Rabu, 08 Agustus 2018

[RESENSI] Mamimoma by Rosemary Kesauly



Judul: Mamimoma
Penulis: Rosemary Kesauly
Desain Sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (cetakan ketiga Juli 2018)
Jumlah halaman: 240 hlm
ISBN: 9786020387437

Blurb:
Empat cewek yang sama-sama sekolah di SMA Benedict I ini sekilas kelihatan bahagia, padahal mereka masing-masing menyimpan masalah.

Maggie anak orang kaya. Meski punya segalanya, dia benciiiii banget punya rambut keriting kaku yang nggak pernah bisa “jinak”. Dia jadi terobsesi menjadi cantik seperti cewek-cewek di majalah, sampai-sampai rela nyobain segala bentuk produk kecantikan.

Milly paling cantik di antara semuanya, tapi dia pincang. Hampir semua orang menatapnya dengan sorot mata mengejek. Tambahan lagi, dia hanya tinggal berdua sama kakeknya yang protektif banget. Jangan harap dia bisa jalan-jalan ke mal atau nongkrong bareng teman-temannya.

Molly cuek dan omongannya sering ketus. Lewat sifat kerasnya, Molly selalu berhasil menyembunyikan kesedihan karena punya mama yang hobi mabuk dan sering pulang pagi. Belakangan dia mulai ragu, apa benar mamanya pelacur seperti gosip miring para tetangga?

May gampang bosan dan seleranya suka berubah-ubah kalau naksir cowok. Hal itu bikin teman-temannya sering geregetan. Sekarang dia malah naksir Oscar, padahal kan Oscar playboy dan hobi nge-drugs.

Setelah saling mengenal lebih dalam, bisa nggak ya persahabatan mereka bertahan?

----

Kedua kalinya baca novel ini setelah bertahun-tahun, aku bener-bener lupa cerita dan alurnya dan sekarang baca lagi tuh nostalgia banget.

Dilihat dari blurb, kita pasti udah tau kalau novel ini bercerita tentang persahabatan. Memakai sudut pandang orang ketiga, isi bab-bab ini bergantian antara Maggie, Milly, Molly dan May. Hanya saja aku merasa porsi Maggie agak kurang di sini. Sebenarnya yang benar-benar mengalami hal-hal rumit hanya Milly, Molly dan May. Ide tentang rambut Maggie hanya hal umum yang hanya seperti pemanis saja, selebihnya Maggie biasa saja.

Alurnya dibuat maju dengan konflik keseharian mereka, lebih banyak tentang mencari jati diri, dan juga ada konflik tentang orangtua mereka. Meskipun bisa dibilang konflik yang dimuat cukup berat, namun Rosemary Kesauly meramunya dengan sederhana dan penyelesaian yang sederhana pula. Nggak banyak drama dan mengalir saja.

Menurutku, yang membuat novel ini unik adalah dengan kepribadian keempat tokoh utamanya. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang menonjol. Maggie yang hidupnya sempurna namun rambut yang keriting menyulitkannya. Milly cantik tapi pincang. Molly tegas tapi ketus. Sementara May sosok cewek imut oriental yang plin-plan. Mereka bagai kombinasi sempurna yang saling melengkapi.

Meskipun mereka kadang kala berkonflik satu sama lain, tetapi mereka bisa menemukan cara untuk kembali bersama, terutama karena Milly jauh lebih dewasa dan berpikiran terbuka untuk menuntun teman-temannya yang lain.

“Kalau rasa yang kita tulus, kita nggak akan memilih siapa yang kita sayang. Apakah teman kita pincang atau keriting atau punya keluarga nggak jelas atau butuh waktu satu jam untuk memesan makanan, kita nggak peduli, karena kita sayang, karena siapa pun mereka, mereka tetap sahabat kita.” – Milly (hlm 127)
Ada pula sisi romansa yang diceritakan dan aku cukup suka dengan sosok Christopher Ray. Juga tokoh-tokoh pembantu lainnya seperti Astrid, kakak May. X-Ray kurang lebih menyatakan kalau zaman sekarang jarang menemukan persahabatan tulus, remaja cenderung memaksakan diri menjadi seperti orang lain hanya demi sebuah pertemanan. Menurutku ini sangat relate dengan pertemanan sekarang ini.

“Lagian, kamu nggak tahu betapa susahnya mencari teman di sini. Kita harus ‘sama’ dengan yang lain kalau nggak mau dikucilkan, dianggap nggak cool, dicap pengecut.” – X-Ray (hlm 165)
Gaya bahasa yang dipakai khas anak muda dan santai. Narasinya nggak memakai kata-kata baku, misalnya di novel ini narasinya memakai kata ‘nggak’ bukannya ‘tidak’, terus ada kata banget dan agak heboh dengan seruan yang panjang kayak: “MAMAAAA!!” pokoknya santai banget deh jadi nggak cepet bosan atau terlalu kaku. Aku rekomen novel ini bagi yang baru mulai suka baca buku. Novel ini asik banget dari segi gaya bahasa.

Karakter favoritku di sini adalah Molly. Entah mungkin karena dia relate sama aku kali ya, cuek dan ketus. Hehe.

“Kamu bakal selalu kaget dan kecewa kalau menilai orang dari penampilan.” – Molly (hlm 168)
“Aku ya aku. Kalau kamu nggak paham, ya itu masalahmu.” – Molly (hlm 171)
Aku sebenarnya merasa novel ini terlalu ringan padahal masih banyak yang bisa digali dan dibuat konflik lain seperti halnya masalah keluarga Milly yang sama sekali nggak muncul, tapi karena genrenya teenlit jadi sepertinya lebih pas begini.

Tapi... gereget aja gitu :D belum lagi soal Maggie dan Milly yang ikut lomba yang sama, aku kira bakal ada semacam ribut-ribut kecil yang biasa terjadi antar sahabat, tapi ternyata nggak, dan memang sikap dewasa Milly perlu dicontoh untuk menghindari konflik antar sahabat :D

“Asam klorida biasanya lebih memiliki efek merusak pada wadah tempat ia disimpan daripada objek tempat ia dituang. Seperti itulah efek kebencian pada hati. Kebencian hanya akan lebih meyakiti dan merusak hati kita daripada orang yang kita benci.” – Milly (hlm 190)
Sedikit banyak, novel ini lebih memberitahu kepada pembaca tentang pencarian jati diri dan juga persahabatan. Seberat apa pun masalah yang kita hadapi, tentu dengan kehadiran sahabat dan upaya saling pengertian akan mengurangi beban itu sendiri. Nggak perlu takut merasa sendirian, karena Mamimoma memberitahu bahwa sahabat akan selalu ada, akan selalu menerima apa adanya.
Berbagai konflik yang diusung juga sangat relate dengan kehidupan sehari-hari dan memberikan makna yang kuat bagi remaja-remaja zaman sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)