Kamis, 26 Oktober 2017

[RESENSI] Yawning is Delicious by Kang Ji Young

Yawning Is DeliciousYawning Is Delicious by Kang Ji Young

My rating: 3 of 5 stars



Judul: Yawning is Delicious
Pengarang: Kang Ji Young
Penerjemah: Putu Pramanka Adnyana
Penyunting: K.P Januwarsi
Proofreader: Arumdyah Tyasayu
Desain Kover: Pola 😍
Layout Kover: @teguhra
---
Blurb:

Lee Kyeong

Aku bermimpi aneh kemarin. Tubuh gemukku menjadi langsing. Wajahku berubah menjadi cantik. Tapi semua kejadian itu terasa nyata. Rasanya bukan seperti mimpi. Aku melihat, mendengar, dan merasakan langsung, seolah memang aku yang terjebak di dalam tubuh itu.

Tanggal di situ menunjukan musim panas tahun lalu.

Da Woon

Aku bermimpi aneh kemarin. Mimpi menjadi perempuan jelek yang gendut dan pendek. Aku pergi bersama beberapa paman ke suatu tempat dan sibuk bersih-bersih. Membersihkan tempat kejadian pembunuhan. Korbannya... apa itu AKU?

Tanggal di situ menunjukan musim dingin tahun depan.
---

Sebenernya 3.5🌟
Aku suka ide ceritanya, paling utama. Tentang Lee Kyeong yang bisa memimpikan masa lalu Da Woon. Sementara Da Woon bisa memimpikan masa depan Kyeong. Tapi ini bukan sembarang mimpi, karena mereka benar-benar "bangun" di tubuh itu. Unik dan menarik. Blurbnya juga keren banget, meskipun sekarang aku berpikir blurbnya agak menipu di satu bagian😂

Novel dibuka dengan adegan Kyeong yang membersihkan tempat kejadian pembunuhan bersama rekan-rekannya, dilanjut dengan pertama kalinya dia memimpikan masa lalu Da Woon, yang tidak lain tidak bukan, korban pembunuhan di tempat yang baru saja dibersihkannya.

Nah di sini agak bingung soal sudut pandang. Sebenarnya sudut pandang di sini adalah orang pertama (Lee Kyeong) tapi ketika Kyeong bermimpi jadi Da Woon, sudut pandang 'aku' jadi bercampur antara Da Woon dan Kyeong. Oke, ini poin paling mengganggu karena meskipun bisa bedain mana akunya Da Woon mana yang akunya Kyeong, tetep aja dibuat nggak nyaman.

Kedua, plotnya, aku suka. Nggak bosenin karena misteri, jadi aku dibuat bertanya-tanya siapa pembunuh Da Woon? Apa yang sebenarnya terjadi? Tiap kali Kyeong tidur dan mimpiin Da Woon, aku selalu semangat buat tau apa yang terjadi di masa lalu Da Woon. Dan ternyata lumayan banyak juga plot twist yang bikin gregetan, benang merah mulai terurai.

Tapi, aku juga merasa ada yang nggak begitu penting untuk diceritakan terlalu panjang. Misalnya ketika Kyeong mau 'mengangkat' telepon di dalam taxi, adegan harus flashback dulu ketika ayahnya mengucapkan mantra agar menang lotre. Dan itu malah bikin pengen skip aja deh, kan lagi tegang si Kyeong bisa ngangkat telepon apa nggak? Yang gini ada beberapa.

Untuk karakternya, aku suka karakter Da Woon. Cantik cantik ngeri😂 nggak bisa nulis banyak banyak takutnya spoiler. Yah, pokoknya aku suka karakter dia yang kelam. Kalau Kyeong sendiri, karakternya biasa aja sih menurutku. Tipe-tipe orang baik kebanyakan.

Menuju ending, ada beberapa bagian yang aku nggak ngerti, mungkin berhubungan dengan latar budaya korea, atau mungkin kurang fokus bacanya. Intinya mah nggak ngerti dah, kejadian yang seharusnya 'wow' malah datar aja karena aku nggak ngerti😂. Karena ketidakmengertian ini, bikin aku pengen cepet-cepet ending soalnya penasaran gimana eksekusinya. Kejadian mengerikan masih bertahan sampe akhir tapi aku nggak begitu menikmatinya, jadi biasa aja nggak heboh. Tapi kalimat terakhir endingnya bikin greget dan merinding.

Soal judul, hm, agak nggak srek karena ternyata judulnya nggak mewakili keseluruhan cerita atau bukan merupakan poin penting dalam ceritanya. Judulnya cuma diambil dari keadaan 'kritis'.

Terakhir, kovernyaaaa😍 yes, suka banget kovernya yang bisa dibolak-balik😚
---
"Kuberi tahu ya, uang itu adalah bukti dari akal sehat. Orang yang kehilangan uang dan tetap menjaga akal sehat... tidak ada di dunia ini." - hlm 45

Orang yang banyak rahasia biasanya punya banyak masalah. - hlm 58

"Aku memang takut akan kematian, tapi aku tidak memikirkan alasan kenapa aku harus hidup." - hlm 232





View all my reviews

Jumat, 20 Oktober 2017

[RESENSI] Kiss The Sun by Awie Awan



Judul: Kiss The Sun
Pengarang: Awie Awan
Editor: Maya
Setting: Vindya Puspasari R.
Desain Kover: Priyo Wicaksono
Korektor: Ratih
Penerbit: Penerbit Andi (2017)
Jumlah Halaman: 232 hlm.
ISBN: 978-979-29-6108-9
---
Blurb:

Cherry histeris dan panik saat ia terbangun dan menemukan dirinya telah berubah menjadi seorang pria dengan tubuh kerempeng, dan berwajah jelek.

Cherry pun meminta bantuan sahabatnya —Melly untuk mencari tahu mengala dirinya berubah wujud dan mencari cara mengembalikan dirinya ke wujud semula.
Kata seorang dukun terkenal, perubahan itu terjadi karena Cherry mengeluh tidak ingin jadi perempuan. Sebuah batu gaib pun mewujudkan permintaan Cherry.

Cherry dapat kembali menjadi perempuan dengan cara mendapatkan sebuag ciuman yang tulus dari pacarnya —James, seorang aktor film yang sedang naik daun. Sayangnya, mereka baru saja bertengkar hebat, sehari sebelum Cherry berubah menjadi seorang pria.

Cherry —yang merubah namanya menjadi Gerry— berusaha keras meyakinkan James, kalau ia adalah Cherry —kekasihnya. Namun usaha Cherry malah memperburuk keadaan. James malah diberitakan sebagai penyuka sesama jenis. James semakin depresi. Cherry menjadi frustrasi.

Akankah Gerry dapat menjadi Cherry kembali? Ataukah, Cherry dan James memang ditakdirkan untuk menjalani kehidupan mereka masing-masing? Dapatkah Cherry menerima kenyataan bahwa mungkin takdirnya untuk melanjutkan hidup dengan jati diri yang baru sama sekali, menjadi Gerry untuk selamanya?

---

Semakin lama, punya pacar seorang artis itu sulit bagi Cherry. Baru aja seneng nonton konser, eh di kampus temennya ngomongin James, pacarnya yang digosipin cinlok sama lawan mainnya. Tapi James ternyata cowok yang setia, dia bahkan nekat berlutut di temlat umum agar dimaafkan oleh Cherry.

Konflik bermula ketika James dituntut melakukan sesuatu yang menurut Cherry pantang dilakukannya. James mencoba menjelaskan ketika gala premier filmnya nanti, tapi saat itu Cherry sudah ada janji pergi ke Bali bersama Melly, sahabatnya. Di sanalah Cherry menemuman 'pengkhianatan' James. Mereka bertengkar via telepon. Dan akhirnya dengan gegabah, Cherry meminta agar lebih baik dia jadi cowok saja.

Sebuah batu bertuah mengabulkan permohonannya, Cherry terbangun di pagi hari sebagai seorang cowok jelek dan kerempeng. Dia buru-buru kabur dari rumahnya dan menemui Melly untuk meminta bantuan. Meski cukup sulit, Melly akhirnya percaya, mereka berdua mencoba mencari cara menghilangkan kutukan ini.

Satu-satunya cara adalah dengan membuat James mencium Cherry dengan tulus, tapi tentu saja itu sulit karena James adalah artis sekaligus cowok normal yang tidak mungkin mencium seorang lelaki juga...

---

Sejujurnya aku tertarik kepada novel ini adalah karena blurbnya yang oke punya. Aku suka dengan temanya yang menantang, membuatku langsung berpikir untuk menebak-nebak jalan cerita apa yang dipakai penulis untuk mengeksekusi ide cerita ini?

Aku cukup menikmati novel ini, bahasanya ringan dan tidak ada typo, meski aku tau kalau masih ada penulisan dialog yang salah. But its okay. Menurutku narasinya kurang panjang, cenderung cepat jadi tidak ada waktu untuk merasakan feel yang lebih dalam. Tapi banyak humor terselip yang bikin ngakak😂😂

Untuk plot, aku cukup suka. Idenya apalagi, unik. Cuma karena konflik yang cuma satu, aku merasa novel ini berakhir terlalu biasa. Terlebih novel ini 'terlalu' fiksi. Kurang realitasnya, meskipun kadang dibuat ketawa sama kefiksian ini😂 bukannya aku gak suka novel yang menyelipkan ketidakmungkinan, tapi hanya kurang diperdalam aja gitu, setidaknya ada ketidakmungkinan yang beralasan kuat😅

Aku suka karakter James. Cowok setia plus artis. Sementara Melly dan Cherry aku pikir nggak ada bedanya di antara mereka, cuma nama dan bayangangku saja yang membedakan mereka😅 Untuk Soraya, lawan main James yang digosipkan cinlok, aku menyayangkan dia cuma jadi cameo. Padahal kayaknya lebih seru kalau konflik diperluas lagi dengan kehadiran antagonis, gak hanya tentang bagaimana Cherry mendapatkan ciuman James.

Beberapa kejanggalan yang aku temukan di novel ini: ada adegan Cherry yang mondar mandir di sekitar kampus, kesenggol segerombolan cowok, hapenya terpental ke jalan, kelindes mobil. Nah, aku kurang paham soal latarnya. Mondar mandir di kampus tuh seberangan banget sama jalan raya sampe hapenya bisa kelindes gitu?:(
Terus ada lagi "menelan ludah bulat-bulat" ini bikin ngakak sih, tapi sepemahamanku, menelan bulat-bulat itu kayak benda padat deh, atau hiperbol yang biasanya dipake sama kata kenyataan pahit😂

Dan satu lagi, soal kecelakaan kereta api. Dompet Cherry dicuri ketika dia pergi naik kereta ke rumah Ki Jaka Tulu, setelah dia pulang, berita kecelakaan kereta api muncul, salah satu korban bernama Cherry (yang hampir dapat disimpulkan adalah karena keberadaan dompet itu) tapi ketika James mencari tahu tentang berita itu, ditemukan fakta bahwa jasad yang diduga sebagai Cherry adalah seorang pria, susah diindentifikasi karena tubuhnya sudah hangus terbakar. Pertanyaannya, jasad aja hangus terbakar tapi dompetnya utuh?:(

Overall, aku merekomendasikan buku ini bagi mereka yang baru mulai mencoba menyukai buku. Karena isinya ringan, konfliknya fiksi, dan tentunya menghibur karena humornya😂😂 Selain itu cocok juga selingan bagi yang reading slump atau butuh cerita-cerita yang nggak berat dicerna. Rate 3/5🌟

Sabtu, 23 September 2017

[RESENSI] The Maps of Bones (The Fire Semon #2) by Francesca Haig



Judul: The Maps of Bones
Penulis: Francesca Haig
Penerjemah: Reni Indardini
Penyunting: Lisa Indriyana
Penata aksara: CDDC
Perancang sampul: artgensi
Penerbit: Noura Books (Mizan Fantasi) 2016

Blurb:

Piper menyentuh wajahku. Dia tidak menginginkan apa-apa, cuma bermaksud menghiburku. Namun aku tidak bisa dihibur. Aku rusak sungguhan. Benakku dipenuhi bayangan api, terawangan mengenai Kip di dalam tangki, dan momen ketika Kip jatuh ke lantai silo. Piper tak akan mengerti ada hal-hal yang tidak bisa diperbaiki.

Cass tak bisa menyingkirkan bayang-bayang kejadian pada hari itu, ketika Kip mengorbankan nyawa demi menyelamatkannya. Sesuatu yang bahkan belum tentu sudi dilakukan Zach –kembaran Cass– seandainya tidak ada ikatan kematian yang mempersatukan Alpha dan Omega.

Alpha dan Omega lahir dan mati secara bersamaan –sesuatu yang alami dan tak terhindarkan. Namun hal itu tidak menghalangi para Alpha untuk mengucilkan saudara-saudara Omega-nya. Batas-batas tetap terbentuk dan diskriminasi terjadi di mana-mana

Cass dan kawan-kawan seperjuangannya sudah muak ditindas. Meskipun masih dihantui terawangan tentang masa depan dan mimpi buruk mengenai kematian Kip, dia masih berusaha menemukan jalan untuk kehidupan layak dan kesetaraan bagi para Omega.


Melanjutkan review-ku sebelumnya, ini adalah buku kedua dari trilogi The Fire Sermon yang berjudul The Maps of Bones. Seperti yang dikatakan di blurb bahwa Kip, teman seperjalanan Cass di buku satu telah meninggal. Kematian Kip yang setidaknya turut membantu dalam memperlambat gerakan rencana Dewan.

Kisah berlanjut dengan pencarian Tempat Lain, sebuah tempat yang katanya lebih baik. Tapi selama perjalanan itu, aku merasa cukup bosan karena Cass terus saja bersikap terpuruk dan mengingat-ngingat Kip. Butuh waktu lama bagi Cass untuk move-on, tapi narasi yang disampaikannya tidak begitu datar, berbagai permasalahan kecil juga ikut menambah nilai plus.

Mereka melakukan perjalanan sambil menghindari serdadu Dewan, juga bertemu banyak orang yang dulunya terlibat gerakan perlawanan. Tapi masalah muncul di tengah-tengah, terawangan Cass soal tempat pelariannya dulu bersama Kip, New Hobart, menimbulkan masalah besar.

Di sana Dewan bukan hanya sekadar melakukan isolasi untuk menemukan buronan ( Cass dan Kip) tetapi ada sesuatu yang Dewan cari di sana, sesuatu yang berhubungan dengan mesin, dengan Tempat Lain.

Cass, serta Zoe dan Piper mulai berangkat ke New Hobart, tapi di sana mereka mengalami kesulitan karena Dewan sudah mulai melakukan tindakan memasukan Omega ke dalam tangki, sesuatu mengerikan yang dicetuskan saudara kembarnya sendiri, Zach.

Tidak ada jalan lain, perang tak terhindarkan. Dan jujur di bagian ini aku sangat menikmati ceritanya. Suasana perang dan sabetan pedang yang sangat terasa. Satu serdadu Alpha yang mati di medan perang, pasangan Omeganya akan langsung tumbang di mana pun dia berada, begitu pun sebaliknya. Di bagian ini juga aku makin menyukai ide bahwa pasangan kembar terikat dengan kematian.

Tiga ribu serdadu dewan melawan lima ratus orang Omega di gerakan perlawanan.
Konflik mereka tidak sampai di situ, karena mereka tetap harus menemukan Tempat Lain. Beruntung karena spesialis Cass adalah menemukan sebuah tempat, mereka akhirnya menemukan Bahtera, tempat yang menyimpan sejarah tentang orang-orang yang bertahan dalam ledakan di masa lalu.
Di sana dia bertemu Zach, juga seorang yang amat dekat dengan dirinya; Kip.

Well, jujur aku lebih menikmati buku kedua daripada yang pertama. Buku pertama secara garis besar hanya berupa pelarian yang sangat lama dan kurang aksi. Meskipun sama-sama berbalut perang antar kembar, tapi buku kedua ini terkesan lebih hidup. Juga ditambah lagi dengan banyaknya rahasia yang terungkap dan ini sangat menantang buatku.

Untuk ending-nya, seperti kebanyakan trilogi lainnya tentu saja ending-nya menggantung hanya saja aku sangat puas dan bersemangat. Diakhiri dengan harapan besar namun seakan-akan hanya bayangan yang suram.

Terakhir aku memberikan 4.5 bintang lagi karena novel fantasi ini belum bisa membuatku kecanduan:) 
Tapi aku akan tetap menantikan buku ketiganya, yang masih belum ada kabar. Dan juga aku nggak rela kalau sampai nggak tahu akhir dari tokoh favoritku; Zach.

Psst, Zach memang muncul hanya sedikit dalam dua novel ini tapi entah kenapa aku tersihir sama karakternya. Dibanding para protagonis; Cass, Zoe dan Piper, aku lebih menyukai Zach HAHA.


Quotes~

“Apa bedanya andaikan aku memberitahu nama pemberian orangtuaku? Kenapa nama pemberian orangtua lebih autentik daripada nama yang kita pilih sendiri?” – sang Pemimpin Sirkus (hlm 65)
“Aku sendiri sering mempertanyakannya. Adakalanya aku merasa kewarasanku bakal terlepas bagaikan gigi tanggal. Ketika kebakaran meledak dalam benakku berkali-kali, aku sendiri heran bisa-bisanya aku masih normal seperti sediakala.” – Cass (hlm 120)
“Kata-kata merupakan simbol tak berdarah yang bisa kita andalkan demi menjaga jarak dari dunia.” – hlm 381
“Kami seharusnya belajar dari pengalaman bahwa tak ada yang lebih berbahaya daripada harapan.” – 542


[RESENSI] The Fire Sermon #1 by Francesca Haig



Judul: The Fire Sermon #1
Penulis: Francesca Haig
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Penyunting: Lisa Indriana Yusuf
Penata aksara: CDDC
Pewajah sampul: Muhammad Usman
Penerbit: Noura Books (Mizan Fantasi) 2016

Blurb:
“Jangan sebut mereka ‘masalah’–mereka anak-anak kita,” kata Ibu.
“Salah satu dari mereka,” sahut Ayah. “Yang satu lagi berbahaya. Racun. Tapi kita tidak tahu yang mana.”

Bencana besar membagi zaman menjadi dua: masa Sebelum dan Setelah. Empat abad kemudian, tak ada saksi mata tersisa. Namun efeknya masih terlihat pada reruntuhan tebing, dataran hangus, dan tentu saja fenomena kelahiran para manusia kembar: pasangan kembar Alpha dan Omega.

Para Alpha akan menjadi golongan elite, hidup dalam kenikmatan dan keamanan. Sementara para Omega yang lemah–karena memilki gen mutan dianggap cacat–diasingkan juga ditekan.

Cass dan Zach terlahir kembar, dengan kondisi fisik sama-sama sempurna –tak jelas siapa yang Alpha dan Omega. Tapi mereka tetap tak terhindarkan dari pemisahan. Sebab Cass punya rahasia besar. Rahasia yang bisa mengubah kesenjangan dunia ini.

Cass dan Zach harus memilih: akan saling mengalahkan atau bekerja sama? Sebab jika salah langkah, mereka bisa berhadapan dengan kematian.


Setelah agak lama nggak baca fantasi, akhirnya aku bisa juga membaca genre favoritku ini^^
The Fire Sermon buku kesatu bercerita tentang dunia baru akibat ledakan mesin-mesin di masa lalu. Orang-orang menyebut masa ini dengan sebutan Setelah. Mereka hidup seperti zaman dulu, tanpa mesin, listrik dan semua yang berbau teknologi. Sisa-sisa pada masa Sebelum mereka anggap sebagai tabu –hal yang tidak boleh didekati.

Selain itu, fenomena kelahiran manusia kembar adalah efek dari ledakan. Di masa Setelah, semua orang punya kembaran. Mereka adalah sepasang Alpha dan Omega. Dijelaskan bahwa efek ledakan membuat manusia menderita kelainan atau mutan, racun yang akan membuat tubuhnya tidak sempurna. Karena adanya fenomena kembar, maka racun hanya akan diturunkan kepada salah satu anak, sementara yang lain bersih dari mutan. Merekalah Alpha dan Omega. Satu lagi ‘keistimewaan’ pasangan kembar adalah, mereka akan lahir dan mati bersamaan. Jika Alpha mati atau terluka, pasangan Omeganya pun akan mati atau merasa kesakitan.

Di masa Setelah, orang-orang Alpha yang sempurna secara fisik adalah pemimpin dunia. Pemerintahannya dinamakan dengan sebutan Dewan. Dewan membuat sebuah peraturan di mana kaum Alpha dan Omega harus dipisahkan, karena mereka memandang rendah kaum Omega yang cacat.
Kaum Alpha akan hidup sejahtera, ditempatkan di lahan yang subur, boleh menikah dan boleh sekolah. Sementara kaum Omega sebaliknya, mereka ditempatkan di lahan yang tandus, pernikahan mereka tidak diakui karena kaum Omega semuanya tidak bisa memiliki anak, serta tidak boleh bersekolah, juga dikenakan pajak yang tinggi oleh Dewan. Kehidupan kaum Omega sangat menderita.

Cass dan Zach terlahir sempurna, seperti yang dijelaskan pada blurb. Tidak jelas siapa yang Alpha atau Omega. Namun mereka tetap harus dipisahkan, karena mutan tidak hanya berbentuk dari kecacatan fisik. Mutan bisa jadi berupa cacat pikiran/mental.

Di bagian ini, memang dijelaskan sejak awal, tapi aku takut kalau ini termasuk spoiler. Nggak banyak, aku hanya akan memberitahu siapa yang Alpha dan Omega di antara mereka, yang mungkin sudah bisa ditebak dari blurb/? Siapa tahu.

Oke kita mulai:

Para Omega yang tidak memiliki cacat secara fisik termasuk sebagai peramal. Mereka biasanya memimpikan sesuatu yang mengerikan. Kemunculan peramal dan cara membedakan mereka dari kaum Alpha adalah dengan cara melihat mereka akan bertingkah berbeda dari orang kebanyakan (biasanya berteriak-teriak setelah mendapat terawangan).

Cass adalah seorang Omega peramal. Desas-desus bagaimana cara Dewan mengenali peramal sudah pernah didengarnya, untuk itu, Cass selalu menahan diri. Dia menutup mulutnya sendiri saat terbangun tengah malam agar tidak menjerit. Dia melakukan segala hal untuk tetap bertahan di antara keluarga Alpha-nya, terutama karena dia tidak ingin dipisahkan dengan Zach.

Berbeda dengan Zach, dia selalu terlihat waspada, dia selalu bertanya-tanya siapakah ‘orang aneh’ di antara mereka berdua. Tidak punya banyak cukup bukti untuk menguak identitas Cass, mereka akhirnya tinggal bersama-sama sampai umur 13 tahun. Tentunya, mereka dilarang bersekolah karena belum dipisahkan dan tidak mempunyai teman selain diri mereka sendiri.

Ketika akhirnya Cass ‘dijebak’ oleh Zach, mereka akhirnya berpisah. Tapi Cass bukanlah manusia biasa, dia sempurna secara fisik dan dia punya kemampuan meramal. Lalu Zach, yang dewasanya menjadi bagian dari Dewan juga berubah menjadi sosok mengerikan, berusaha memburu Cass, demi melindungi nyawanya sendiri.


Setelah membaca banyak buku terjemahan, aku tidak banyak mendapat perbedaan soal gaya bahasa penulis yang sudah diterjemahkan ini, penulisannya rapi dan mudah dimengerti, serta bersih dari typo. Aku menikmati menmbaca penulisannya.

Untuk alur, aku merasakan buku pertama ini sangat lambat. Terutama dibagian petualangan Cass dan Kip dalam menemukan jawaban untuk permasalahan Omega selama ini. Namun jujur, aku sangat menyukai ide ceritanya. Ide soal pasangan kembar yang memiliki ikatan terlalu kuat ini membuatku merasa terhanyut dan hangat. Betapa ikatan darah itu memang lebih kental dari apa pun.

Ide penciptaan dunianya juga menarik dan sangat jelas. Penjelasan bagaimana Dewan bertindak semena-mena terhadap kaum Omega yang tentunya menyentak perasaan. Membaca cerita ini cukup banyak baper-nya. Mulai dari bagaimana saat Cass mati-matian mempertahankan keluarganya akhirnya harus terusir juga. Di bagian ini aku menangis. Juga bagian di mana para Omega mendapat perlakuan semena-mena oleh Dewan.

Novel ini memakai sudut pandang orang pertama yaitu Cass, dan aku merasa karakter dia sangat kuat di sini yang jujur, jarang kutemui di novel lain. Cass yang naif namun baik hati tidak hanya dituliskan secara gamblang, melainkan setiap tindak-tanduk dan setiap narasi yang menjelaskan pikirannya membuat karakternya sangat terasa. Di beberapa bagian aku juga sempat kesal karena betaapa naifnya Cass.

Setelah dipisahkan, Zach memang tidak banyak muncul, tapi dia banyak sekali disebutkan oleh Cass. Dan itu cukup untuk membangun karakter Zach dalam pikiranku yang hampir sama kuatnya dengan karakter Cass.

Sisa karakter yang lain hanya ada Kip, teman perjalanan Cass, yang hampir sangat membosankan menurutku. Setiap tantangan yang mereka lalui tidak mampu membuatku ikut tertantang. Namun setelah mereka sampai pada tujuan mereka, aura tantangan itu kembali muncul dan sangat menegangkan. Aku suka bagian menuju ending, serta endingnya. Fakta tentang Kip terkuak dan meskipun aku sudah bisa menebaknya agak awal sebelum terbongkar, aku tetap terkejut membacanya.

Overall, bagaimanapun ini kisah fantasi dan aku sangat sulit untuk tidak menyukai kisah fantasi. Memaafkan kebosanan di tengah-tengah, aku hampir menyukai keseluruhan ceritanya, idenya, dan latarnya yang bukan di dunia ini. Konflik sehari-hari soal ketidakadilan memang sering dijumpai, namun hal yang melatarinya membuat cerita ini tetap saja berbeda di mataku.

Juga banyak hal yang bisa kita ambil dari cerita ini salah satunya adalah menyayangi saudara kita. Seperti Cass yang meskipun telah ‘dikhianati’ Zach, namun tetap menyayanginya tanpa syarat.

---

“Kusangka setidaknya aku akan ingat hal-hal semacam ini –bagaimana dunia berjalan, sekalipun aku tidak ingat posisiku di dalamnya. Tapi, aku tidak ingat dunia bisa sekeras ini.” – hlm 266

“Selama ini aku tidak terlalu memikirkan cara untuk menyesuaikan diri dengan dunia nyata.” – hlm 198


4.5 bintang untuk The Fire Sermon #1. See you di resensi The Fire Sermon #2: The Maps of Bones di blogku ya!
Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)