
Meskipun tidak mendalam, ciri kebiasaan umat Muslim di sini digambarkan dengan jelas. Bukannya anti membaca suatu novel yang mengangkat topik krusial, tapi aku lebih suka suatu novel netral saja karena memang genre utamanya adalah romace contemporer.

Overall, aku menikmati membaca novel ini, ceritanya manis dan menyentuh. Beberapa kali aku juga dibuat tertawa oleh humor celetukan yang ada di dalam novel ini juga perasaan cinta yang besar di antara kedua tokoh yang diceritakan dengan sangat baik. Kemistri kedua tokoh sangat terasa. Novel ini memberi tahu kita bahwa, cinta memang bisa menyatukan dua anak manusia. Namun, cinta saja tidak cukup. Ada sesuatu yang jauh lebih penting untuk dipertimbangkan selain cinta.
Apakah itu? Temukan di novel My Own Private Mr. Cool!1! XD

“Pada akhirnya, aku percaya kalau orang baik tetaplah orang baik. Tak peduli agama yang dianut atau rasnya.” – hlm 34
“Bukankah lebih baik melakukan sesuatu meski akhirnya gagal dibanding jika dia hanya berdiam diri dan menyesali segalanya suatu ketika nanti?” – hlm 62
“Cintaku mahal, Heidy. Tidak ada yang bisa membayar perasaan sesakral itu.” – hlm 217
“Kurasa, berusaha mengenal seseorang itu butuh waku seumur hidup. Manusia selalu berubah. Juga punya kemampuan menyembunyikan banyak rahasia.” – hlm 240

Minggu, 21 Oktober 2018

[RESENSI] Under the Blue Moon by Cath Crowley


instagram: @arthms12


Judul: Under the Blue Moon (Graffiti Moon)
Penulis: Cath Crowley
Penerjemah: Ingrid Nimpoeno
Penyunting: Jia Effendi
Penyelaras Aksara: Susanti Priyandari
Penata Aksara: Nurul MJ
Perancang Sampul: dwiannisa & elhedz
Penerbit; Noura Books (Oktober 2015)
Jumlah halaman: 303 hlm.
ISBN: 978-602-0989-70

Blurb:

Kuharap aku tidak terlambat.
Semoga aku bertemu Shadow.
Cowok misterius yang melukis dalam kegelapan. Melukis burung-burung yang terperangkap di tembok bata dan orang-orang yang tersesat di hutan hantu.
Dia membuatku jatuh cinta
Setengah mati.
Malam ini aku harus bertemu dengannya.
Apa pun yang terjadi.

-----

Buku Cath Crowley pertama yang aku baca! Jujur agak tidak tertarik sama kovernya tapi blurbnya bikin aku jatuh cinta pada bacaan pertama XD
Cerita dimulai dari Lucy yang dikirimi pesan oleh Al, pria tua yang berkedudukan sebagai bosnya. Al membertiahu bahwa Shadow ada di depannya saat ini, menggambar, sementara Poet baru datang, akan menyelesaikan karya Shadow dengan membubuhkan kata-kata.

Tapi Lucy terlambat. Jadi dia tidak bisa menemui orang yang dia kagumi itu. Kemudian dia pergi menemui Jazz, sahabatnya yang cenayang, untuk menghabiskan malam pesta akhir kelas 12. Di sana Jazz akan berkencan dengan cowok ganteng bernama Leo, sementara Daisy akan bertemu pacarnya Dylan (yang akan bertengkar sepanjang waktu) lalu Lucy akan bertemu mantan kencannya, Ed.

Dia punya pengalaman buruk dengan Ed. Di kencan pertama mereka, Lucy mematahkan hidung Ed sekali sikut karena Ed meremas bokongnya. Sejak itu, Lucy tidak pernah menemukan teman kencan lagi (dan karena mengejar Shadow) sementara Ed putus sekolah karena suatu hal.

Lalu Daisy ingat bahwa Dylan mengatakan dia mengenal Shadow dan Poet, hingga akhirnya para cewek setuju untuk nongkrong bareng mereka asal mereka membantu Lucy mencari Shadow.
Malam itu, mereka pergi ke pesta kakak Leo, sementara itu Lucy dan Ed tidak betah di sana, mereka memutuskan untuk pergi, mencari Shadow, menelusuri jejak mural karya Shadow dan mengalami malam panjang tak terlupakan.

Perlahan-lahan, mereka mulai akrab, jauh berbeda dengan kencan pertama mereka yang canggung. Namun, ternyata Ed menyembunyikan rahasia. Tak hanya satu, tapi banyak kejutan.

----

Aku baca ini cuma sehari! Karena langsung cocok dengan gaya bahasa Cath Crowley atau terjemahannya (terserah lah!) pokoknya aku langsung menikmati novel ini. Gaya bahasanya yang ringan dan mengalir, lalu narasi dan dialognya yang asik. Terlebih, novel ini punya bagian favoritku; bab-bab yang banyak tapi pendek. Hal ini sangat membantuku untuk menyelesaikan buku ini dengan cepat.

Konfliknya seru! Memang alurnya tergolong biasa saja dan ringan, malahan setting waktunya hanya satu malam saja. Dan menurutku ini jadi daya tarik tersendiri. Satu malam menjadi sebuah novel yang keren. Aku suka.

Konflik utamanya adalah bagaimana Lucy berusaha menemukan Shadow, dibantu Ed, mereka malah menjadi akrab. Kedengarannya nggak menarik ya? Tapi setelah baca, aku benar-benar dibuat jatuh cinta oleh alurnya. Novel ini bikin gemes karena salah satu rahasia Ed, rahasia ini memang sudah diketahui sejak awal, namun aku sengaja nggak tulis biar seru XD

Aku suka cara Ed dan Lucy berinteraksi, dialognya penuh humor, ditambah mereka semua, iya semuaaa tokohnya punya ciri khas yang membuat mereka jadi imut. Tingkah mereka benar-benar mencerminkan seorang remaja belum lagi konflik internal pendukung latar belakang mereka.

Lucy yang pemimpi, pekerja seni, naif dan manis, punya orangtua lengkap namun tinggal terpisah. Mum di rumah bersamanya, sementara Dad di gudang. Ya, mereka masih satu lokasi rumah namun terpisah. Hal itu kadang membuat Lucy cemas mereka akan bercerai meskipun ibunya berkali-kali mengatakan hal itu tidak akan terjadi.
“Tahukah kau bahwa kita terbuat dari materi yang sama seperti bintang-bintang? Kita adalah energi nuklir yang meledak.” – Lucy (hlm 119)
Kira-kira begitulah sebagian besar isi otak Lucy yang menurutku mengagumnkan :D
Ed, yang mempunyai rahasia kecil kenapa dia berhenti sekolah, Leo lah satu-satunya orang yang tahu rahasia itu, bahkan ibunya tidak. Ed sangat menyayangi ibunya karena dia adalah single parent, berusaha bertahan hidup disamping sekolah lagi jurusan keperawatan.

Mereka hidup serba kekurangan jadi Ed mengatakan dia putus sekolah karena tidak suka sekolah dan ingin membantu ibunya. Ed ini tipe cowok yang manis terhadap ibunya, dia juga sangat sayang kepada mantan pacarnya, namun bisa gila, menyenangkan dan menjengkelkan sekaligus saat bersama teman-temannya, apalagi dengan Lucy yang punya sejarah tak terlupakan soal hidung patah.

“Kata-katanya adalah lukisan, dan aku melukisnya di dinding di kepalaku saat dia berbicara.” – Ed (hlm 196)
Jazz, seorang cenayang. Dia bisa mendapatkan firasat dan dia orang yang menyengkan. Leo orang yang karakternya diciptakan memang untuk menjadi cocok dengan Jazz, penuh pesona dan akal bulus XD
“Kau aneh. Tapi, itu tidak apa-apa. Kau membuatku terlihat normal.” – Jazz (hlm 77)
“Kurasa seniman grafiti yang tak terlihat hanya berada satu langkah di atas tokoh fiksi.” – Jazz (hlm 122)
Daisy dan Dylan bertengkar sepanjang waktu karena Dylan melemparinya sekotak telur saat berusaha merayakan malam terakhir kelas 12 dan juga karena ada satu alasan penting lain.

Selain mereka, ada pula sosok tokoh Bert, mantan bos cat-nya Ed yang sesekali flashbacknya muncul, menjadikan novel ini beralur maju-mundur. Bert dikisahkan punya sifat yang bijaksana sekaligus menyenangkan bagi Ed. Dia sering mengingat nasihat-nasihan Bert saat berhadapan sepanjang malam dengan Lucy.

“Kau tahu tikus bisa berenang? Mereka panik ketika masuk air, tapi mereka akan baik-baik saja.” – Bert (hlm 103)
“Dia mengatakan mimpi adalah satu-satunya cara untuk pergi ke tempat mana pun.” – hlm 138
Karakter yang paling aku suka adalah Ed, entah kenapa latar belakangnya mampu menyeretku untuk suka padanya. Pokoknya, aku suka Ed karena dia rapuh, tapi juga kuat, cerdas, dan menawan. Hahahaha XD

Tapi aku juga suka Lucy, karena sikapnya yang tenang dan kalimat-kalimat penuh mimpi yang keluar dari mulutnya membuat dia aneh sekaligus menarik. Seperti yang Ed rasakan kepadanya.
Novel ini punya 2 sudut pandang, bergantian antara Ed dan Lucy, namun ada juga bab-bab selingan berisi puisi-puisi karya Poet. Dia menuliskan kisahnya sendiri pada malam panjang itu bersama seseorang berbentuk puisi. Dan ini jugalah hal yang buat aku suka novel ini, diselingi puisi Poet yang indah :D

Ada segerombolan mimpi buruk
Dan di balik mimpi-mimpi itu
Jika kau bisa melewati mimpi-mimpi itu
Ada hal yang membuatnya berdetak
Tak, tak, tak.
” – Poet (hlm 145)

Overall, aku nggak akan nulis banyak. Aku beneran suka kisah ini karena menurutku konfliknya ringan dan khas remaja tapi nggak mainstream, karakternya yang khas, bab-babnya pendek, interaksi Ed dan Lucy yang menggemaskan dan puisi-puisi Poet. Seluruh isi novel ini bikin aku jatuh cinta dan membacanya bikin heartwarming gitu. Well, 4.5 bintang karena novel ini sangattt memenuhi ekspektasiku :D

Qoutes:
“Itulah yang kusukai dari seni, yaitu apa yang kau lihat terkadang lebih menyangkut siapa dirimu daripada apa yang terpampang di tembok.” – hlm 24
“Manusia itu kuat, tapi jika kau memukulnya di tempat yang tepat, mereka akan hancur.” – hlm 200


Jumat, 19 Oktober 2018

[RESENSI] Once and For All by Sarah Dessen

IG: @arthms12

Judul; Once and For All (Sekali untuk Selamanya)
Penulis: Sarah Dessen
Alih Bahasa: Mery Riansyah
Editor: Dion Rahman
Penata Letak: Divia Permatasari
Penerbit: Elex Media Komputindo (2018)
Jumlah halaman: 364 hlm
ISBN: 978-602-04-8000-8

Blurb:

Louna, putri perencana pernikahan terkenal Natalie Barrett, telah melihat setiap jenis pernikahan. Di pantai, di rumah mewah bersejarah, di hotel, dan klub mahal. Mungkin, itulah sebabnya dia memandang sinis sebuah akhir kisah bahagia selamanya, terutama sejak cinta pertamanya berakhir tragis.

Saat Louna bertemu dengan Ambrose Little, si –cowok-penuh-pesona dalam sebuah acara pernikahan, dia membentangkan jarak dengan cowok yang tidak mungkin masuk daftar kencannya tersebut.

Namun, Ambrose tidak berkecil hati atas penolakan Louna. Cowok itu selalu punya cara brilian yang juga menakjubkan untuk memenangkan hati gadis yang benar-benar diinginkannya.
Setelah kejadian pada malam di toko satu dolar, apakah Louna masih berpikir tidak ada akhir yang bahagia dalam kisah cintanya?

----

Kisah bermula saat Louna harus menenangkan calon pengantin yang mendadak gelisah. Deborah, namanya, bertanya apakah Louna percaya pada cinta sejati?
Tentu saja tidak. Tapi dia tidak menjawab.
“Semoga beruntung. Semoga kalian selalu punya jawaban untuk pertanyaan penting satu sama lain.” – hlm 9
Lalu pernikahan selanjutnya adalah pernikahan milik Eve Little. Di sana, dia terpaksa menyeret anak lelaki Eve Little yang desersi dari acara. Dialah Ambrose Little, sedang tebar pesona kepada seorang gadis.

Bermula dari sanalah, Ambrose merasakan benih cinta itu, yang tumbuh secara tiba-tiba untuk Louna. Tapi gadis itu, yang mempunyai kisah suram tentang cinta, menolak mengakui bahwa dirinya juga tertarik kepada Ambrose hanya karena lelaki itu senang berkencan dengan siapa saja dalam waktu yang singkat.

Pernikahan selanjutnya adalah Bee Little, kakak dari Ambrose. Demi membuat Bee tenang menghadapi pernikahannya yang juga diurusi oleh Natalie Barrett, Natalie membuat Ambrose bekerja padanya. Itu artinya, dia akan bekerja dengan Louna.

Jilly, teman Louna yang sangat berharap Louna bisa sembuh dari lukanya dan kembali membuka hati, tidak berhenti mengenalkan gadis itu ke beberapa cowok, namun tidak ada yang berjalan dengan lancar. Sampai akhirnya Ambrose mengejeknya, Louna balas mengejek, lalu berlanjut dengan taruhan.

Ambrose ditantang untuk berkencan dengan satu cewek saja selama 7 minggu sementara Louna harus banyak berkencan dengan cowok-cowok yang berbeda selama 7 minggu pula. Yang menang, bebas memilih siapa pun untuk jadi pacar selanjutnya bagi yang kalah. Siapa yang akan menang?

Kisah yang cukup unik buatku, bertemakan Wedding Planner, sedikit banyak memberiku pengetahuan soal bagaimana proses dari perencanaan pernikahan. Awalnya aku kira novel ini adalah novel dengan karakter tokoh dewasa, namun ternyata novel ini adalah novel remaja, young-adult lah!
Aku suka kovernya yang cantik, dan agak sedikit serius makanya aku pikir ini novel dewasa, tapi jujur aku lebih suka kover versi aslinya XD

Pertama kalinya membaca novel Sarah Dessen dan di halaman pertama aku langsung jatuh cinta sama novel ini. Dimulai dari pertanyaan yang membuat aku langsung mengenal Louna dan memahami posisinya. Gaya bahasa yang mengalir dan enak untuk diikuti, santai dan manis, terjemahannya pun enak.

Aku sempat berpikir juga novel ini akan penuh drama anak muda atau gaya hidup ala barat yang terkesan liar namun di sini aku tidak menemukan itu dan aku sukaaa. Memakai sudut pandang Louna yang merupakan anak baik-baik dan sibuk membantu ibunya menjadi wedding planner, aku suka setting ini.

Konfliknya bisa dibilang cukup sendu karena Louna kehilangan mantan pacarnya yang sempurna itu secara tragis dan itu memengaruhi sikap dan pandangannya saat ini. Dengan alur maju mundur, novel ini mengajakku kembali ke masa lalu di mana Louna masih berbahagia dengan Ethan sekaligus suram di masa sekarang.

Di situlah karakter Ambrose tepat berada pada tempatnya. Dia tertarik pada Louna dalam satu pandangan. Namun gadis itu banyak menolaknya. Ambrose adalah tipe cowok yang mudah penasaran dengan wanita, tapi Louna membuat segalanya menjadi dua kali lebih sulit bagi Ambrose.
Tingkahnya yang tidak tertebak, selalu tebar pesona dan penuh ide-ide jahil membuat karakter Ambrose menjadi lovable menurutku, dia iseng dan sarat akan kejutan, Ambrose bagai pelangi di kisah hidup Louna yang datar dan muram.

“Aku semacam mirip enigma. Misterius, sulit ditebak.” – Ambrose (hlm 80)
Aku suka bagaimana Ambrose memberi tantangan itu kepada Louna, yakin bahwa dia akan menang. Karena semua orang tahu, Jilly tahu, William (rekan kerja Natalie) pun tahu, kalau Ambrose memenangkan taruhan ini, dia akan membuat dirinya sendiri menjadi pacar Louna yang selanjutnya.

Louna, yang menurutku sedikit kurang peka ini tidak sadar bahwa dia selalu gagal mencoba berkencan dengan seorang cowok, namun selalu bisa mengatasi Ambrose seajaib apa pun tingkahnya.
Aku sangat suka interaksi keduanya yang menggemaskan. Ambrose selalu punya cara untuk ‘mengganggu’ Louna. Tapi satu hal yang Ambrose nggak tahu, yaitu masa lalu Louna dan Ethan.

“Aku tidak mau menghancurkan keyakinanmu, tapi hanya karena kau membuat banyak permohonan bukan berarti kesempatan itu dikabulkan akan semakin meningkat.” – Louna to Ambrose (hlm 241)
Louna adalah gadis yang murung sekaligus mudah untuk dicintai. Dalam narasi-narasinya, dia mengajak pembaca untuk berpikir bahwa dia baik-baik saja, dia hanya belum bisa menemukan cinta yang selanjutnya karena masih terbayang Ethan dan bagaimana hubungan mereka berakhir.
“Terkadang melupakan sama buruknya dengan mengingat.” – hlm 113
“Kita berhenti memercayai harapan ketika satu-satunya yang kau inginkan tidak terkabulkan.” – hlm 242
Well, aku suka kisah remaja ini, manissss dan sendu sekaligus, kemistri antara kedua tokoh yang kuat, feel cerita yang sangat dapet. Ceritanya yang heartwarming dan sekaligus membuat kita bakal percaya dengan yang namanya cinta sejati meskipun setiap cerita tidak harus happy ending.
“Kita tidak bisa mengukur cinta dari waktu yang dihabiskan bersama, tapi dari betapa bermaknanya momen-momen tersebut.” – hlm 118
p.s ada satu rasa penasaran soal Phone Lady yang mendadak bikin merinding di bagian akhir namun sayangnya nggak ada penjelasannya:’)

“Hidup membentuk seseorang dalam cara-cara yang unik. Tidak ada yang dapat benar-benar mengerti bagaimana masing-masing kejadian pada masa tahun lalu –berat dan ringan– telah mengasahku menjadi diriku sekarang, tajam di beberapa tempat, lebih kapalan dai tempat-tempat yang lain. Aku bukan monster. Belum.” – hlm 139
“Seluruh hal tentang jatuh cinta, sangat romantis, hal penting. Kapan kau mendapatkan itu?” – hlm 275
“Isn’t that the way everything begins? A night, a love, a once and for all.”[]

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)