Judul: Mamimoma
Penulis: Rosemary Kesauly
Desain Sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (cetakan ketiga Juli 2018)
Jumlah halaman: 240 hlm
ISBN: 9786020387437
Blurb:
Empat cewek yang sama-sama sekolah di SMA Benedict I ini
sekilas kelihatan bahagia, padahal mereka masing-masing menyimpan masalah.
Maggie anak orang kaya. Meski punya segalanya, dia benciiiii
banget punya rambut keriting kaku yang nggak pernah bisa “jinak”. Dia jadi
terobsesi menjadi cantik seperti cewek-cewek di majalah, sampai-sampai rela
nyobain segala bentuk produk kecantikan.
Milly paling cantik di antara semuanya, tapi dia pincang. Hampir
semua orang menatapnya dengan sorot mata mengejek. Tambahan lagi, dia hanya
tinggal berdua sama kakeknya yang protektif banget. Jangan harap dia bisa
jalan-jalan ke mal atau nongkrong bareng teman-temannya.
Molly cuek dan omongannya sering ketus. Lewat sifat
kerasnya, Molly selalu berhasil menyembunyikan kesedihan karena punya mama yang
hobi mabuk dan sering pulang pagi. Belakangan dia mulai ragu, apa benar mamanya
pelacur seperti gosip miring para tetangga?
May gampang bosan dan seleranya suka berubah-ubah kalau
naksir cowok. Hal itu bikin teman-temannya sering geregetan. Sekarang dia malah
naksir Oscar, padahal kan Oscar playboy dan hobi nge-drugs.
Setelah saling mengenal lebih dalam, bisa nggak ya
persahabatan mereka bertahan?
----
Kedua kalinya baca novel ini setelah bertahun-tahun, aku
bener-bener lupa cerita dan alurnya dan sekarang baca lagi tuh nostalgia
banget.
Dilihat dari blurb, kita pasti udah tau kalau novel ini
bercerita tentang persahabatan. Memakai sudut pandang orang ketiga, isi bab-bab
ini bergantian antara Maggie, Milly, Molly dan May. Hanya saja aku merasa porsi
Maggie agak kurang di sini. Sebenarnya yang benar-benar mengalami hal-hal rumit
hanya Milly, Molly dan May. Ide tentang rambut Maggie hanya hal umum yang hanya
seperti pemanis saja, selebihnya Maggie biasa saja.
Alurnya dibuat maju dengan konflik keseharian mereka, lebih
banyak tentang mencari jati diri, dan juga ada konflik tentang orangtua mereka.
Meskipun bisa dibilang konflik yang dimuat cukup berat, namun Rosemary Kesauly
meramunya dengan sederhana dan penyelesaian yang sederhana pula. Nggak banyak
drama dan mengalir saja.
Menurutku, yang membuat novel ini unik adalah dengan
kepribadian keempat tokoh utamanya. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan yang menonjol. Maggie yang hidupnya sempurna namun rambut yang
keriting menyulitkannya. Milly cantik tapi pincang. Molly tegas tapi ketus. Sementara
May sosok cewek imut oriental yang plin-plan. Mereka bagai kombinasi sempurna
yang saling melengkapi.
Meskipun mereka kadang kala berkonflik satu sama lain,
tetapi mereka bisa menemukan cara untuk kembali bersama, terutama karena Milly
jauh lebih dewasa dan berpikiran terbuka untuk menuntun teman-temannya yang
lain.
“Kalau rasa yang kita tulus, kita nggak akan memilih siapa yang kita sayang. Apakah teman kita pincang atau keriting atau punya keluarga nggak jelas atau butuh waktu satu jam untuk memesan makanan, kita nggak peduli, karena kita sayang, karena siapa pun mereka, mereka tetap sahabat kita.” – Milly (hlm 127)
Ada pula sisi romansa yang diceritakan dan aku cukup suka
dengan sosok Christopher Ray. Juga tokoh-tokoh pembantu lainnya seperti Astrid,
kakak May. X-Ray kurang lebih menyatakan kalau zaman sekarang jarang menemukan
persahabatan tulus, remaja cenderung memaksakan diri menjadi seperti orang lain
hanya demi sebuah pertemanan. Menurutku ini sangat relate dengan pertemanan sekarang ini.
“Lagian, kamu nggak tahu betapa susahnya mencari teman di sini. Kita harus ‘sama’ dengan yang lain kalau nggak mau dikucilkan, dianggap nggak cool, dicap pengecut.” – X-Ray (hlm 165)
Gaya bahasa yang dipakai khas anak muda dan santai. Narasinya
nggak memakai kata-kata baku, misalnya di novel ini narasinya memakai kata ‘nggak’
bukannya ‘tidak’, terus ada kata banget dan agak heboh dengan seruan yang
panjang kayak: “MAMAAAA!!” pokoknya santai banget deh jadi nggak cepet bosan
atau terlalu kaku. Aku rekomen novel ini bagi yang baru mulai suka baca buku. Novel
ini asik banget dari segi gaya bahasa.
Karakter favoritku di sini adalah Molly. Entah mungkin
karena dia relate sama aku kali ya, cuek dan ketus. Hehe.
“Kamu bakal selalu kaget dan kecewa kalau menilai orang dari penampilan.” – Molly (hlm 168)
“Aku ya aku. Kalau kamu nggak paham, ya itu masalahmu.” – Molly (hlm 171)
Aku sebenarnya merasa novel ini terlalu ringan padahal masih
banyak yang bisa digali dan dibuat konflik lain seperti halnya masalah keluarga
Milly yang sama sekali nggak muncul, tapi karena genrenya teenlit jadi
sepertinya lebih pas begini.
Tapi... gereget aja gitu :D belum lagi soal Maggie dan Milly
yang ikut lomba yang sama, aku kira bakal ada semacam ribut-ribut kecil yang
biasa terjadi antar sahabat, tapi ternyata nggak, dan memang sikap dewasa Milly
perlu dicontoh untuk menghindari konflik antar sahabat :D
“Asam klorida biasanya lebih memiliki efek merusak pada wadah tempat ia disimpan daripada objek tempat ia dituang. Seperti itulah efek kebencian pada hati. Kebencian hanya akan lebih meyakiti dan merusak hati kita daripada orang yang kita benci.” – Milly (hlm 190)
Sedikit banyak, novel ini lebih memberitahu kepada pembaca
tentang pencarian jati diri dan juga persahabatan. Seberat apa pun masalah yang
kita hadapi, tentu dengan kehadiran sahabat dan upaya saling pengertian akan
mengurangi beban itu sendiri. Nggak perlu takut merasa sendirian, karena
Mamimoma memberitahu bahwa sahabat akan selalu ada, akan selalu menerima apa
adanya.
Berbagai konflik yang diusung juga sangat relate dengan
kehidupan sehari-hari dan memberikan makna yang kuat bagi remaja-remaja zaman
sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar