Rabu, 19 Juli 2017

[RESENSI] Everything, Everything by Nicola Yoon

“Risiko terbesar adalah tidak mengambil risiko.”



Judul: Everything, Everything
Penulis: Nicola Yoon
Penerjemah: Airien Kusumawardani
Penyunting: Brigida Ruri
Proofreader: Selsa Chintya
Design Cover: Irene Ritonga
Penerbit: Spring (2016)

Blurb:

Penyakitku langka, dan terkenal. 
Pada dasarnya, aku alergi terhadap seluruh dunia. Aku tidak bisa meninggalkan rumahku, dan belum pernah keluar dari rumah selama tujuh belas tahun. Orang yang aku temui hanyalah ibuku dan Carla, perawatku.

Tapi suatu hari, sebuah truk pindahan tiba di rumah sebelah. Aku melongok keluar dari jendela dan aku melihat cowok itu. Dia tinggi, kurus, dan mengenakan baju serba hitam. Dia memergokiku sedang menatapnya dan dia balik memelototiku. Namanya Olly.

Mungkin kita tidak bisa memperkirakan masa depan, tapi kita bisa memperkirakan satu atau dua hal. Seperti misalnya, aku yakin aku akan jatuh cinta pada Olly. Tapi, hal itu hanya akan menjadi bencana.

——★

Everything, Everything bercerita tentang seorang gadis bernama Madeline Whittier, atau Maddy yang mempunyai penyakit langka bernama SCID atau Severe Combined Immunodeficiency (penyakit yang membuat sistem kekebalan tiruan menjadi lumpuh dan mudah terserang penyakit). Hal itu membuatnya harus tertahan di dalam rumahnya selama hampir seumur hidup.

Hanya ibunya, yang sekaligus dokternya, dan Carla sang Perawat yang boleh menemui Maddy. Namun hari itu, sebuah keluarga baru pindah ke depan rumahnya. Di sana ada Olly, cowok seumurannya yang hanya bisa dilihatnya dari jendela kamar.

Olly yang juga sering melihat Maddy entah dari halaman rumah atau jendela kamarnya yang bersebrangan dengan jendela kaar Maddy mulai penasaran kenapa Maddy tidak pernah keluar. Pertama-tama dia mencoba memberikan kue bundt sebagai tanda kepindahannya, namun jelas Maddy tidak bisa menemuinya.

Perlahan, komunikasi lewat tulisan di kaca jendela masing-masing membuat mereka akhirnya bertukar e-mail, hubungan keduanya pun dimulai dari sana. Namun kedekatan itu pula yang membuat Maddy ingin menemui Olly secara langsung, dengan bujuk rayunya kepada Carla, mereka akhirnya dipertemukan.

Tapi memang Maddy sudah tahu, bahwa semuanya hanya akan jadi bencana.

——★

Ketika membaca blurb dan kata bencana, aku benar-benar menemukan bencana itu. Well, kita bahas dari awal. Aku suka kovernya yang cantik, seriously pertama beli nggak bisa ngelepasin mata dari kovernya yang menawan. Blurb yang seru dan memang keseluruhan cerita ini luar biasa.

Ide cerita yang unik dan belum lagi berbagai ilustrasi lucu yang ada dalam novel ini membuatnya terlihat begitu segar, ringan, dan menyenangkan. Gaya bahasa yang dipakai Nicola Yoon mengalir serta humor ringan yang khas.

Aku sangat menikmati membaca buku ini dari halaman awal sampai akhir. Sama sekali nggak bosan dan aku menamatkan buku ini sekali duduk. Tidak heran kalau akhirnya novel ini akan difilmkan.

Konflik ringan yang awalnya disuguhkan Maddy selaku pemegang sudut pandang membuat cerita ini terasa kesan remajanya, bagaimana dia membunuh kebosanannya justru membuatku tidak bosan membacanya, lalu seringkali konflik batin yang memaksanya untuk keluar dari zona nyamannya membuatku ikut sedih. Bab yang menurutku paling emosional adalah bab dengan subjudul ‘Kisah Dua Maddy’ halaman 120.

Karakter Maddy jelas adalah kekuataannya. Aku suka dia dan dia cukup menyenangkan untuk ukuran gadis yang tidak pernah keluar dari rumah dan bersosialisasi selama hampir tujuh belas tahun. Begitupun dengan Olly, latar keluarganya yang keras tetapi mampu membentuknya jadi cowok idaman yang humoris membuatku jatuh cinta.

Juga dengan Carla yang hampir sepanjang cerita membuat Maddy bahkan para pembaca mengambil makna dari cerita ini dan selalu menasihati dengan kata-katanya yang menohok. Serta sosok sang Ibu yang meski tidak terlalu banyak mendapat porsi, tetapi cukup untuk menggambarkan rasa sayang yang luar biasa kepada Maddy. Aku sempat dibuat menangis ketika Maddy marah pada Ibunya.

Well, sampai lagi ke kata bencana. Ya, sejujurnya aku memang bisa menebak apa yang terjadi pada Maddy, tapi aku tetap menikmati alur yang dibuat Nicola Yoon karena memang setiap kejadian dibuat menyenangkan. Tentang masa lalunya juga petualangan kecil Maddy dan Olly membuatku merasa hangat. Seperti jargon novel ini: risiko terbesar adalah tidak mengambil risiko.

Apakah akhir keputusan Maddy adalah mengambil risiko atau tidak? Yah, silakan cari tahu lewat novelnya dan aku pastikan kalian akan terkejut ketika membacanya. High recommended buat kepengin bacaan remaja yang unik, ringan dan menyentuh.

Overall, aku sangat suka cerita ini terutama gambarnya HAHA (psst, salah satu gambar yang membuatku syok tapi pengin ketawa juga). And then, 4 of 5 stars untuk novel yang menyebutkan nama ikan humuhumunukunukuapua’a ini. XD

———★
Qoutes

Oh ya dan novel ini juga banyak qoutesnya lho, beberapa yang kusukai;

“Mungkin aku memupuk harapan bahwa suatu hari nanti, entah kapan, keadaan akan berubah.” – Maddy (hlm 19)
“Kukira hanya masalah waktu sebelum depresi mengalahkanmu.” – Carla (hlm. 40)
“Hidup ini berat, Sayang. Tapi semua orang bisa menemukan jalannya.” – Carla (hlm 41)
“Laut adalah Ibu Alam–menakjubkan, indah, tak memiliki kehendak, dan berbahaya. Pikirkan saja: meski ada air sebanyak itu, kau masih bisa mati kehausan. Dan tujuan utama ombak adalah untuk menarik kakimu agar kau tenggelam lebih cepat. Laut akan menelanmu utuh lalu memuntahkanmu lagi, tapi sama sekali tidak peduli bahwa kau ada di sana.” – Olly (hlm  83)
“Menginginkan satu hal hanya akan membawa ke lebih banyak lagi keinginan. Keinginan itu tidak pernah ada ujungnya.” – Maddy (hlm 91)
“Aku tahu Carla hanya berusaha melindungiku, sama seperti aku berusaha melindungi diriku sendiri beberapa minggu yang lalu, tapi kata-kata Carla membuatku menyadari bahwa jantung di dalam dadaku adalah otot yang sama seperti yang lainnya. Jantungku bisa terluka.” Maddy (hlm 122)
“Mungkin menjadi dewasa artinya mengecewakan orang-orang yang kita cintai.” – hlm 237
“Aku tidak punya kesabaran untuk membaca buku-buku yang berpura-pura bahwa hidup itu berarti.” – Maddy (hlm 270)
“Hatiku terlalu terluka dan aku ingin menyimpan rasa sakit itu sebagai pengingat. Aku tidak mau hatiku disinari matahari lagi. Aku tidak mau hatiku sembuh. Karena kalau itu terjadi, mungkin aku akan tergoda untuk menggunakannya lagi.” – Maddy (hlm 273)
“Otakku adalah ruang asing dengan pintu jebakan di mana-mana.” Maddy (hlm 291)

Banyak banget ya? Ya, karena novel ini memang benar-benar keren!! 

Selasa, 18 Juli 2017

[RESENSI] The Italian Protector by Cherry Zhang

"Kalau ada orang yang bisa menaklukanku, aku tahu orang itu adalah kau."



Judul: The Italian Protector
Penulis: Cherry Zhang
Editor: Cicilia Prima
Desain Kover: Dyndha Hanjani P
Penata Isi: Putri Widia Novita
Penerbit: Grasindo (2017)

Blurb:

Pergi mengunjungi Italia adalah impian terbesar Isabella—ia mencintai tempat itu hampir seumur hidupnya. Ketika akhirnya keinginan itu terpenuhi, Isabella pun berangkat dengan segudang rencana. Namun, pemikiran untuk menggoda pria-pria di sana? Oh, ia sama sekali tidak tertarik.

Sampai ia bertemu dengan pria Italia bertubuh tinggi besar yang memancarkan aura menggoda sekaligus berbahaya. Isabella sama sekali tidak menyukai pria itu sejak pertemuan pertama mereka yang meresahkan.

Isabella tidak pernah mengira kalau mereka dipertemukan kembali dalam situasi kacau dan menyulitkan. Situasi yang membuat Isabella harus bergantung kepada pria itu demi melindungi nyawanya dari ancaman orang-orang yang sama sekali tidak dikenalnya.

Dalam sekejap, liburan yang sudah dirancangnya dengan sempurna telah berubah menjadi bencana. Sungguh, Isabella tidak tahu apakah ia akan pernah kembali ke Jakarta dengan tubuh dan hati yang utuh seperti sediakala.
----

Cerita dimulai dengan pertengkaran Isabella dan Karin, sang Kakak yang tidak mengizinkannya pergi ke Italia sendirian karena dia masih terlalu muda. Tapi dengan usaha bujuk rayu Isabel, dia akhirnya mendapatkan izin tersebut dan terbang ke Italia dengan syarat dari Karin bahwa dia harus berhati-hati pada pria Italia karena mereka adalah perayu ulung.

Isabella menepati janjinya, dia hanya sibuk berjalan-jalan dan memotret setiap sudut tempat yang dikunjunginya. Hingga ketika berada di Trevi Fountain, dia bertemu seorang pria bernama Sergio de Luca, sosok pria tampan, tinggi, berotot dan tangguh. Jelas jelmaan pria yang sempurna pada deskripsinya.

Sejak awal bertemu, Sergio sudah tertarik dengan Isabella yang terlihat manis dan tidak peduli kepada sekelilingnya  Seolah membenarkan kata-kata Karin, Sergio berusaha menggoda Isabella namun gadis itu tidak menghiraukannya. Ketika Sergio pergi sebentar, Isabella sudah kabur ketika dia kembali.

Pertemuan kedua mereka tidaklah semenyenangkan yang pertama. Isabella tengah tersesat dan tidak menyadari bahwa dia baru saja bertemu kawanan penjahat ulung di Roma dan mengalami kejadian yang mengerikan.

Sejak saat itulah, Sergio yang seorang pendiri kantor investigator pribadi jelas mengenal para penjahat itu. Dia dan temannya, Emilio, yang merupakan seorang polisi sudah mencari keberadaan kelompok itu sejak lama.

Ketika dia tahu Isabella terseret dalam kasus yang membahayakan nyawanya, Sergio menawarkan dirinya untuk menjadi pelindung gadis itu, bahkan mereka harus tinggal bersama karena Isabella kehilangan tasnya yang berisi barang-barang berharganya pada malam itu menyebabkan dia tidak bisa pulang ke Indonesia.

---

Aku menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap novel ini sejak awal membaca blurbnya. Juga karena seri ini bernama Dark Love Series yang tentunya akan disuguhkan cerita kelam di balik kisah-kisah romance yang memikat. Dari kovernya yang elegan pun aku sudah suka.

Gaya bahasa yang dipakai penulis tidak terlalu simpel namun mudah dicerna, mirip novel-novel terjemahan. Belum lagi pengentahuan soal kota-kota dan objek wisata Roma yang diceritakan sangat mengalir, tidak membosankan.

Karakter Isabella menurutku hampir bisa kita temukan di novel romance kebanyakan. Wanita naif yang galak. Namun menurutku ada yang berbeda dari Sergio. Entah mungkin karena memang menyesuaikan dengan kebanyakan sifat pria Italia? Yang jelas aku suka karakter Sergio.

Alur yang digunakan tidak cepat  atau lambat, mengalir begitu saja. Namun aku sangat menyayngkan terlalu banyak adegan romance daripada sisi 'dark'-nya sendiri. Penekanan ada pada kisah romantisme dan kurang berasa ketika Sergio dan Emilio mengungkap kasus.

Dalam konfliknya pun, aku merasa kenyataan bahwa nyawa Isabella terancam itu kurang kuat. Apalagi dengan penyelesaian yang seolah diberi pov tersendiri hanya untuk melancarkan konflik batin antar tokoh utama.

Soal feel, dapet banget, aku suka kisah romancenya yang tidak berhenti membuatku tersenyum sepanjang cerita, tidak lebay dan tidak seperti drama. Manis dan memabukkan. Dan aku beri tahu juga, bahwa novel ini adalah novel dewasa ya!

Overall, aku suka novel ini karena menyelipkan konflik 'dark' meskipun tidak diberi porsi yang cukup banyak. Juga kelihatannya konflik antara Sergio - Emilio dan para penjahat yang kurasa belum selesai.

*semoga ada sequel*

*yang lebih banyak aksi*

Terakhir, 3.5 ★ buat novel The Italian Protector!

Senin, 17 Juli 2017

[RESENSI] Holy Mother by Akiyoshi Rikako





Judul; Holy Mother
Penulis: Akiyoshi Rikako
Penerjemah: Andry Setiawan
Penyunting: Arumdyah Tyasayu
Proofreader: Titish A.K.
Design cover: Pola
Penerbit: Haru (2016)
Jumlah halaman: 284 hlm

Blurb:

Terjadi pembunuhan mengerikan terhadap seorang anak laki-laki di kota tempat Honami tinggal. Korban bahkan diperkosa setelah dibunuh.

Berita itu membuat Honami mengkhawatirkan keselamatan putri satu-satunya yang dia miliki. Pihak kepolisian bahkan tidak bisa dia percayai.

Apa yang akan dia lakukan untuk melindungi putri tunggalnya itu?



Novel dewasa asal Jepang ini aku baca hampir akhir tahun yang lalu, eits, jangan salfok karena novel ini berlabel dewasa dan berasal dari Jepang ya! Dulu, belum aktif blog lagi, dan belum punya akun bookstagram, jadi aku nggak update tentang novel ini. Ah ya, novel ini juga merupakan hadiah giveaway pertamaku dari Haru Grup :) Arigatou gozaimasu dan maaf baru sempet nulis review sekarang :3

Sempet mau nulis, tapi sebagian besar udah lupa ceritanya dan belum ada waktu untuk reread, udah reread, tapi malah bingung harus nulis review seperti apa karena sangat mungkin untuk menyinggung spoiler.

Holy Mother bercerita tentang seorang ibu bernama Honami yang mempunyai seorang anak perempuan. Di daerah tempat mereka tinggal ada kasus pembunuhan anak kecil yang sadis, hampir-hampir dijelaskan secara gamblang dan menjijikan makanya novel ini berlabel dewasa.

Umur Honami tidak lagi muda, dan dia sempat mengalami kesulitan hamil, untuk itu, dia pasti akan melakukan apa saja untuk melindungi putrinya karena dia mengingat betapa besar perjuangannya untuk bisa memiliki seorang anak.

Sebelumnya, ini adalah novel thriller terjemahan Jepang yang pertama kali kubaca, nggak hapal-hapal juga siapa itu Akiyoshi Rikako dan ciri khas dalam tulisan-tulisannya.

Kisah ini mengambil sudut pandang orang ketiga dari beberapa tokoh. Ada Honami, ibu yang khawatir tentang keselamatan putri tunggalnya, lalu ada Tanaka Makoto seorang murid SMA, dan sepasang detektif yang menangani kasus pembunuhan di kota Aiide bernama Sakaguchi dan Tanizaki.

Sejak awal kisah, menceritakan keseharian Honami yang mengurus Kaoru si bocah yang masih TK, lalu disuguhi berita pembunuhan, awal yang membuatku agak berpikir kalau cerita ini ringan, lambat, dan cenderung bergenre keluarga. Tapi ketika memasuki POV milik Makoto, semuanya mendadak berubah menjadi gelap.

Di sisi lain Honami yang kalang kabut memikirkan cara untuk melindungi anaknya dan naluri alamiah sosok keibuan yang terasa sangat nyata, sosok sang pembunuh justru sedang merencanakan berbagai macam niat buruk dipikirannya, menculik dan mempersiapkan calon korbannya untuk dibunuh dan dibuang begitu saja tanpa meninggalkan jejak.

Sementara itu, kita akan disuguhkan dengan suasana kepolisian, hal yang cukup menarik buatku karena jarang membaca novel dengan deskripsi sebuah profesi. Melihat bagaimana kedua detektif itu mengunjungi rumah saksi satu persatu dan cara mereka untuk membongkar pelaku kejahatan itu menurutku keren. Nggak bisa kulupakan, aku sampai menjadikannya salah satu referensi bagi tulisan-tulisanku.

Psst, di sini juga dijelaskan cara-cara membunuh tanpa ketahuan XD tapi, ini berbahaya dan jangan sampai coba di rumah yah! XD

Setelah menikmati dengan ‘anteng’ cara ketiga POV dalam menyelaraskan kisah ini (yang cenderung sendiri-sendiri) meski kadang aku ikut degdegan di beberapa bagian, akhirnya aku dibuat menganga membaca masa lalu yang tersimpan di akhir kisah juga ending-nya.

Kutelusuri tentang sosok penulis ini, ternyata Akiyoshi Rikako adalah penulis yang terkenal dengan twist ending-nya. Merasa ini agak mustahil karena aku benar-benar membaca kisah ini dengan serius, aku merasa sombong dan mencoba kembali lagi membaca ke halaman awal untuk menemukan kesalahan Akiyoshi-sensei. Hasilnya apa? Nol besar. Aku malah jadi merutuki diriku sendiri yang pada bab pertama pun sudah terkecoh, membuatku tidak menduga-duga ending yang seperti ini dan malah santai menikmati ceritanya.

Aku ini tipe pembaca yang senang menebak-nebak suatu kisah, tapi Akiyoshi-sensei begitu apik dan sempurna dalam menyembunyikan clue, membuatnya luput dari otakku, seolah-olah membawaku berlayar di sungai yang tenang dan gelap untuk akhirnya dijatuhkan begitu saja ke dalam air terjun yang suara gemuruhnya tersembunyi.

Untuk beberapa saat selesai membaca buku ini, aku masih terbengong-bengong sambil menatap kover buatan Kak Pola yang kelam ini. Aku bener-bener nggak bisa ngoceh panjang lebar soal jalan ceritanya, yang jelas, jangan ragukan tulisan Akiyoshi-sensei. Membaca Holy Mother membuatku penasaran dua novel sebelumnya yang berjudul Girl in The Dark dan The Dead Return, belum lagi yang terbaru berjudul Schedule Suicide Day. Aku merasa benar-benar harus mengoleksinya.

Untuk hal-hal lain seperti terjemahan atau gaya bahasa, aku tidak menemukan keluhan or anything. Rapi, jelas karena aku membaca novel ini dengan serius, tentu saja terjemahannya begitu apik dan mudah dipahami, tidak ada typo dan lain-lain. kovernya ‘menusuk’, ala-ala lukisan yang keren abis.

High recommended  buat kalian pecinta thriller yang mempunyai twist keren.  Overall, 4 dari 5 bintang buat Holy Mother. Kenapa gak lima? Menurutku, bintang empat itu sudah sangat tinggi bagi genre diluar genre paliing favoritku yaitu fantasi hehe #plak.
Beberapa quote fav-ku dari Holy Mother

“Pintu keluar tidak ada, dasar untuk memijakkan kaki pun tidak ada. Sekali dia memijakkan kaki ke lumpur itu, dia hanya akan tenggelam dan terus tenggelam.” – hlm 9

“Tapi, aku tidak bisa membayangkan bahwa benar-benar ada orang jahat yang tinggal di bawah langit ini.” – hlm 72

“Ada banyak mukjizat yang terlahir di sana sini. namun, mukjizat itu tidak terjadi kepada dirinya….” – hlm 233

Sabtu, 20 Mei 2017

[RESENSI] Other Half of Me by Elsa Puspita

“Selalu kamu, tempatku kembali.”







Judul: Other Half of Me
Penulis: Elsa Puspita
Penyunting: Dila Maretihaqsari
Perancang sampul: Musthofa Nur Wardoyo
Pemeriksa aksara: Septi Ws
Ilustrasi sampul: Boby Erianto
Penata aksara: Martin Buczer & Rio
Penerbit: Bentang Pustaka ( Desember 2016)
Jumlah halaman: 270 hlm

Blurb:

Arkha: Aku tidak tahu siapa orangtua kandungku. Tetapi, aku mengenal baik ayah angkatku. Terlepas dari apa pun kesalahannya di masa lalu, dia sosok terbaik yang hadir dalam hidupku. Papa adalah pusat gravitasiku. Aku menyayanginya, tanpa tapi. Satu hal yang paling kutakutkan: melihat Papa menjauh.

Bhaga: Aku pernah melakukan kesalahan besar. Yang ingin kulakukan sekarang hanya menebusnya, sepanjang sisa umurku. Belum pernah kualami cinta pada pandangan pertama, sampai aku melihatnya. Apa pun akan kulakukan untuk melindungi malaikat kecil itu. Dia adalah pusat semestaku. Aku mencintainya, tanpa syarat. Satu hal yang paling kuhindari: menyakitinya lagi.

Sayangnya, hubungan ayah-anak yang lebih seperti kakak beradik itu harus terusik ketika Bhaga memutuskan maju sebagai calon legislatif. Sebuah kabar mencengangkan tentang keduanya merebak melalui media massa. Sebuah rahasia dari masa lalu. Kabar yang mengancam kebersamaan mereka. Kabar yang sangat mungkin mewujudkan ketakutan terbesar Arkha dalam hidup ini: kehilangan Bhaga.





Well, baru sempet sekarang aktif lagi di bulan Mei... kali ini aku mau bahas sebuah novel yang berkisah tentang keluarga. Yap, novel ini adalah novel non-romance pertama yang aku koleksi wkwk. Dan ini juga merupakan novel hadiah dari giveaway-nya Kak Pauline Desty atas kepindahannya ke rumah baru (destybacabuku.com)

Seperti pada blurb, novel ini bercerita tentang Arkha, seorang pemuda 19 tahun yang tinggal hanya berdua bersama ayah angkatnya, Bhaga. Sejujurnya, sejak bab pertama pun, aku sudah tahu apa yang terjadi di antara mereka berdua XD buku ini terlalu mudah ditebak, sekalinya aku memikirkan sesuatu untuk menebak salah satu scene, justru aku salah besar karena tebakanku meleset terlalu ‘jauh’.

Bab pertama dibuka dengan scene latihan parkour-nya Arkha, (seni gerak; aktivitas yang bertujuan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan efisien dan secepat-cepatnya, menggunakan prinsip kemampuan badan manusia –wikipedia). Sejujurnya lagi, aku nggak ngerti sama sekali tentang penjelasan parkour dalam novel ini, makanya aku searching dulu sebelum nulis review XD entah aku yang kurang fokus, atau memang minim penjelasan secara langsung oleh penulis dan lebih memfokuskan di penjelasan secara tidak langsung (posisi/gerakan yang dilakukan Arkha).

Diceritakan kalau Arkha ini mengalami cedera lutut karena kecelakaan saat balap liar, Bhaga menghukumnya dengan menyuruhnya ikut Parkour kalau tidak mau motornya disita. Waw, badboy lagi nih. Ditambah, Arkha juga dicap sebagai playboy. Ckck.

Di awal-awal bab, aku tidak merasa Arkha ini berumur sembilan belas ya. Lebih mirip anak SMA kebanyakan, atau memang anak cowok 19th juga sekekanakan itu, entahlah, temenku sih nggak.
Berhubung ini adalah novel genre keluarga yang (setidaknya aku ingat) pernah kubaca, aku suka karena novel ini mengangkat sudut pandang seorang cowok bersama ayahnya. Terutama ayah. Novel ini bikin aku kangen Papa! Kangeeen berat!

Sudut pandang yang diambil memang orang ketiga, tapi keseluruhan hampir didominasi oleh sudut pandang Arkha. Aku heran aja, kenapa harus POV 3? Kenapa nggak POV 1 kalau memang semuanya membahas dari sisi Arkha? Memang ada beberapa detail yang dilepas dari sisi Arkha, tapi itu minim, sisanya Arkha semua.

Sebelum memasuki konflik, aku dibuat kebosanan, apa ya, mungkin karena hampir dua halaman full hanya mencerikana Arkha masuk ke kamar mandi, mandi, bosen, makan, main skateboard sendirian. Hh. Bikin narik napas deh XD alurnya terasa lambat dan aku sama sekali nggaaaak butuh penjelasan soal Arkha yang kebosanan sepanjang itu.

Satu-satunya penyelamat dari bab-bab awal adalah flashback dari masa lalu Bhaga dan Dewita, mantan pacarnya yang waktu itu masih SMA. Jujur, aku agak jijik dengan konflik hamil duluan begini. Apalagi ceritanya Dewita masih sekolah. Jadi kasian sama orang-orang yang pacaran, setan mengikuti di belakang. Hati-hati, meskipun ini cuma cerita, tapi banyak kejadiannya.

Tapi konflik masa lalu itu lebih syarat emosi daripada kegiatan Arkha sehari-hari. Aku bahkan jadi malah nungguin bab flashback itu daripada Arkhanya XD

Memasuki konflik, aku mulai membayangkan sesuatu yang menarik. Blurbnya berkata bahwa ini ada berbau politik gitu. Wew, macam drama korea nih, akhirnya novel teenlit lokal ada berat-beratnya dikit, but i was wrong. Emh, nggak ada rasa politik sama sekali XD

Tapi aku cukup menikmatinya dan konfliknya oke, aku suka cara penulis mendeskripsikan perasaan Arkha dan Bhaga terhadap satu sama lain. Feel antara ayah-anak ini bikin baper, seperti yang udah kubilang, bikin kangen Papa. Soundtrack-ku waktu baca novel ini adalah lagu berjudul Father dari BtoB.

Jadi karena Bhaga memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, sosok dirinya makin banyak dimuat di majalah-majalah karena dia juga adalah seorang pengusaha muda (lajang 39th, hot papa banget gitu ya). Namun justru, keputusan itu membuat pers mulai mengusik kehidupan pribadinya, dalam hal ini Arkha, anak angkatnya.

Ketika blurb mengatakan kata ‘terusik’ percayalah, konfliknya itu hanya benar-benar ‘mengusik’. Aku bahkan melongo ketika penyelesaian konfliknya yang se-der-ha-na-se-ka-li (ini soal politik itu ya) di sisi lain, ayahnya Bhaga yang merupakan Presdir #hala #berasadrakor nggak pernah suka sama Arkha karena baginya, Arkha hanylah penghalang Bhaga dalam meraih kehidupan normalnya (menikah dan punya anak kandung yang sah sebagai ahli waris) hm.. cukup menarik kan?

Dan konflik inilah yang paling ngena daripada politiknya (yang aku harapkan akan jadi konflik utama). Pers mulai mengganggu Arkha dengan artikel-artikelnya. Luka lama kembali muncul, namun kebanyakan yang diceritakan dalam novel ini hanyalah keseharian Arkha setelah konflik itu terjadi.
Di sisi lain, ada juga secuil romance dan komedi, hanya saja itu terjadi ketika Arkha berada di tempat parkour, menggoda Anika, asisten pelatih parkour atau Bas, pelatih parkournya. Arkha ini punya sisi humoris yang dijamin, kalau bukan genre family, anak-anak remaja zaman sekarang bakal kelepek-kelepek. Terbukti, Arkha gombal dikit aja, aku senyam-senyum sendiri wkwk.

Oke kayaknya nggak bakal panjang-panjang juga (padahal udah panjang) untuk gaya bahasanya aku sih no comment, mengalir dan ringan, gampang diikuti dan dicerna. Konfliknya datar, konflik batinnya bikin jleb abis. Karakternya, dominan Arkha *cry* so, aku cuma tertarik sama karakter dia. Kerasa banget ketika kita banyak masalah tapi mencoba nutupin itu dengan topeng senyum, perubahan emosi Arkha yang disengaja membuatku merasa dia mirip aku haha. Yang lain, okelah. Bhaga ayahable. Dewita gamparable.

Untuk endingnya. The ending :”

Berhasil bikin aku nangis! Sebenarnya konflik keluarga itu paling bisa membuatku tersentuh, sumpah, daripada konflik cinta gaje anak SMA. Jadilah aku mengakhiri novel ini dengan berlinangan air mata. Bagaimana kakek Arkha (ayah Bhaga) menawarkan solusi untuk menyelesaikan konflik, yang sebenarnya nggak selesai. Hanya sekadar menghindar, dan ini bikin aku sakit hati banget, banget, banget.

Aku nggak puas dengan endingnya, karena bagiku ini termasuk gantung. Meskipun hubungan keduanya kembali adem, tapi aku nggak terima! Hiks.

(lupakan kebaperanku) meskipun aku nggak puas dengan endingnya, tapi aku suka dengan endingnya. Haha. Karena kalau endingnya nggak bikin aku nangis kejer, aku pasti bakal dengan mudah menutup buku ini dan menyimpan kembali ke rak dengan perasaan tenang.

Justru karena endingnya yang nyesek ini, (nggak sad ending, serius, tapi nyesek) novel ini punya kesan tersendiri bagiku. And I feel warm. Lovely story. Recommended banget buat kalian anak cowok yang doyan baca, yang jauh dari papa bisa jadi kangen dan pengin deket-deket papa, buat kalian semua yang menginginkan pelajaran dari sebuah keluarga dan tentunya, soal pacaran. Mending contoh Arkha, elegan meski nyebelin.

Overall, 3.5 bintang untuk Other Half of Me ^_^

Qoutes:

“Yang tersisa sekarang hanya takut, lelah, ingin pergi dari semua kekacauan sial ini.” – hlm 11

“Banyak hal yang lebih penting buat dikerjain selain masalah pacar, El. Jangan sia-siain hidup cuma buat ngurus cinta-cintaan nggak jelas gitu.” – Arkha (hlm 98)

“Malaikat curang ya. Omongan jelek, cepet banget dicatet, terus jadi kenyataan. Omongan baik kadang dicuekin aja, nggak pakai dicatet, apalagi jadi kenyataan.” – hlm 99

(tolong bijak ya soal qoute itu, aku suka, tapi semua tetap harus disikapi dengan baik ya. Haha)

“Tahu gimana aku pas Papa tiba-tiba ngilang? Kayak lagi gelantungan di ranting pohon, terus rantingnya patah. Aku terjun bebas, Pap. Nggak ada yang pegangin lagi.” – Arkha (hlm 140)

“Semua sah dalam cinta dan perang. Ini perang, My Boy.” – Papa (hlm 255)


Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)