Sabtu, 21 Desember 2019

[RESENSI] The Poppy War by R. F. Kuang

source: google






Judul: The Poppy War (Perang Opium)
Karya: R. F. Kuang
Alih Bahasa: Meggy Soedjatmiko
Editor: Anastasia Mustika Widjaja
Desain sampul: David Ardinaryas Lojaya
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2019)
ISBN: 9786020634968 (Digital)
Jumlah Halaman: 568 hlm.
Baca via: Gramedia Digital

Blurb: Semua orang terkejut ketika Rin berhasil masuk Sinegard, akademi militer elite di Kekaisaran Nikan. Tetapi, kejuta tidaklah selalu menyenangkan.

Karena dianggap anak kampung, Rin jadi bulan-bulanan. Apalagi karena ia perempuan. Dalam keadaan putus asa, Rin mendapati dirinya ternyata memiliki kekuatan supernatural yang mematikan –syamanisme. Di bawah bimbingan guru yang dianggap gila, Rin jadi tahu bahwa dewa-dewa yang selama ini dikira mati, ternyata masih hidup.

Kekaisaran Nikan hidup damai, namun bekas penjajahnya, Federasi Mugen, terus mengintai. Kekuatan syamanisme Rin mungkin satu-satunya yang bisa menyelamatkan rakyat, tapi semakin ia mengenal sang dewa Phoenix yang memilihnya, dewa penuh kemurkaan dan dendam, semakin ia khawatir.

Memenangi perang mungkin harus dibayarnya mahal dengan sifat kemanusiaan.

Dan mungkin semuanya sudah terlambat.

-----

Sejak awal liat novel ini mau diterbitin di instagram, aku udah excited bangettttt dan merasa bahwa aku bakal suka dan harus memiliki buku ini. Tapi akhirnya cuma bisa baca lewat GD, rasa kepo berbanding terbalik dengan isi dompet. Tapi tetep aja sih pengen banget punya fisiknya karena

GILA WOY NOVELNYA BAGUS BANGET!1!!1

Aku yang selalu milih novel tipis buat baca di GD aja sampe beraniin diri sendiri baca 500+ The Poppy War karena worth it banget gilakkkk!

Awal mula novel ini udah menarik, meskipun agak klise dikit; anak yatim piatu miskin yang hidup menderita ternyata punya bakat khusus yang bisa mengubah dunia, wow, b aja hahaha. Karena baru aja beresin Shadow and Bone, aku rasa latar belakang Rin mirip-mirip Alina.

Ketika Rin masuk Sinegard, aku langsung kepikiran Harpot wkwk, nggak mirip sih, cuma kesannya kayak baru masuk hogwarts trus para master tiap bidang pelajaran milih murid mana yang diambil buat jadi anak magangnya. Kejamnya, di sinegard, yang nggak diambil master jadi murid harus pulang tanpa dendam.





Jujur sistem Sinegard ini bikin aku merinding tapi aku suka banget. Ekspektasi nemu sesuatu yang wah di sinegard tapi yang kudapatkan cuma penderitaan Rin XD pokoknya, novel ini bener-bener kasih nuansa yang berbeda banget.

Lalu latar cerita ini diambil dari sejarah Cina, yang mana bikin aku tertarik, sesuatu yang beda dan baru pasti menarik buatku. Gaya bahasanya ringan dan terjemahannya juga enak. Minusnya, gegara aku baca di GD, tulisannya jadi kecil-kecil. Aku harap GD nyediain fitur mobile read huhu :( Seandainya font-nya manusiawi, aku nggak akan nyelesain novel ini selama 2 minggu, pasti lebih cepat XD

World Building-nya bagus banget sampe speechless pokoknya. Tapi aku ngerasa novel ini terlalu cepet pace-nya. Dan semua definisi world-nya kayak ditumpahin gitu aja di satu novel, jadi kayak agak keblinger gitu deh terlalu banyak informasi soal world building yang kuterima. Atau mungkin cuma efek baca di hp, kalau baca novel aslinya sepertinya akan b aja gak puyeng haha. Tapi meskipun puyeng, aku merasa kekaisaran Nikan memang ada dan nyata. Penulisnya hebat banget nggak kuat T_T

Untuk karakternya, aku merasa Rin ini mirip Harry Potter hahaha keras kepala dan nggak sabaran bla bla. Dan aku kurang bisa dapet feel karakternya sih, kayak nggak ada character developmentnya buat karakter lain, cuma fokus di Rin aja, yang mana, aku nggak suka-suka amat sama Rin. Hehe. Tiap ada karakter baru, dan mulai pelan-pelan suka, tiba-tiba aja cerita sudah berpindah setting dan berpisah sama karakter-karakter sebelumnya. Heu.

Tapi meskipun aku gak suka-suka amat sama Rin, character developmentnya bagus, dan aku suka, aku suka karena Rin jahat, tapi kadang aku ngerasa pilihannya nggak kusukai dan kadang dia bisa jadi sangat annoying haha.

Selain itu, aku paling gemes gendok sama nama-nama di novel ini soalnya aku gak bisa bedain mana cewek mana cowok huhuhu awalnya aja aku nyangka Nezha cewek XD kebanyakan namanya sulit dibedakan gendernya haha

Jujur aku memang suka dan tertarik sama novel ini, tetapi 250 halaman pertama bikin aku puyeng 
soal world building itu, tapi lama-lama aku bisa mengikuti dan sisa halamannya, novel ini bener-bener worth to read banget. Sebagai seseorang yang suka perang-perangan apalagi semenjak nonton GoT, aku rekomen novel ini. Dan yang agak sedih buatku, di sini nggak ada romance hehehe.

Kalau kalian ngarep bakal ada perang-perangan yang menengangkan dan kejayaan yang wah, The Poppy War justru sebaliknya, di sini mereka semua putus asa, kecewa, merasa nggak berguna dan lain-lain. Terutama karena jalan Rin menjadi syaman tidak mulus.

Jujur aku gak tau lagi mau nulis apa, banyak yang terjadi di novel ini. Dari mulai Rin belajar buat lolos Keju dan pergi ke Sinegard, dilatih, ternyata punya kemampuan syamanisme, dan lanjut jadi perang karena Federasi Mugen balik lagi ke Nikan. Banyak yang terjadi dan aku ngerasa pace-nya cepet gitu, kayak belum sempat menghayati tapi tau-tau Rin udah lulus Sinegard.

Selain itu, sepertinya aku bakal buat warning bagi yang lemah mental mending jangan baca novel ini karena novelnya gore abisssssss. Aku aja sampe mual bacanya huhu. Rasanya pengen ngasih award ke R.F Kuang “penulis paling jahat 2019”

Tetapi justru karena banyak penderitaan di novel ini, aku makin suka, udahan soal nasib baik selalu ada di akhir, nasib baik itu cuma bualan (kata nemesis). Novel ini bener-bener ngajarin supaya kuat mental dari awal. Makin ke akhir, makin buruk T_T

Overall, bagi yang suka high-fantasy (apakah bisa dibilang begitu aku tdk yakin), perang-perangan, gore, dan novel tanpa kebahagiaan, aku rekomen banget novel ini. Ada beberapa bagian yang humor juga dan itu precious banget ga tau dah, nggak bikin ngakak tapi setidaknya aku bisa tersenyum di antara kepahitan ini. 4.8ó karena kepuyenganku (subjektif) membuat 0.2 bintangnya luntur.
“Kita juga bakal jadi orang brengsek kalau keluarga kita kaya dan menarik.” – Kitay (hlm 68)
“Keju tidak berarti apa-apa. Keju hanya taktik untuk membuat para petani tidak berpendidikan agar tetap di tempat mereka. Kalau kita berhasil lolos melewati Keju, mereka toh masih akan tetap mengeluarkan kita. Keju menjaga agar kaum kelas bawah tidak ribut. Itu membuat kami terus bermimpi. Itu bukan tangga untuk perubahan; itu cara untuk membuat orang-orang seperti aku untuk tetap berada persis di tempat mereka dilahirkan. Keju itu obat bius.” – Rin (hlm 101)
“Rasa sakit berarti keberhasilan. Ia membuat dirinya sendiri sengsara. Tetapi, semua opsinya memang mengarah ke penderitaan.” – hlm 110
Hal yang paling aku sukai dari novel ini mungkin tentang mitologinya, dewa-dewa, dan konsep kehidupannya.
“Jadi apa yang terjadi saat kita mati? Kita kembali ke dunia roh, kita meninggalkan ilusi ini. Kita terjaga. Kita tidak bisa dibilang mati, melainkan kembali ke kehampaan. Kita terurai. Kita tak lagi punya ego. Kita berubah dari hanya menjadi satu hal, menjadi segalanya.” – hlm 236



Jumat, 13 Desember 2019

[RESENSI] Moon and Her Sky by Kansa Airlangga

source: google


Judul: Moon and Her Sky
Penulis: Kansa Airlangga
Penata Letak: Marchya F
Ilustrasi dan Desainer Sampul: Kansa Airlangga
Penerbit: Elex Media (2019)
ISBN: 9786230010811 (Digital)
Jumlah halaman: 182 hlm.
Baca via: Gramedia Digital

Blurb: Mona bilang, namanya berarti bulan. Tugas bulan adalah menyinari langit malam, meski tidak secerah mentari. Dan, kata Angkasa, tempat ternyaman bagi bulan adalah langit. Mona percaya itu, dan dia ingin membuktikan, bahwa tempat ternyaman bagi bulan memanglah langit.

Namun, di sisi lain, ada Garda, yang setahu Angkasa, namanya berarti garuda. Mona menunggu Garda. Benar-benar menunggu dirinya sendiri dengan seantero kebohongannya. Sampai Angkasa akhirnya bilang, bahwa tidak akan pernah ada seekor garuda berlabuh di bulan.

----

Perhatian sebelumnya, resensi ini sangat amat subjektif, semua resensiku memang subjektif sih, tapi kali ini mau peringatin dulu, takutnya aku tanpa sadar ngetik kepedesan atau gimana, tapi gak maksud kok, suer.

Pertama-tama, big applause dulu buat kovernya yang sumpah demi apa pun ini cuteeeee abisssss. Eye-catching bangetttt, nemu ini di rilis terbaru GD dan langsung klik, pas liat halamannya cuma seuprit; tidak ada alasan lagi untukku untuk tidak donlot.

Aku tau nama penulisnya dari novel pertamanya yang boys do write love letters itu, cuma aku gak baca buku pertamanya hehe, dan cuma jadi tau kalau penulisnya adalah penulis wattpad. Okelah, aku gak mau ekspektasi banyak dari novel jebolan wattpad, mood aku waktu itu cuma lagi pengen baca novel cicintaan dan ringan.

Awal-awal baca novel ini, i thought that i’m gonna love this story. Gak cuma kovernya yang imut, ceritanya juga imut. Awal pertemuan Angkasa dan Mona imut deh, bikin aku senyam-senyum. Mereka lagi ujian, sekolah Angkasa nebeng di sekolah Mona. Mona kebagian ujian duluan dan liat kalau di mejanya ada contekan yang ditulis Angkasa kemaren. Lewat pesan kecil di meja dan kebalian serebu, mereka kenal.

Konfliknya, simpel bangettt. Trope cinta segitiga kali ya. Mona-Garda-Angkasa. Gak mau jelasin banyak, takutnya spoiler saking simpelnya hehe. Tanpa memandang ke-annoying-an karakternya, aku punya satu bintang buat konflik kiyowo ini, nggak berlebihan, khas teenlit gitu lah.

Yang membuat mood-ku ancur adalah karakternya. Sumpah gak ada satu pun karakter yang nyantol di hati. Semuanya annoyiiiiingggg huahhh. Hahaha. Mona ini ceritanya cuma cewek cakep(?) biasa, cakepnya masih tanda tanya soalnya kayaknya gak seheboh itu di-telling tapi gak mungkin gak cakep kalau Garda si artis aja sampe naksir kan. Yang bikin kesel, dia tuh labil bangetttt, oke ini juga khas remaja banget lah ya, labil biasa. Tapi menurutku jatohnya annoying buatku sendiri. Kayak...hari ini suka Angkasa, besoknya nangisin Garda. Kan apa banget.

Kedua, Angkasa. Badboy bukan, broken home bukan, mantap, tak kasih satu poin. Gayanya juga simpel, kek anak cowok pada umumnya. Masalahnya, dia sama linglungnya sama si Mona. Sehari perhatian banget, benih-benih cinta, besoknya mau-fokus-belajar-gak-tertarik-pacaran-udah-lo-sama-garda-aja. Heran hamba.

Masing-masing punya alasan, cuma si Mona aja yang alasannya gak nyangkut di aku. Alasan Angkasa masih dapet, tapi malah jadi membuatku berpikir ya allah apakah anda cowok apa bukan. Dan posisi karakternya sejak awal aku ngerasa kayak si Angkasa ini ceweknya, dan Mona cowoknya haha. Mona agak agresif juga sih memang XD





Dan satu hal lagi yang annoying adalah, mari melipir ke sudut kecil, tentang Shila sang Mantan Angkasa yang masih ngejar-ngejar dia tapi entah kenapa di-pair sama Aji, temen Angkasa. Si Shila ini porsinya nyaris dikit banget loh, tapi dia ngikutin dua tokoh utama yang labil, makanya nempel banget karakternya di otakku hahaha. Ga jelas banget dah si Shila ini.

Udah segitu aja unek-unek soal karakter. Aku nyaris DNF waktu baca ini tapi kagok gak sih, cuma 180an halaman. Untung konfliknya masih bisa dicerna, lanjut sj. Tapi endingnya membuatku bertekuk lutut bendera putih. Untung di ending, coba kalau di tengah-tengah....

Bagian Garda di ending justru kayak makin menonjolkan sisi labil si Mona huhu ga kuat T_T membuatku makin gak suka dia hahah. Dan memang meh banget sih bagian ini, kayak gak perlu aja gitu. Ceritanya udah ringan khas remaja kenapa mendadak suram gitu, gak match menurutku hehehe.

Overall, ini cuma pendapat pribadi kok. Terlepas dari tokohnya yang menurutku annoying, novel tipis ini cocok buat jadi cemilan saat senggang. Nggak sampe seharian dah bacanya, dua jam doang, lumayan juga nambah-nambah goodreads challenge ehe. Aku cuma kasih dua bintang aja buat kover kiyowo dan ide ceritanya yang menarik! Anw, aku suka filosofi bulan, langit dan garuda, cute ^_^




[RESENSI] Frankly in Love by David Yoon

source: google




Judul: Frankly in Love
Penulis: David Yoon
Ilustrasi Sampul: Staven Andersen
Penerjemah: Daniel Santosa
Editor: Tri Saputra Sakti
Proofreader: Kavi Aldrich
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2019)
ISBN: 9786020631707 (Digital)
Jumlah halaman: 464 hlm.
Baca via: Gramedia Digital

Blurb: Pada tahun terakhirnya di SMA, Frank Li, seorang Limbo –istilah yang dia pakai untuk menyebut anak-anak Korea-Amerika– terjebak di antara ekspektasi orangtua yang tradisional dan kehidupan modern California Selatan. Orangtuanya punya satu aturan dalam pacaran –“hanya boleh dengan orang Korea” – yang menjadi rumit ketika Frank menaksir Brit Means, yang cerdas, cantik –dan berkulit putih.

Sebagai sesama Limbo, Joy Song juga terjebak dalam masalah yang sama dan mereka membuat perjanjian: mereka akan pura-pura pacaran supaya bisa mendapat sedikit kebebasan. Frank merasa rencananya sempurna, tapi pada akhirnya, taktik pura-pura pacaran ini membuat Frank bertanya-tanya apakah dia benar-benar mengerti apa itu cinta –atau siapa dirinya.

----

Tertarik dengan novel ini sejak pertama kali liat kover, dan dalam hati aku langsung bilang: pokoknya harus bacaaaa harusssss. Tapi dalam hati terdalam, aku nggak ingin memiliki buku fisiknya. HAHA. Dan firasatku benar.....

Jujur, paling males baca ebook di hape (terutama) yang halamannya banyak banget. 400+, aku pengen ngumpat aja rasanya, trus DNF, tapi nggak jadi karena rasa kepoku lebih mendominasi. Biasanya aku cuma kuat sampe 100an halaman baca font kecil gini, tapi Frankly in Love mecahin telor deh, rekor banget, aku bisa selesai baca ini bahkan nggak sampe seminggu.

Dari halaman awal, pembahasan tentang nama korea di latar amerika udah bikin aku tertarik dan melek. Aku, yang seneng banget baca suatu budaya lain (apalagi emang k-fans) tentu aja langsung seneng disuguhin orang-orang korea di Amerika haha.

Di luar dugaan, terjemahannya enakkkk, atau emang gini ya gaya bahasa penulisnya, padahal cowok lho. Tapi di awal, aku merasa si Frank ini kecewek-cewekan, entah gegara terjemahan atau emang gitu haha, tapi lama-lama nggak kok. Dan jujur lagi, awal-awalnya memang menarik tapi narasinya agak membosankan.

Waktu Frank dan Joy mulai pura-pura pacaran, fake relationship emang salah satu trope favorit aku juga sih, aku mulai lebih melek dari yang sebelumnya, narasi berubah menjadi page turnerrrrr. Dan kebanyakan memang nyeritain kisah cinta Frank.

Terlepas dari situ, di sini juga ada isu rasisme dari orang-orang korea keluarga mereka. meski nggak ada showing tentang rasismenya sih, tapi cuma telling kalau orangtua Frank dan Joy serta perserikatan orang-korea-di-california semua rasis. Cuma boleh sama orang korea.





Konfliknya bisa dibilang sederhana dan kayak masalah cinta monyet biasa, yang memberatkan adalah permasalahan orangtua. Untungnya, porsi orangtua di sini nggak banyak, cuma penentang aja haha. Dan lama-kelamaan aku justru jadi #TeamJoy karena aku suka sifat Joy yang slengekan jadi cewek nggak kayak Brit yang feminin(?) banget haha.

Ketika semuanya sudah berjalan lancar seperti yang aku inginkan.....aku harus menelan pil pahit karena kebanyakan, novel YA luar yang aku baca endingnya pasti begini dah!! Pasti!! Ngeselin. Kadar sukaku yang tadinya 100% mulai berkurang jadi 80% karena aku benci alurnya yang kayak gini T_T

Overall, ceritanya menurutku recommended sih, apa ya, lebih ke hiburan dan pelajaran juga, secara objektif novel ini bagussss banget dan sarat makna, secara subjektif, aku masih kezal hahaha. Maka dari itu aku hanya kasih 4ó. Oh and anyway, si Q ini ketebak banget sih, nggak bikin kaget. Yang bikin kaget itu Frank dan Joy. Makanya aku tiba-tiba melonjak suka banget novel ini :D


[RESENSI] A Little White Lie by Titish A.K

source: google




Judul: A Little White Lie
Penulis: Titish A.K
Ilustrasi Sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (cetakan ke-16 2019)
ISBN: 9786020399577 (Digital)
Jumlah halaman: 280 hlm.
Baca via: Gramedia Digital

Blurb: Ocha benci Adit! Meskipun cowok itu idola cewek satu sekolah, bagi Ocha, Adit nggak lebih dari perusak image dan pembawa sial. Sejak kenal Adit, Ocha berevolusi jadi cewek cengeng, malu-maluin, suka bohong, dan doyan melet. Pokoknya Ocha benci Adit. Titik!

Tuhan seperti memberikan jalan untuk membalas dendam ketika tanpa sengaja Ocha menemukan apa yang bakal dianggap harta karun oleh cewek-cewek di sekolahnya.

Akhirnya Ocha ngisengin Adit lewat SMS dengan nama samaran Ayu. Tapi bukannya sukses balas dendam, Ocha malah tambah pusing. Soalnya kebohongan kecil yang dia ciptakan itu menimbulkan masalah baru. Adit ternyata naksir Ayu!

-----

Satu kata buat novel ini: RECOMMENDED!! Pakek dua pentung !! XD

Well, sebenernya kalau dipikir-pikir novelnya keliatan simpel banget nggak sih? Mana di blurb tokoh cowoknya idola sekolah gitu, haduh, klise, basi. Ya kan? Tapi semua dugaan aku salahhhhh besarrrrr.
Novel ini diterbitkan pertama kali tahun 2007 di mana masih zaman-zamannya SMS-an sosmed pun paling mentok Friendster sama MySpace. Ceritanya tentang Ocha yang ngisengin cowok nyebelin bernama Adit. Kalau liat tahun terbitnya sama zaman sekarang, suda jelas novel ini berbeda sama novel-novel remaja zaman sekarang.

Adit, meskipun diceritain idola cewek-cewek, tapi nggak seperti cowok most-wanted 2019 loh yang lebay banget. Di sini dia dibuat biasa aja kok, gak heboh banget dan pastinya bukan cowok badboy yang sengaja bikin Ocha gendok. Ocha juga bukan cewek populer gimana gitu. Intinya, semua tokoh di sini itu sederhana dan polos banget. Kayak temen sendiri aja gitu T_T

Pertama kali liat novel ini di instagram bukugpu, langsung kepo sama kover kuningnya yang uwu, blurbnya juga menjanjikan, dan ceritanya bener-bener sesuai ekspektasi aku banget T_T

Mon maap ini bukan mau ngiklan atau gimana, mungkin kalau aku bacanya dua belas tahun yang lalu, novel ini bakalan biasa aja, toh kehidupan sehari-hari aku juga isinya ngisengin orang lewat SMS hehe. Yang bikin aku suka banget sama novel ini adalah terutama bikin aku flashback zaman dulu, dan ceritanya yang cute banget nggak banyak bumbu-bumbu masa lalu masalah keluarga bla bla. Murni keisengan Ocha ke Adit dan cinta monyet.

Gaya bahasanya ngalir, enak, bikin enjoy, humornya dapet BANGET sumpah selain cute novel ini receh banget, nggak perlu banyak quote tapi novel ini semacam punya ciri khas sendiri. Dan narasinya nggak formal-formal banget, beneran cocok dibaca degem huhu. APALAGi yang mau tau gimana cute dan uwu-nya zaman dulu tanpa ige wa line bla bla. Recommended parahhhh!!

Saking hebohnya aku baca novel ini, sampe tengah malem pun dijabanin, page turner banget! Bagian favorit aku waktu Ocha udah bingung sendiri, narasinya bikin ngakak, dan bagian waktu mereka saling SMS-an, cuteness overload level 99+ pokoknya hahaha.





Meskipun aku 99% sangat menyukai novel ini, ada sisa 1% yang bikin aku kurang srek, ada beberapa bagian keciiiiil yang sudah kulupakan dan kumaafkan dan bagian endingnya. Entah aku masih pengen cerita ini lanjut dan nggak mau ditinggal atau emang aku nggak srek sama endingnya, gak tau dah, pokoknya berasa ada yang bolong gitu :’)

Overall, seperti kalimat pertama, novel ini beneran recommended. Highly recommended buat semua umur yang mau flashback atau baca ke-uwu-an cerita cinta remaja tahun 2007 hehe. Konfliknya sederhana, kisah cintanya polos, nggak banyak ini itu berserakan, point-nya dapet banget deh pokoknya. Aku kasih 4ó dan novel ini aku simpen di shelf favorites-level-1 di goodreads saking sukanya hehe.

“Pst km cewek ya? Bilang aja deh klo pngn knalan. =P Ya udh, ak Adit. Km siapa? Skolah/kuliah? –” - hlm121

SMS yang disingkatnya kayak gini beneran bikin aku teringat masa lalu huhu dan tiap liat SMSan mereka selalu pengen senyam-senyum sendiri :’)

“Oalah kamu toh, Dit? Kenapa? Minta aku baas SMS-mu yang tadi siang aku juga pengin, Dit! Tapi nggak boleh sama kacang! Aku mesti bagaimana, hayo?” – hlm 162

“Ya Tuhan, tolong curahkan hujan di atas bioskop ini selamanya. Amin.” – hlm 219

Padahal di sini Adit cuma berdiri diem nemenin Ocha gegara ujan T_T tapi doa klise ini bikin keimutannya bertambah huhu.

Di halaman 228 ini ada sesuatu yang bikin aku sampe banting hape waktu bacanya dan ketawa-ketawa nggak jelas kayak orang gila HAHAH. Penasaran? Ayo bacaaaaaa!



Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)