Sabtu, 23 September 2017

[RESENSI] The Fire Sermon #1 by Francesca Haig



Judul: The Fire Sermon #1
Penulis: Francesca Haig
Penerjemah: Lulu Fitri Rahman
Penyunting: Lisa Indriana Yusuf
Penata aksara: CDDC
Pewajah sampul: Muhammad Usman
Penerbit: Noura Books (Mizan Fantasi) 2016

Blurb:
“Jangan sebut mereka ‘masalah’–mereka anak-anak kita,” kata Ibu.
“Salah satu dari mereka,” sahut Ayah. “Yang satu lagi berbahaya. Racun. Tapi kita tidak tahu yang mana.”

Bencana besar membagi zaman menjadi dua: masa Sebelum dan Setelah. Empat abad kemudian, tak ada saksi mata tersisa. Namun efeknya masih terlihat pada reruntuhan tebing, dataran hangus, dan tentu saja fenomena kelahiran para manusia kembar: pasangan kembar Alpha dan Omega.

Para Alpha akan menjadi golongan elite, hidup dalam kenikmatan dan keamanan. Sementara para Omega yang lemah–karena memilki gen mutan dianggap cacat–diasingkan juga ditekan.

Cass dan Zach terlahir kembar, dengan kondisi fisik sama-sama sempurna –tak jelas siapa yang Alpha dan Omega. Tapi mereka tetap tak terhindarkan dari pemisahan. Sebab Cass punya rahasia besar. Rahasia yang bisa mengubah kesenjangan dunia ini.

Cass dan Zach harus memilih: akan saling mengalahkan atau bekerja sama? Sebab jika salah langkah, mereka bisa berhadapan dengan kematian.


Setelah agak lama nggak baca fantasi, akhirnya aku bisa juga membaca genre favoritku ini^^
The Fire Sermon buku kesatu bercerita tentang dunia baru akibat ledakan mesin-mesin di masa lalu. Orang-orang menyebut masa ini dengan sebutan Setelah. Mereka hidup seperti zaman dulu, tanpa mesin, listrik dan semua yang berbau teknologi. Sisa-sisa pada masa Sebelum mereka anggap sebagai tabu –hal yang tidak boleh didekati.

Selain itu, fenomena kelahiran manusia kembar adalah efek dari ledakan. Di masa Setelah, semua orang punya kembaran. Mereka adalah sepasang Alpha dan Omega. Dijelaskan bahwa efek ledakan membuat manusia menderita kelainan atau mutan, racun yang akan membuat tubuhnya tidak sempurna. Karena adanya fenomena kembar, maka racun hanya akan diturunkan kepada salah satu anak, sementara yang lain bersih dari mutan. Merekalah Alpha dan Omega. Satu lagi ‘keistimewaan’ pasangan kembar adalah, mereka akan lahir dan mati bersamaan. Jika Alpha mati atau terluka, pasangan Omeganya pun akan mati atau merasa kesakitan.

Di masa Setelah, orang-orang Alpha yang sempurna secara fisik adalah pemimpin dunia. Pemerintahannya dinamakan dengan sebutan Dewan. Dewan membuat sebuah peraturan di mana kaum Alpha dan Omega harus dipisahkan, karena mereka memandang rendah kaum Omega yang cacat.
Kaum Alpha akan hidup sejahtera, ditempatkan di lahan yang subur, boleh menikah dan boleh sekolah. Sementara kaum Omega sebaliknya, mereka ditempatkan di lahan yang tandus, pernikahan mereka tidak diakui karena kaum Omega semuanya tidak bisa memiliki anak, serta tidak boleh bersekolah, juga dikenakan pajak yang tinggi oleh Dewan. Kehidupan kaum Omega sangat menderita.

Cass dan Zach terlahir sempurna, seperti yang dijelaskan pada blurb. Tidak jelas siapa yang Alpha atau Omega. Namun mereka tetap harus dipisahkan, karena mutan tidak hanya berbentuk dari kecacatan fisik. Mutan bisa jadi berupa cacat pikiran/mental.

Di bagian ini, memang dijelaskan sejak awal, tapi aku takut kalau ini termasuk spoiler. Nggak banyak, aku hanya akan memberitahu siapa yang Alpha dan Omega di antara mereka, yang mungkin sudah bisa ditebak dari blurb/? Siapa tahu.

Oke kita mulai:

Para Omega yang tidak memiliki cacat secara fisik termasuk sebagai peramal. Mereka biasanya memimpikan sesuatu yang mengerikan. Kemunculan peramal dan cara membedakan mereka dari kaum Alpha adalah dengan cara melihat mereka akan bertingkah berbeda dari orang kebanyakan (biasanya berteriak-teriak setelah mendapat terawangan).

Cass adalah seorang Omega peramal. Desas-desus bagaimana cara Dewan mengenali peramal sudah pernah didengarnya, untuk itu, Cass selalu menahan diri. Dia menutup mulutnya sendiri saat terbangun tengah malam agar tidak menjerit. Dia melakukan segala hal untuk tetap bertahan di antara keluarga Alpha-nya, terutama karena dia tidak ingin dipisahkan dengan Zach.

Berbeda dengan Zach, dia selalu terlihat waspada, dia selalu bertanya-tanya siapakah ‘orang aneh’ di antara mereka berdua. Tidak punya banyak cukup bukti untuk menguak identitas Cass, mereka akhirnya tinggal bersama-sama sampai umur 13 tahun. Tentunya, mereka dilarang bersekolah karena belum dipisahkan dan tidak mempunyai teman selain diri mereka sendiri.

Ketika akhirnya Cass ‘dijebak’ oleh Zach, mereka akhirnya berpisah. Tapi Cass bukanlah manusia biasa, dia sempurna secara fisik dan dia punya kemampuan meramal. Lalu Zach, yang dewasanya menjadi bagian dari Dewan juga berubah menjadi sosok mengerikan, berusaha memburu Cass, demi melindungi nyawanya sendiri.


Setelah membaca banyak buku terjemahan, aku tidak banyak mendapat perbedaan soal gaya bahasa penulis yang sudah diterjemahkan ini, penulisannya rapi dan mudah dimengerti, serta bersih dari typo. Aku menikmati menmbaca penulisannya.

Untuk alur, aku merasakan buku pertama ini sangat lambat. Terutama dibagian petualangan Cass dan Kip dalam menemukan jawaban untuk permasalahan Omega selama ini. Namun jujur, aku sangat menyukai ide ceritanya. Ide soal pasangan kembar yang memiliki ikatan terlalu kuat ini membuatku merasa terhanyut dan hangat. Betapa ikatan darah itu memang lebih kental dari apa pun.

Ide penciptaan dunianya juga menarik dan sangat jelas. Penjelasan bagaimana Dewan bertindak semena-mena terhadap kaum Omega yang tentunya menyentak perasaan. Membaca cerita ini cukup banyak baper-nya. Mulai dari bagaimana saat Cass mati-matian mempertahankan keluarganya akhirnya harus terusir juga. Di bagian ini aku menangis. Juga bagian di mana para Omega mendapat perlakuan semena-mena oleh Dewan.

Novel ini memakai sudut pandang orang pertama yaitu Cass, dan aku merasa karakter dia sangat kuat di sini yang jujur, jarang kutemui di novel lain. Cass yang naif namun baik hati tidak hanya dituliskan secara gamblang, melainkan setiap tindak-tanduk dan setiap narasi yang menjelaskan pikirannya membuat karakternya sangat terasa. Di beberapa bagian aku juga sempat kesal karena betaapa naifnya Cass.

Setelah dipisahkan, Zach memang tidak banyak muncul, tapi dia banyak sekali disebutkan oleh Cass. Dan itu cukup untuk membangun karakter Zach dalam pikiranku yang hampir sama kuatnya dengan karakter Cass.

Sisa karakter yang lain hanya ada Kip, teman perjalanan Cass, yang hampir sangat membosankan menurutku. Setiap tantangan yang mereka lalui tidak mampu membuatku ikut tertantang. Namun setelah mereka sampai pada tujuan mereka, aura tantangan itu kembali muncul dan sangat menegangkan. Aku suka bagian menuju ending, serta endingnya. Fakta tentang Kip terkuak dan meskipun aku sudah bisa menebaknya agak awal sebelum terbongkar, aku tetap terkejut membacanya.

Overall, bagaimanapun ini kisah fantasi dan aku sangat sulit untuk tidak menyukai kisah fantasi. Memaafkan kebosanan di tengah-tengah, aku hampir menyukai keseluruhan ceritanya, idenya, dan latarnya yang bukan di dunia ini. Konflik sehari-hari soal ketidakadilan memang sering dijumpai, namun hal yang melatarinya membuat cerita ini tetap saja berbeda di mataku.

Juga banyak hal yang bisa kita ambil dari cerita ini salah satunya adalah menyayangi saudara kita. Seperti Cass yang meskipun telah ‘dikhianati’ Zach, namun tetap menyayanginya tanpa syarat.

---

“Kusangka setidaknya aku akan ingat hal-hal semacam ini –bagaimana dunia berjalan, sekalipun aku tidak ingat posisiku di dalamnya. Tapi, aku tidak ingat dunia bisa sekeras ini.” – hlm 266

“Selama ini aku tidak terlalu memikirkan cara untuk menyesuaikan diri dengan dunia nyata.” – hlm 198


4.5 bintang untuk The Fire Sermon #1. See you di resensi The Fire Sermon #2: The Maps of Bones di blogku ya!

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)