Sabtu, 04 Maret 2017

[RANDOM] DAY2 - Writing Challenge Kampus Fiksi

Writing Challeng Bersama Kampus Fiksi #DAY2

---

Untuk Ayah, di Surga.


---
DAY 2


Seandainya ada mesin waktu dan bisa kembali ke masa lalu, kesalahan apa yang paling ingin kamu perbaiki? Ceritakan!

---

Butuh berpikir banyak untuk ‘nekat’ mengikuti challenge ini, sampai-sampai aku harus telat nyetor di hari pertama. Dua pertanyaan yang dimaksudkan untuk dua hari, aku menyelesaikannya dalam satu waktu. Dan bukan main-main flashback-nya. Aku berhasil kembali ke masa itu, masih dengan perasaan yang sama ketika aku mengalaminya waktu itu.

Mungkin di hari pertama aku mengingat banyak yang bagus tentang masa lalu, tetapi sebetulnya aku ini bukanlah orang yang senang menyimpan kenangan, terlebih kenangan masa laluku, bagiku, banyak yang tidak menyenangkan.

Seringnya aku berusaha melupakan semuanya yang pernah terjadi, baik itu yang baik atau buruk, karena entah kenapa aku selalu menganggapnya adalah beban tersendiri buatku.

Jadi sekarang aku memaksa lagi, menggalinya, terluka lagi, dan untuk pertama kalinya menuliskannya, berniat mempublish kesalahan yang paling kubenci kepada dunia.
Seandainya ada mesin waktu, sejujurnya aku pernah berpikir tentang hal ini dulu sekali, aku ingin kembali ke hari di mana aku lahir, dan… mencegahnya terjadi.

Tapi bukan itu sekarang, justru yang aku ingat adalah Ayahku. Betapa rasa bersalah yang sering kucoba lupakan itu, seringkali hadir tanpa permisi, membuat aku secara mendadak membenci dunia, membenci diriku sendiri dan membenci apa yang kurasakan saat itu.

Ayahku berpulang ketika aku kelas 9, pada tanggal 5 September 2012. Sedari kecil, aku tidak dekat dengan Ayah. Ayahku itu orang yang sulit mengekspresikan perasaannya kecuali rasa marah. Jadilah, aku yang kecil, menganggap ayahku adalah orang yang galak. Aku jarang mengobrol dengannya, tapi beliau juga sosok yang bisa terlihat hangat, biasanya mengobrol kalau kami berkumpul sekeluarga.

Ayahku adalah seorang yang sangat disiplin dan taat pada aturan, aku baru menyadari juga bahwa aku menuruni sifatnya itu, bahkan sifat dingin, cuek, emosian dan keras kepala kami juga sama. Jadi, di usianya yang sudah tua dan sakit-sakitan sementara aku yang masih kecil dan terbiasa dengan jarak di antara kami, membuat aku tidak memanfaatkan waktu yang tersisa sebaik-baiknya.

Ayah sakit parah. Awalnya kanker prostat, menyebabkannya harus memasang selang di kantung kemihnya. Lalu kemudian fisiknya semakin lemah, Ayah jatuh di kamar mandi dan tidak bisa berdiri lagi. Di rumah sakit, Ayah mendapat diagnosa lagi bahwa dirinya terkena gagal ginjal.

Sempat untuk beberapa waktu, ayah dirawat di rumah sakit, setengah sadar, tidak bisa berbicara dengan jelas, tidak tahu siapa-siapa yang datang menjenguk. Kemudian ayah sembuh, kembali seperti sedia kala secara mental.

Aku dan kakakku masih menjaga jarak, seperti biasa, hanya menghampiri ketika ayah butuh sesuatu. Ketika kakakku sekolah di Bandung, ibuku pergi bekerja, akulah yang ada di rumah bersama ayah.

Jarang sekali aku menengok ke kamarnya, sekedar menanyakan bagaimana keadaannya, apa yang dia rasakan atau apa yang dia butuhkan. Aku sibuk dengan diriku sendiri; menonton tv, bermain, mengerjakan tugas atau hal-hal lain.

Ayah hanya memanggil kalau beliau ingin mengisi lagi gelasnya, meminta dibuatkan bubur instan, atau minta diguntingkan kukunya. Di hari ulangtahunku, ayah sudah tidak bisa lagi menyiapkan kado yang biasanya kulihat di pagi hari, beliau hanya mendoakan dan memberi uang. Di hari Lebaran pun, tidak banyak waktu yang kuluangkan untuk ayah.

Lalu pada suatu hari, ketika aku sedang mengerjakan tugas, ayahku memanggil-manggil namaku. Menyuruhku mengambilkan pencukur jenggot. Tanpa berpikir panjang, aku hanya menyerahkan benda itu dan kembali ke PR-ku.

Tentu saja ayah kembali memanggil, menyuruhku membasahi sapu tangannya. Aku kembali ke PR-ku sekali lagi, dan ayah masih memanggil. Katanya, basahi dengan sabun. Entah kenapa, saat itu aku merasa sangat kesal, situasiku di sekolah juga membuat mood-ku jelek sekali. Aku kesal ayah terus-menerus memanggilku.

Bukannya membantunya cukur tanpa mengeluh agar semuanya cepat selesai, aku malah menangis dan keluar dari rumah. Berdiri di beranda, dengan suara ayah yang berteriak memanggil.

Ya, aku mengabaikannya. Aku mengabaikan ayahku dan terus menangis sampai akhirnya aku pergi ke rumah Wulan. Ayah mengirim SMS, mengatakan aku untuk menghampirinya tapi aku mengabaikannya.

Sampai hal itu berlalu. Ayah tak lagi membahasnya dan aku juga bersikap seolah-olah tindakanku benar.

Hingga suatu hari, seperti biasa ayah harus menjalani cuci darahnya. Malam sebelumnya ayah memanggilku ke kamarnya, dengan lembut dia meminta aku untuk ikut menemaninya cuci darah, menyuruhku bolos sekolah, karena selama ini, hanya aku yang belum pernah ikut ke rumah sakit karena sekolah.

Aku hendak menolak, tapi tidak berani. Kubilang itu pada ibu, aku minta padanya agar menjelaskan kepada Ayah kalau aku tidak bisa bolos sekolah karena sudah kelas 9. Ibu menyetujuiku, dan mengatakan pada ayah soal hal itu. Kata Ibu, Ayah bilang, “Oh yaudah nggak apa-apa. Masuk sekolah aja lebih penting.”

Aku senang mendengarnya.

Kesenangan terakhir sebelum semuanya terenggut, terkubur dalam dengan kesakitan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Jam sebelas siang aku dipanggil ke ruang tamu sekolah karena ada Ibu dan kakakku datang. Mereka membawa kabar bahwa ayahku meninggal karena serangan jantung.

---

Nah, itulah kesalahan terbesar yang kurasakan seumur hidupku. Kalau aku bisa menemukan mesin waktu, aku ingin memperbaiki kesalahanku kepada Papa. Aku tidak akan kabur mendengarnya berteriak memanggil. Aku akan ikuti kemauannya untuk bolos dan mengantarnya cuci darah.

Kalau aku melakukan itu, aku tidak akan semenyesal ini. Aku juga mungkin tidak akan pernah menemukan pencukur milik Papa di meja kamarnya dengan darah yang mengering karena dagunya terluka. Saat aku kabur.[]




Bandung, 4 Maret 2017

2 komentar:

  1. Semoga amal baik Ayah diterima disurga sana.. bersyukur masih punya waktu bersama ayah, juga jangan lupa berdoa, semoga Ayah diterima disurganya. Aku turut berduka. Tapi, kembali ke awal, mesin waktu gak akan pernah ada,jadi hiduplah dengan realita. Dan habiskan waktu yg tersisa dgn ibu yg masih ada. Jangan sampai kita terperangkap dilubang keslahan dan penyesalan kedua kalinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin YRA. Makasih banyak Kak :')) Ya, aku pasti nggak akan mengulangi hal yang sama. Inshaa Allah :')
      😊😊

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)