source: google |
Judul: Say Hi!
Penulis: Inggrid
Sonya
Penerbit: Elex
Media Komputindo (2021-digital)
Jumlah halaman:
528 hlm
Baca via:
Gramedia Digital
Seperti biasa, pembukaan
dulu. Pertama kali gue baca karya Inggrid Sonya adalah Revered Back di Wattpad.
Dulu, bener-bener sukaaaa banget sama ceritanya meskipun kalau dipikir-pikir
lagi ceritanya drama abis tapi intense-nya
yang bikin gue betah baca.
Lalu gue kenalan
sama Nagra dan Aru, collab-nya Inggrid bareng penulis lain, dan sekarang gue
udah lupa banget ceritanya tentang apa, maap gue pikun.
Setelah sekian
lama, waktu lagi berselancar di Wattpad, gue nemu Say Hi! terus mikir, wih
judulnya lucu. Pas baca blubrnya i was
like: wow..this is definitely my type! Semenarik itu di mata gue. Waktu itu
udah ada pengumuman mau terbit, gue yakinin diri sendiri mau baca fisiknya
titik.
Setelah terbit,
gue agak syok liat jumlah halamannya. Gue mulai ragu. Tapi ini tulisan Inggrid
loh, yang Revered Back-nya bisa bikin gue kelemer-kelemer sendiri pas baca di
sekolah! Oke, gue tetep mutusin buat jadiin ini wishlist gue.
Kebetulan
sekarang gue lagi punya GD, akhirnya gue mutusin buat baca aja, beli fisiknya
kalau gue bener-bener jatuh cinta aja deh sama bukunya. And you know what? I
think I am grateful that i didn’t buy the book lol.
Bukan, bukan,
bukan karena ceritanya nggak bagus. Ceritanya bagus banget, tapi ada beberapa
hal yang bikin gue berenti tertarik ke novel ini.
Cerita ini
berkisah tentang Ribby si itik buruk rupa yang sahabatan sama dua cowok ganteng
idola sekolah bernama Pandu dan Ervan. Di tengah serangan ejekan dari seluruh
murid di sekolah, Ribby udah lama ngerasa insecure karena penampilannya. Lalu,
nggak sengaja dia nge-install aplikasi Say Hi! di mana kita bisa pacaran
virtual secara anonim. Di sana, Ribby kenalan sama Robbi, stranger yang bisa
diajak ngobrol apa pun termasuk ngehibur dan ngemotivasi Ribby untuk berubah.
Lalu ternyata,
Robbi ini adalah cowok yang selama ini ada di dekat Ribby. Salah satu
sahabatnya.
Gue suka banget
sama gaya bercerita Inggrid. Tulisannya luwes dan enak dibaca. Apalagi nampilin
sosok karakter utama yang nggak mainstream kayak tokoh-tokoh protagonist lain.
Jujur suka banget sama penggambaran fisik Ribby.
Di awal-awal, gue
masih excited banget buat baca novel ini. Meskipun menurut gue humornya agak
garing hehe, jarang banget gue ketawa sepanjang buku. Gue degdegan pengen tau
siapa Robbi, gue degdegan pengen tau gimana Ribby ngatasin insecurity-nya,
ngatasin rasa mindernya, dan jadi lebih berani untuk merjuangin sabuk hitamnya
di lomba, pokoknya cerita ini menarik banget!
Apalagi pas Ribby
mulai merubah penampilannya karena mau lebih self-love, reaksi Pandu dan Ervan
bener-bener keterlaluan dan itu sakitnya kerasa sampe ke sini:) Tapi untungnya
ada Robbi yang siap ngehibur Ribby, walaupun tetep aja lelucon Robbi juga
garing sih. Perasaan selera humor gue rendah dan receh abis tapi kenapa gue
gabisa ketawa di sini aaaaa.
Jujur gue agak
bingung untuk gimana nge-review buku ini. Yang jelas, gue mulai turn off
setelah konflik pertama selesai. Ya, konflik pertama, alias ada yang kedua!!
Dan yang gue suka dari buku ini tentu aja konflik antara ketiga sahabat itu dan
identitas asli Robbi. Sialnya, gue gabisa ngomong banyak karena pasti spoiler,
yang jelas ini PLOT TWIST ABISSSS gue si tukang nebak plot twist aja sampe
kegocek trus kegocek lagi.
Udah tegang nih,
tinggal antiklimaks, gue lagi suka dan semangat banget buat baca apa yang akan
terjadi. Tapi guys, itu baru di halaman 300an, dan gue mikir... hah..200
halaman lagi nyeritain apa kalau sekarang identitas Robbi dan klimaks udah
muncul? [menelan ludah]
Di situlah rasa
ketertarikan gue mulai turun. Gue diajak masuk ke konflik kedua. Di konflik
kedua ini, gue ngerasa ceritanya ganti jalur. Masih kereta keren yang sama,
cuma pindah jalur. Bukan lagi berfokus ke Ribby maupun kedua temen cowoknya,
melainkan ke Ipank, salah satu tokoh penting di Say Hi! Apalagi si Pandu, kayak
cuma tempelan aja.
Di cerita
konflik yang kedua ini, gue disuguhin tentang perjuangan untuk bangkit dari
keterpurukan dan solidaritas. Gue nggak tau apakah gue boleh nyeritain konflik
kedua ini tanpa bikin spoiler konflik pertama, yang jelas gue tau rasanya putus
asa kayak Ipank dan pengen ngehindarin semua orang.
Anyway, Ipank adalah temen Pandu dan Ervan, temen Ribby juga di klub taekwondo.
Ipank dan Ribby sama-sama berjuang untuk lomba.
I am not saying this second conflict was bad, i
just didn’t sign up for this, honestly. I am sorry. Gue di sini, mutusin baca ini, untuk tau kisah
Ribby dan dua sahabat cowoknya, bukan cerita ini. Jadi sebagus apa pun konflik
kedua ini, gue nggak terlalu menikmatinya.
Gaya bahasa
Inggrid yang tadinya ramah di otak gue, perlahan mulai berubah membosankan.
Terlalu banyak narasi, terlalu banyak dialog nggak penting, humor yang masih
gitu-gitu aja, ditambah lagi terlalu banyak kata-kata kasar. Gue bahkan sampe
males baca scene di mana dikit-dikit
ada rokok dan bahkan ada alkohol juga. I am
actually fine with these kind of life style, but it irked me somehow. I didn’t
know why.
Gue tadinya
ngarepin konflik yang unyu dari sahabat yang diem-diem naksir sahabatnya. Tapi
meskipun ekspektasi gue agak melenceng, gue tetep suka sama konflik 1.
Di konflik dua
ini, gue juga sadar kalau gue nggak terlalu suka sama tokoh-tokohnya kecuali
Ribby. Di awal Ervan sama Pandu yang meledak-ledak nggak jelas. Emosian banget
ni anak dua. Ipank justru penyelamat yang bikin gue adem, makanya gue tim
Ipank.
Tapi di konflik
kedua inilah gue akhirnya lost interest
juga sama Ipank, dia lebih meledak lagi ternyata. Trus gue mikir, yaelah ini
anak-anak hobinya teriak-teriak ngegas mulu apa tdk lelah dik.. gue yang
bacanya aja capek.
Besides
konfliknya yang bikin gue lelah, satu hal yang perlu banget untuk dicatet dari
novel ini, SAY HI! HAS GREAT CHARACTER
DEVELOPMENTS! Sorry gue caplocks haha. Ribby, Ervan, dan Ipank adalah tiga
karakter kuat yang nunjukin perubahan paling signifikan. Tapi gue paling suka
bagiannya Ribby dan Ervan sih. Terutama Ervan yang bikin gemes hehe. Penasaran?
Baca aja.
Sebenernya,
konfliknya biasa, ringan, dan bagus buat nunjukin perkembangan karakter, tapi
ya gitu, kepanjangan buset. Untuk konflik biasa dan mainstream gue kira nggak
usah lah dibawain sepanjang ini, karena pada akhirnya ya udah tau endingnya
bakal gimana.
Overall, takut kepanjangan dan udah ngga tau lagi harus ngetik apa karena takut
spoiler, kadar cinta gue kebagi dua di buku ini. Gue suka banget 300 hlm awal
yang menarik dan fresh menurut gue,
tapi 200 halaman akhirnya draining energy
banget. Gue suka karena ada antagonist yang nggak bisa dibenci dan plot
twistnya yang bangke.
300 pages were such a masterpiece, 200 pages left
wasn’t my cup of tea. Banyak
banget hal yang bisa diambil dari novel ini di bagian characters development-nya. I
wish I could give more than 4 stars at first but I should give it only 3.5
stars. It would be nice if the pages weren’t this long.
Apakah gue bakal
berenti baca novel-novel Inggrid? Oh tentu tidak. Sayangnya gue agak gak
tertarik untuk baca Wedding Converse apalagi Tujuh Hari Untuk Keshia yang
katanya bombay itu. Definitely looking
forward to another Inggrid’s masterpiece.
Dont forget to click follow button/submit your
email below and see you!