Minggu, 19 Agustus 2018

[RESENSI] Dharitri by Nellaneva

IG: @arthms12



Judul: Dharitri
Penulis: Nellaneva
Cover illustration: Choi Archie Amano
Illustration: Choi Archie Amano
Editor: Muhajjah Saratini
Penerbit: Inner Child Crowdfund Publisher – ICC Publisher (2017)
Jumlah halaman: 376 hlm
ISBN: 987-602-74865-1-5

Blurb:
Dunia Baru, bentuk restorasi setelah Perang Dunia III, diyakini sebagai dunia yang lebih baik bagi sisa umat manusia di Bumi. Pernyataan itu rupaya tidak berlaku bagi Aran dan Shreyas. Terdampar di Dharitri, negara pembangkang yang menolak konsep Dunia Baru, mereka berdua mencari cara untuk mempertahankan eksistensi negara tersebut.

Selamat menikmati Dharitri, tempatmu menemukan bagian dirimu yang hilang dan merengkuh rekan sejatimu. Negeri mentari yang merangkul para petualang, selama kamu tidak tahu apa yang tertanam di dalamnya.

---

Dharitri, dengan kover seekor naga, bercerita tentang Aran atau Ranala yang tadinya ingin ‘melarikan’ diri dari unit 41 tempatnya tinggal di Dunia Baru alih-alih terdampar di tanah asing negara Dharitri. Di sana ia bertemu Lal, naga yang terluka dan menjadi sahabat setelah Aran mengurusnya.

Wabah penyakit di desa tempat seseorang menampung Aran, membuatnya terpaksa mengikuti Laga, sebuah acara mirip gladiator di mana dia harus bertarung demi mendapatkan uang untuk membeli obat. Tak disangka, justru Laga itu membawanya pada Rayon Pusat dan ‘paksaan’ menjadi salah satu anggota Bala Karta yang berhubungan dengan Hibrida, hewan-hewan hasil rekayasa genetika seperti Lal yang berkeliaran secara bebas di Dharitri.

Timnya, Adhyastya Hibrida, menemukan suatu gerakan pemberontakan yang melibatkan para Hibrida. Aran berserta kawan-kawannya berusaha menghentikan pemberontakan itu, namun salah satu timnya yang bernama Shreyas justru ingin mengeluarkan Aran dari tim. Aran tidak tahu, bahwa sebenarnya Shreyas merupakan tokoh penting dalam petualangannya dan mempunyai banyak rahasia.
---
Aku langsung menikmati Dharitri setelah membaca paragraf awalnya. Gaya bercerita yang asik dan luwes membuatku betah berlama-lama membaca novel ini. Meskipun pada versi yang ini, kertasnya lumayan tipis dan tintanya agak pudar, tetapi itu bukan masalah besar buatku. Sama sekali nggak mengurangi kesenanganku dalam membaca buku ini.

Begitu banyak narasi. Jujur, aku memang menikmatinya karena narasinya mengandung cerita dan pokok permasalahan yang secara runut diceritakan dengan gamblang. Dan aku kira memang bab-bab awal cenderung seperti ini, menceritakan secara jelas keadaan Dunia Baru dan situasi yang sedang dihadapi Aran, tetapi ternyata sampai seluruh isi buku pun, aku menemukan narasi memang dominan dalam buku ini.

Kalau narasinya tidak menyengangkan, pastinya aku bakal ngeluh deh :D meskipun aku juga ingin lebih banyak dialog di novel ini.

Alurnya lumayan lambar menurutku, tapi toh aku santai dan enjoy aja sih waktu baca petualangan Aran sampai jadi anggota Bala Karta. Yang bikin aku bilang alurnya lambat adalah aku bahkan nggak bisa menemukan konflik apa yang sebenarnya mereka hadapi. Seakan-akan novel ini hanya berisi petualangan Aran saja di Dharitri selepas kepergiannya dari Unit 41. Aku belum benar-benar menemukan inti cerita ini sampai pertengahan buku, terutama karena rahasia Shreyas masih ditutup rapat-rapat tanpa clue yang berarti.

Setelah melewati pertengahan buku, aku mulai menemukan konflik utamanya. Pemberontakan, penyalahgunaan Hibrida adalah konflik utama petualangan Aran dan tim Bala Karta, yang mana semuanya berhubungan dengan Shreyas. Plot twist cukup menyenangkan buatku dan aku sangat terhibur meskipun awalnya aku kira konflik akan berhubungan dengan Persatuan Unit. Aku sama sekali nggak menduga kalau masalah ini akan jadi konfliknya :D

Karakter Aran memang bakal jadi favoritku, tapi setelah dipikir-pikir lagi, aku merasakan perubahan yang sangat signifikan dengan Ranala yang dulu di Unit 41. Terlalu cepat kayaknya, tapi aku suka Aran yang sekarang :D

Shreyas bisa dibilang punya porsi benci dan cinta buatku. Aku kesel banget sama dia soalnya karakternya plin-plan ketika bagian Karlis dan saat dia menarik ulur Aran. Seakan-akan dia orang yang berbeda, tapi juga seakan-akan dia memang orang yang sifatnya tidak berpendirian teguh. Aku juga sebal karena alasan dia ingin menyingkirkan Aran itu nggak jelas banget. Tapi tetep aja aku baper karena loveline Aran-Shreyas :’)

Aku mau niup kapal Cakra-Aran supaya berlayar tapi nggak tahu kenapa, perasaanku aja atau karakter Cakra sengaja dibuat tidak menonjol (padahal dia itu Kapten Adhyastya Hibrida huhuhu), seakan-akan ngasih tau secara tersirat tapi menusuk: “Cakra bukan tokoh utamanya ih! Bukan! Tapi Shreyas. Jadi biarin aja Cakra jadi biasa aja.” Eheheheh :D

Terlepas dari para manusia itu......karakter (atau bukan) yang bikin aku jatuh cinta pertama kali adalah Lal! Jujur aku nangis baca endingnya. Lal-ku, eh, Lal-nya Aran deng T_T kenapa harus begitu huhuhu nggak mau terima tapi yasudahlah, Lal semoga baik-baik aja ya sayangku T_T

Endingnya seperti yang aku bilang, bikin aku nangis sih ngga rela, tapi puassssss. Overall, aku memang baru baca fantasi lokal sedikit sih tapi Dharitri ini sungguh luar biasa keren! Aku rekomendasikan novel ini ke siapa pun pecinta fantasi di Indonesia mwuehehehe nggak mengecewakan deh, serius :D

Dan serius juga pengen ada sekuelnya ;’) karena aku merasa masih ada masalah yang belum selesai pada Aran dan keluarganya di Unit 41, bagaimana pun juga aku penasaran:’) belum lagi Lal:’)
Qoutes:

“Untuk menjadi dirimu, di tempat yang menerimamu.” – Aran (hlm 374)
“Kadang lebih mudah membenci daripada menyukai, karena yang kedua selalu berujung pada pengharapan, dan tidak semua harapan mewujud nyata.” – Shreyas (hlm 374)

[RESENSI] Kersik Luai by LM Cendana

IG: @arthms12



Judul: Kersik Luai
Penulis: LM Cendana
Editor: Nurti Lestari
Layouter: Harumi OL
Cover: LM Cendana
Penerbit: Histeria (2017)
Jumlah halaman: 508 hlm

Blurb:
Beberapa dekade selanjutnya. Tanah Air memasuki era dystopia yang telah dikuasai golongan oligarkis. Seorang manusia buatan, Btari, yang dinyatakan sebagai kloningan gagal hendak dibuang menuju plosok negeri untuk dijadikan budak. Di tengah perjalanan, helikopter yang ditumpanginya ditembak jatuh di Laut Jawa. Di pesisir pantai, ia ditemukan oleh seorang revolusioner, Nagara, yang mengajarkannya banyak hal. Kemanusiaan, nasionalisme, dan cinta.

---

Seperti kata blurb, Btari (dibaca Bidari) adalah cewek hasil rekayasa genetika yang hendak dibuang karena ada masalah dengan jantungnya. Di Waluku, tempat para oligarkis berkuasa, memang diadakan pemeriksaan kesehatan bagi setiap orang. Manusia normal kalau sakit cuma disuruh karantina aja terus dipulangin, kalau manusia kloning, cacat sedikit harus dibuang. Menarik kan?

Btari ditemukan oleh Nagara, seorang revolusioner muda. Selama tinggal di rumah Nagara, Btari banyak mendapatkan hal-hal yang tidak diketahuinya sebagai orang borjuis yang tinggal di Waluku. Di novel ini, banyak sekali bercerita tentang budaya Indonesia. Selama perjalanan mengenal jati diri Indonesia bersama Nagara itulah, benih-benih cinta di hati Btari muncul untuk laki-laki itu.

Ketika aksinya dalam gerakan revolusi terciduk oleh Presiden Andromeda, pemimpin Waluku, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan Nagara selain kabur. Btari, tentu saja mengikutinya. Selama pelarian itu, Btari melihat langsung bagaimana kaum Oligarkis penduduk Waluku memperlakukan orang-orang sebangsanya yang dianggap bodoh dan dijuluki proletar dengan semena-mena, jiwa patriotisme Btari terbakar. Dia menyerukan demokrasi.

Pindah ke tempat lain, Btari akhirnya berhasil ditemukan oleh Bima, demi memperbaiki jantungnya yang rusak. Hanya saja, ada harga yang harus dibayar..

---

Kira-kiranya, aku kasih tau kalau resensi ini subjektif. Fantasi lokal memang jarang ya, makanya ketika mendapat kesempatan buat baca novel ini, aku seneng banget. Mulanya, aku memang nggak tau arti Kersik Luai, dan setelah tau artinya, kok aku lebih suka bahasa Indonesianya ya. Tapi yang jelas, aku baca buku ini karena blurbnya menjanjikan.

Gaya bahasa LM Cendana, aku sempet baca Klandestin sedikit di wattpad, dan jujur memang gaya bahasa penulis yang satu ini oke punya. Begitu pula saat aku memulai Kersik Luai, gaya bahasa penulis langsung menyihirku masuk ke dunianya. Deskripsinya begitu mendetail, runut, dan dijelaskan dengan santai.

Sayangnya ada sedikit masalah, aku kira font-nya terlalu kecil sementara spasi antar paragraf begitu renggang dan pembatas scene satu dengan yang lain terlalu besar. Itu aja sih.

Kedua, alur. Oke..sejak awal aku memang merasakan kalau alurnya lambat, tapi entah kenapa aku tetap menikmati bukunya. Selain karena interaksi Nagara dan Btari yang manis, aku suka cerita-cerita tentang sejarah di Indonesia yang mana ada juga yang belum aku tau. Contohnya cerita tentang Srikandi, lagu-lagu daerah, tarian dan sebagainya. Belum lagi karena narasinya yang detail dan panjang, membuatku jadi paham betul tentang tujuan penulis yang ingin mengenalkan budaya Indonesia.

Namun lama-lama, hal ini rupanya bermasalah buatku. Catat, buatku. Aku tipe yang terlalu nggak sabaran. Aku membaca dan membaca sambil bertanya-tanya, konflik utamanya mana? Memang sejak awal aku tau kalau Nagara seorang revolusioner dan di sana, di Waluku, Presiden Andromeda juga disebut-sebut tengah merencanakan sesuatu. Sayangnya, novel ini memakai sudut pandang orang pertama Btari, yang mana dia nggak tahu menahu soal ketegangan ini.

Aku mulai gemas, ingin cepat-cepat masuk ke konflik utama dan itu membuat alur lambat serta narasi yang panjang jadi melelahkan buatku. Karena aku percaya juga kalau novel ini bakal menyajikan sesuatu yang mengejutkan di akhir.

Tetapi aku harus bersabar karena justru novel ini masih terasa adem-ayem bahkan ketika nasib Nagara tinggal satu langkah lagi. Memang endingnya lumayan mencengangkan sampai-sampai aku pun sulit untuk tidak bertepuk tangan. KEREN. Pada titik itu, novel ini sungguh kerennya bertambah sepuluh kali lipat. Ditambah karena menuju akhir, tiba-tiba ada POV-1 Nagara.

Hanya saja, aku dibuat kecewa dengan eksekusi yang seperti ini. Plot twist memang bagus, tapi ternyata nggak ada lanjutannya. Aku kira setelah twist itu, bakal ada apa...gitu. Tapi nggak.
Novel ini seakan diakhiri begitu saja ((karena halamannya udah kepanjangan woey)). Endingnya... gantung. Aku belum membaca dengan jelas seperti apa gerakan revolusioner itu sendiri setelah ‘misi’ Nagara selesai. Belum ada yang menang. Bahkan Presiden Andromeda disebutkan berkata bahwa permainan baru saja dimulai.

Jadi..

Gini loh..

Selama 500an halaman yang aku baca...itu..apa.....

Well, aku memang suka bagaimana amanat yang coba disampaikan penulis, menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri kita. Aku mengakui memang ide ceritanya sangat sangat luar biasa. Tapi buatku rasanya keterlaluan jika 500 halaman ini aku tidak menemukan inti konfliknya. Setelah narasi panjang dan alur lambat yang sudah kutempuh, aku ingin kejelasan di akhir cerita, itu aja sih.
((Denger-denger, novel ini bakal ada sekuelnya. Gatau juga sih. Jadi mari kita nantikan))

Resensinya udah kepanjangan ya? Tapi aku belum cerita soal Nagara, tokoh utama cowok yang bener-bener berhasil mencuri perhatian, belum lagi karena sikapnya saat menghadapi Btari yang polos dan blak-blakan. Mereka itu otp banget deh! Sayangnya kurang aksi, yeah, kurang aksi revolusinya kecuali pas ending WKWK.

Nah, mungkin segitu aja cuap-cuapku soal novel Kersik Luai. High recommended karena aku suka bahasan di dalam novel ini yang penuh dengan kearifan lokal :D Tentunya bagi kalian yang sabaran (gak kayak aku), aku jamin novel ini bener-bener sempurna:’)

Oh ya, novel ini juga banyakkkk qoute yang bertebaran lohhh;’) aku cuma nulis beberapa nih ya:
“Kamu mungkin belum mengenal kami. Kami semua lahir dari ketakutan, kelemahan, dan penindasan.” – Anjani (hlm 315)
“Manusia memang sering lupa di mana ia memulai dan berakhir. Memang benar yang dikatakan Bung Karno. Perjuangan melawan penjajah asing lebih mudah daripada melawan bangsa sendiri.” – hlm 486
Kami belajar dari Datura Arboera yang tidak pernah mengeluh walau seumur hidupnya tak pernah mengenal langit. Ia tertunduk ramah memandang bumi meski dianugerahi keindahan tiada tara. Dan siapa sangka jikalau ia menyimpan racun mematikan di setiap jengkal tubuhnya yang tampak rapuh nan layu?” – Candrakanti (hlm 419)


Rabu, 08 Agustus 2018

[RESENSI] Mamimoma by Rosemary Kesauly



Judul: Mamimoma
Penulis: Rosemary Kesauly
Desain Sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (cetakan ketiga Juli 2018)
Jumlah halaman: 240 hlm
ISBN: 9786020387437

Blurb:
Empat cewek yang sama-sama sekolah di SMA Benedict I ini sekilas kelihatan bahagia, padahal mereka masing-masing menyimpan masalah.

Maggie anak orang kaya. Meski punya segalanya, dia benciiiii banget punya rambut keriting kaku yang nggak pernah bisa “jinak”. Dia jadi terobsesi menjadi cantik seperti cewek-cewek di majalah, sampai-sampai rela nyobain segala bentuk produk kecantikan.

Milly paling cantik di antara semuanya, tapi dia pincang. Hampir semua orang menatapnya dengan sorot mata mengejek. Tambahan lagi, dia hanya tinggal berdua sama kakeknya yang protektif banget. Jangan harap dia bisa jalan-jalan ke mal atau nongkrong bareng teman-temannya.

Molly cuek dan omongannya sering ketus. Lewat sifat kerasnya, Molly selalu berhasil menyembunyikan kesedihan karena punya mama yang hobi mabuk dan sering pulang pagi. Belakangan dia mulai ragu, apa benar mamanya pelacur seperti gosip miring para tetangga?

May gampang bosan dan seleranya suka berubah-ubah kalau naksir cowok. Hal itu bikin teman-temannya sering geregetan. Sekarang dia malah naksir Oscar, padahal kan Oscar playboy dan hobi nge-drugs.

Setelah saling mengenal lebih dalam, bisa nggak ya persahabatan mereka bertahan?

----

Kedua kalinya baca novel ini setelah bertahun-tahun, aku bener-bener lupa cerita dan alurnya dan sekarang baca lagi tuh nostalgia banget.

Dilihat dari blurb, kita pasti udah tau kalau novel ini bercerita tentang persahabatan. Memakai sudut pandang orang ketiga, isi bab-bab ini bergantian antara Maggie, Milly, Molly dan May. Hanya saja aku merasa porsi Maggie agak kurang di sini. Sebenarnya yang benar-benar mengalami hal-hal rumit hanya Milly, Molly dan May. Ide tentang rambut Maggie hanya hal umum yang hanya seperti pemanis saja, selebihnya Maggie biasa saja.

Alurnya dibuat maju dengan konflik keseharian mereka, lebih banyak tentang mencari jati diri, dan juga ada konflik tentang orangtua mereka. Meskipun bisa dibilang konflik yang dimuat cukup berat, namun Rosemary Kesauly meramunya dengan sederhana dan penyelesaian yang sederhana pula. Nggak banyak drama dan mengalir saja.

Menurutku, yang membuat novel ini unik adalah dengan kepribadian keempat tokoh utamanya. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang menonjol. Maggie yang hidupnya sempurna namun rambut yang keriting menyulitkannya. Milly cantik tapi pincang. Molly tegas tapi ketus. Sementara May sosok cewek imut oriental yang plin-plan. Mereka bagai kombinasi sempurna yang saling melengkapi.

Meskipun mereka kadang kala berkonflik satu sama lain, tetapi mereka bisa menemukan cara untuk kembali bersama, terutama karena Milly jauh lebih dewasa dan berpikiran terbuka untuk menuntun teman-temannya yang lain.

“Kalau rasa yang kita tulus, kita nggak akan memilih siapa yang kita sayang. Apakah teman kita pincang atau keriting atau punya keluarga nggak jelas atau butuh waktu satu jam untuk memesan makanan, kita nggak peduli, karena kita sayang, karena siapa pun mereka, mereka tetap sahabat kita.” – Milly (hlm 127)
Ada pula sisi romansa yang diceritakan dan aku cukup suka dengan sosok Christopher Ray. Juga tokoh-tokoh pembantu lainnya seperti Astrid, kakak May. X-Ray kurang lebih menyatakan kalau zaman sekarang jarang menemukan persahabatan tulus, remaja cenderung memaksakan diri menjadi seperti orang lain hanya demi sebuah pertemanan. Menurutku ini sangat relate dengan pertemanan sekarang ini.

“Lagian, kamu nggak tahu betapa susahnya mencari teman di sini. Kita harus ‘sama’ dengan yang lain kalau nggak mau dikucilkan, dianggap nggak cool, dicap pengecut.” – X-Ray (hlm 165)
Gaya bahasa yang dipakai khas anak muda dan santai. Narasinya nggak memakai kata-kata baku, misalnya di novel ini narasinya memakai kata ‘nggak’ bukannya ‘tidak’, terus ada kata banget dan agak heboh dengan seruan yang panjang kayak: “MAMAAAA!!” pokoknya santai banget deh jadi nggak cepet bosan atau terlalu kaku. Aku rekomen novel ini bagi yang baru mulai suka baca buku. Novel ini asik banget dari segi gaya bahasa.

Karakter favoritku di sini adalah Molly. Entah mungkin karena dia relate sama aku kali ya, cuek dan ketus. Hehe.

“Kamu bakal selalu kaget dan kecewa kalau menilai orang dari penampilan.” – Molly (hlm 168)
“Aku ya aku. Kalau kamu nggak paham, ya itu masalahmu.” – Molly (hlm 171)
Aku sebenarnya merasa novel ini terlalu ringan padahal masih banyak yang bisa digali dan dibuat konflik lain seperti halnya masalah keluarga Milly yang sama sekali nggak muncul, tapi karena genrenya teenlit jadi sepertinya lebih pas begini.

Tapi... gereget aja gitu :D belum lagi soal Maggie dan Milly yang ikut lomba yang sama, aku kira bakal ada semacam ribut-ribut kecil yang biasa terjadi antar sahabat, tapi ternyata nggak, dan memang sikap dewasa Milly perlu dicontoh untuk menghindari konflik antar sahabat :D

“Asam klorida biasanya lebih memiliki efek merusak pada wadah tempat ia disimpan daripada objek tempat ia dituang. Seperti itulah efek kebencian pada hati. Kebencian hanya akan lebih meyakiti dan merusak hati kita daripada orang yang kita benci.” – Milly (hlm 190)
Sedikit banyak, novel ini lebih memberitahu kepada pembaca tentang pencarian jati diri dan juga persahabatan. Seberat apa pun masalah yang kita hadapi, tentu dengan kehadiran sahabat dan upaya saling pengertian akan mengurangi beban itu sendiri. Nggak perlu takut merasa sendirian, karena Mamimoma memberitahu bahwa sahabat akan selalu ada, akan selalu menerima apa adanya.
Berbagai konflik yang diusung juga sangat relate dengan kehidupan sehari-hari dan memberikan makna yang kuat bagi remaja-remaja zaman sekarang.

Selasa, 07 Agustus 2018

[RESENSI] A Court of Thorns and Roses by Sarah J. Maas


Judul: A Court of Thorns and Roses
Penulis: Sarah J. Maas
Pengalih bahasa: Kartika Sofyan
Penyunting: Shara Yosevina
Penata Letak: Andi Isa dan Astrid Arastazia
Desainer; Dea Elysia Kristianto
Penerbit: Bhuana Sastra – Imprint Penerbit Bhuana Ilmu Populer (2018)
Jumlah halaman; 587 hlm
ISBN: 987-602-455-284-8

Blurb:

Ketika Feyre –seorang perempuan pemburu– membunuh serigala di hutan, makhluk serupa binatang buas datang mencarinya untuk menuntut pembalasan. Feyre disandera di tanah magis berbahaya yang hanya penah didengarnya dari legenda. Dia pun mengetahui bahwa makhluk itu bukanlah seekor hewan, melainkan Tamlin, peri agung abadi yang pernah menguasai dunia fana.

Perasaannya terhadap Tamlin berubah dari permusuhan dingin menjadi api yang membakar setiap cerita menyeramkan yang pernah didengarnya tentang dunia peri. Namun, kesuraman semakin menaungi dunia itu, dan Feyre harus bisa menghentikannya... atau malapetaka akan menimpa Tamlin dan dunianya selama-lamanya.

------

Pasti udah pada tau kan kisah dongeng Beauty and The Beast? Nah inilah wujud novel retelling dari Beauty and The Beast.

Kisahnya tentang Feyre yang dipaksa tinggal di rumah mewah milik Tamlin, peri agung yang terkena kutukan. Tamlin memakai topeng yang melekat di wajahnya. Bukannya diperbudak atau apa, Feyre dipersilakan hidup dengan nyaman di rumah itu, di Negeri Musim Semi, dan tidak boleh pulang selamanya.

Feyre membenci Tamlin pada awalnya, dia membenci peri. Tapi lambat laun kedekatan keduanya menimbulkan benih-benih cinta. Saat Feyre sudah yakin dengan perasaannya, Tamlin justru menyuruhnya pulang. Dunia peri (Prythian) sedang tidak aman, bahkan Tamlin tidak bisa melindungi Feyre lagi.

Ketika kembali ke rumahnya, Feyre mendapati pentunjuk bahwa di Prythian sekarang sedang kacau balau, dan mungkin Tamlin sekarang sedang dalam bahaya.

Feyre kembali ke Prythian. Untuk menyelamatkan Tamlin. Tantangan demi tantangan dilaluinya. Bisakah Feyre menyelamatkan Tamlin? Kutukan apa sebenarnya yang menimpa Tamlin dan seluruh Prythian?

---

Secara garis besar, alur novel ini memang mirip banget sama Beauty and The Beast. Tapi ketika membacanya, tentu saja banyak hal-hal berbeda yang jauh lebih keren. Memang di awal-awalnya alur terasa lambat, lebih banyak narasi, ceritanya juga seperti kisah dongeng bahagia.

Feyre dan Tamlin masih dalam masa-masa pengenalan. Konflik utamanya justru hadir saat novel sudah hampir ¾ bagian. Memang menyenangkan membaca kisah Tamlin-Feyre yang bahagia (fyi, novel ini 17+) tapi aku lebih suka membaca petualangan Feyre ketika kembali lagi ke Phrytian, menemui musuh sebenarnya.

Terjehamannya apik sekali, cuma aku masih menemukan dua salah ketik, tapi nggak masalah. Gaya bahasanya enak dan mudah dimengerti.

Konflik utama sangat luar biasa keren! Tantangan-tantangan Feyre yang mustahil itu diolah dengan hebat, bikin ikut degdegan dan tegang. Entah berapa kali sudah aku mengumpat karena kisah ini. Belum lagi ada Rhysand yang menambah rumit kisah Feyre dan Tamlin.

Novel ini memakai sudut pandang orang pertama yaitu Feyre, aku suka karakternya meskipun dia itu terlalu nekat menurutku, nekat yang bodoh. Tapi kalau nggak nekat, ceritanya nggak seru. Tamlin memang menjadi tokoh utama pria di novel ini, sosok peri agung yang kuat namun kaku di depan Feyre, siapa pun yang membaca perlakuan Tamlin kepada Feyre pasti bakalan ikut baper :p

Sayangnya aku merasakan dua orang itu justru kurang istimewa, justru aku lebih suka Rhysand setelah dia muncul di bab-bab akhir. Rhysand adalah peri agung Negeri Malam, sosoknya lebih karismatik daripada Tamlin menurutku. Di sini juga ada tokoh Lucien, penasihat pribadi Tamlin yang mempunyai masa lalu kelam. Lucien lebih luwes bergaul dengan Feyre ketimbang Tamlin yang kaku.
¾ awal novel memang terasa kurang seru karena baru permulaan tapi serius menuju ending novel ini sangat seru. Meskipun rasanya jadi agak terburu-buru tapi tetap esensinya terasa.

Aku memang kesulitan mengulas novel yang aku suka, dan A Court of Thorns and Roses ini adalah novel yang sangat aku sukai. Petualangannya yang menegangkan dan endingnya yang ciamik bikin aku memutuskan bahwa ini adalah series yang aku tunggu-tunggu kelanjutan terjemahannya. Meskipun aku dengar-dengar, novel ini versi terjemahannya ada yang di-cut karena terlalu dewasa(?) sayang sekali. Padahal rate-nya udah 17+ tapi tetap ada bagian yang dipotong:(

Bagaimanapun, aku tetap kasih 5/5 bintang untuk ACOTAR! Karena ACOTAR sukses bikin book hangover terutama karena Rhysand ;(

My fav qoutes:
“Aku ingin kau ada di sini, di tempat aku bisa menjagamu–tempat di mana aku bisa pulag dan tahu kau ada di sini, melukis dalam keadaan aman.” – Tamlin (hlm 294)
“Akal sehatmu adalah musuh terbesarmu; akan menunggu untuk mengkhianatimu.” – Alis (hlm 409)
“Bagus. Tatap dia dengan pandangan meremehkan. Jangan menangis–menangislah kalau kau sudah kembali ke sel.” – Rhysand (hlm 513)


Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)