Selasa, 07 Agustus 2018

[RESENSI] A Court of Thorns and Roses by Sarah J. Maas


Judul: A Court of Thorns and Roses
Penulis: Sarah J. Maas
Pengalih bahasa: Kartika Sofyan
Penyunting: Shara Yosevina
Penata Letak: Andi Isa dan Astrid Arastazia
Desainer; Dea Elysia Kristianto
Penerbit: Bhuana Sastra – Imprint Penerbit Bhuana Ilmu Populer (2018)
Jumlah halaman; 587 hlm
ISBN: 987-602-455-284-8

Blurb:

Ketika Feyre –seorang perempuan pemburu– membunuh serigala di hutan, makhluk serupa binatang buas datang mencarinya untuk menuntut pembalasan. Feyre disandera di tanah magis berbahaya yang hanya penah didengarnya dari legenda. Dia pun mengetahui bahwa makhluk itu bukanlah seekor hewan, melainkan Tamlin, peri agung abadi yang pernah menguasai dunia fana.

Perasaannya terhadap Tamlin berubah dari permusuhan dingin menjadi api yang membakar setiap cerita menyeramkan yang pernah didengarnya tentang dunia peri. Namun, kesuraman semakin menaungi dunia itu, dan Feyre harus bisa menghentikannya... atau malapetaka akan menimpa Tamlin dan dunianya selama-lamanya.

------

Pasti udah pada tau kan kisah dongeng Beauty and The Beast? Nah inilah wujud novel retelling dari Beauty and The Beast.

Kisahnya tentang Feyre yang dipaksa tinggal di rumah mewah milik Tamlin, peri agung yang terkena kutukan. Tamlin memakai topeng yang melekat di wajahnya. Bukannya diperbudak atau apa, Feyre dipersilakan hidup dengan nyaman di rumah itu, di Negeri Musim Semi, dan tidak boleh pulang selamanya.

Feyre membenci Tamlin pada awalnya, dia membenci peri. Tapi lambat laun kedekatan keduanya menimbulkan benih-benih cinta. Saat Feyre sudah yakin dengan perasaannya, Tamlin justru menyuruhnya pulang. Dunia peri (Prythian) sedang tidak aman, bahkan Tamlin tidak bisa melindungi Feyre lagi.

Ketika kembali ke rumahnya, Feyre mendapati pentunjuk bahwa di Prythian sekarang sedang kacau balau, dan mungkin Tamlin sekarang sedang dalam bahaya.

Feyre kembali ke Prythian. Untuk menyelamatkan Tamlin. Tantangan demi tantangan dilaluinya. Bisakah Feyre menyelamatkan Tamlin? Kutukan apa sebenarnya yang menimpa Tamlin dan seluruh Prythian?

---

Secara garis besar, alur novel ini memang mirip banget sama Beauty and The Beast. Tapi ketika membacanya, tentu saja banyak hal-hal berbeda yang jauh lebih keren. Memang di awal-awalnya alur terasa lambat, lebih banyak narasi, ceritanya juga seperti kisah dongeng bahagia.

Feyre dan Tamlin masih dalam masa-masa pengenalan. Konflik utamanya justru hadir saat novel sudah hampir ¾ bagian. Memang menyenangkan membaca kisah Tamlin-Feyre yang bahagia (fyi, novel ini 17+) tapi aku lebih suka membaca petualangan Feyre ketika kembali lagi ke Phrytian, menemui musuh sebenarnya.

Terjehamannya apik sekali, cuma aku masih menemukan dua salah ketik, tapi nggak masalah. Gaya bahasanya enak dan mudah dimengerti.

Konflik utama sangat luar biasa keren! Tantangan-tantangan Feyre yang mustahil itu diolah dengan hebat, bikin ikut degdegan dan tegang. Entah berapa kali sudah aku mengumpat karena kisah ini. Belum lagi ada Rhysand yang menambah rumit kisah Feyre dan Tamlin.

Novel ini memakai sudut pandang orang pertama yaitu Feyre, aku suka karakternya meskipun dia itu terlalu nekat menurutku, nekat yang bodoh. Tapi kalau nggak nekat, ceritanya nggak seru. Tamlin memang menjadi tokoh utama pria di novel ini, sosok peri agung yang kuat namun kaku di depan Feyre, siapa pun yang membaca perlakuan Tamlin kepada Feyre pasti bakalan ikut baper :p

Sayangnya aku merasakan dua orang itu justru kurang istimewa, justru aku lebih suka Rhysand setelah dia muncul di bab-bab akhir. Rhysand adalah peri agung Negeri Malam, sosoknya lebih karismatik daripada Tamlin menurutku. Di sini juga ada tokoh Lucien, penasihat pribadi Tamlin yang mempunyai masa lalu kelam. Lucien lebih luwes bergaul dengan Feyre ketimbang Tamlin yang kaku.
¾ awal novel memang terasa kurang seru karena baru permulaan tapi serius menuju ending novel ini sangat seru. Meskipun rasanya jadi agak terburu-buru tapi tetap esensinya terasa.

Aku memang kesulitan mengulas novel yang aku suka, dan A Court of Thorns and Roses ini adalah novel yang sangat aku sukai. Petualangannya yang menegangkan dan endingnya yang ciamik bikin aku memutuskan bahwa ini adalah series yang aku tunggu-tunggu kelanjutan terjemahannya. Meskipun aku dengar-dengar, novel ini versi terjemahannya ada yang di-cut karena terlalu dewasa(?) sayang sekali. Padahal rate-nya udah 17+ tapi tetap ada bagian yang dipotong:(

Bagaimanapun, aku tetap kasih 5/5 bintang untuk ACOTAR! Karena ACOTAR sukses bikin book hangover terutama karena Rhysand ;(

My fav qoutes:
“Aku ingin kau ada di sini, di tempat aku bisa menjagamu–tempat di mana aku bisa pulag dan tahu kau ada di sini, melukis dalam keadaan aman.” – Tamlin (hlm 294)
“Akal sehatmu adalah musuh terbesarmu; akan menunggu untuk mengkhianatimu.” – Alis (hlm 409)
“Bagus. Tatap dia dengan pandangan meremehkan. Jangan menangis–menangislah kalau kau sudah kembali ke sel.” – Rhysand (hlm 513)


8 komentar:

  1. wow, buku ini udah ada di lemariku selama 2 bulan lebih dan belum tersentuh. Oke, setelah baca review kamu, mari kita buka plastiknya dan mulai dari halaman pertama, huhuyyyy

    BalasHapus
  2. Aku udah beli, tapi sengaja belum mau baca tunggu sampe sekuel ke-4 udh d terjemahin. Mengurangi cerita ngak pas bagian cut?

    Karna rata2 biasa nya adegan2 kayak gitu nunjukkan emosi dari tokoh2.

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku nggak tau pasti sih soalnya ngga baca yang engvernya wkwk tapi kata tmn aku yang baca kedua versinya, yg dipotong itu bagian vulgarnya aja sih...katanya..
      jadi menurutku sih ngga mengurangi cerita, tetep okelah :D

      Hapus
  3. maaf kak kalo boleh tau, bagian dewasa yg dicut halaman ke berapa ya? soalnya aku mau otw baca yg series ke dua

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai! aku sendiri nggak baca english version ACOTAR jadi aku nggak bisa jawab bagian yang dicut itu yang mana aja, karena aku juga cuma denger2 dari booklovers lain :(

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)