source: goodreads |
Judul: Perempuan
yang Menangis Kepada Bulan Hitam
Penulis: Dian
Purnomo
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama (2020)
Jumlah halaman:
320 hlm.
Baca via:
Gramedia Digital
Novel ini adalah
salah satu novel yang sering banget aku liat seliweran di timeline Twitter-ku, khususnya
di salah satu base buku yang paling terkenal. Nggak usah sebut merk lah ya
haha.
Terus aku mulai
cari tau deh, ini novel tentang apa, kenapa sampai direkomendasi sekenceng itu,
bahkan cap trigger warning di cover
buku ini bikin aku tertantang untuk baca which
was so stupid of me lol. Juga karena antrean di iPusnas yang sampai
ribuan.. gila sih. I wanted to read this
book so bad!
Singkat cerita,
akhirnya aku baca deh. Di bab pertama, bahkan halaman pertama, aku udah
disuguhin kata-kata mencurangi kematian dan aksi bunuh diri. Waktu baca ini,
bagiku ini bukan salah satu trigger warning yang bikin aku mundur, justru makin
gaskeun haha.
Perempuan yang
Menangis Kepada Bulan Hitam berkisah tentang seorang gadis Sumba bernama Magi
Diela, sarjana pertanian, gadis kuat yang bercita-cita ingin membawa tanah
Sumba menjadi lebih baik lagi.
Celakanya, salah
satu budaya adat Sumba bernama membawa kabar buruk untuk cita-cita Magi.
Tradisi itu adalah tradisi untuk menculik seorang gadis ke rumah laki-laki
untuk dinikahi. Nantinya, pihak laki-laki akan mengunjungi rumah si perempuan
untuk melamarnya, gitulah kira-kira. Biar direstui.
Tapi itu cuma berlaku
untuk zaman dulu, sebelum ada HAM kali ya. Sekarang, seharusnya tradisi itu
harus dilakukan dengan perjanjian dulu sebelumnya, memang ada rencana
pernikahan di antara kedua belah pihak, dan tradisi ini hanya sebagai jalan
untuk mempermudah prosesnya. Pls cmiiw
because that is what I learned from the book.
Magi Diela
diculik oleh lelaki mata keranjang yang jahat bernama Leba Ali. Dipaksa menikah
oleh Ama Bobo (ayahnya) karena menganggap peristiwa penculikan selama dua hari
itu sebagai aib Magi dan keluarga mereka. Bagi Ama Bobo, nggak akan ada yang
mau lagi menikahi Magi karena peristiwa itu.
Tapi Magi sebagai
perempuan yang tangguh, terutama karena dia berpendidikan, nggak mungkin diam
saja pasrah menerima ketidakadilan dan pemaksaan ini. Dari sinilah cerita itu
dimulai, cerita Magi untuk menjaga harga dirinya, martabatnya, mendapatkan hak
kebebasannya, dan memperjuangan setiap hak perempuan lain yang mungkin
mengalami hal yang sama dengannya akibat tradisi ini.
Cukup segitu
cerita garis besarnya, nanti spoiler. Fyi,
karena ini menyangkut tradisi, budaya salah satu daerah di Indonesia, bahkan
isu sosial kayak HAM; pelecehan, pemerkosaan, kekerasan dll pokoknya yang
berat-berat deh, makanya aku nggak bisa bikin proper review kali ya. Soalnya aku takut salah haha.
But here are my thoughts about this book:
Aku sempet mau
DNF pas baca flashback penculikan
Magi selama dua hari di rumah Leba Ali. Di situ ternyata barulah trigger
warning-nya berfungsi di otakku T_T ngeri banget dan aku nggak terlalu suka
konten eksplisit, apalagi ini konteksnya penculikan.
Tapi aku tetap
mutusin untuk baca, aku pengen tau gimana perjuangan Magi, gimana akhir
ceritanya, gimana agar tradisi itu jadi tradisi yang sebaiknya nggak lagi
dipertahankan di Sumba.
Selama baca ini,
ke tengah-tengah cerita, aku mulai nyaman karena nggak ada lagi konten
eksplisit. Cerita ini mulai lebih fokus ke masalah keluarga, Ama Bobo yang
masih ngotot ingin Magi tetap melanjutkan pernikahan sementara Magi teguh juga
dia mau mempertahankan martabatnya terlebih karena Leba Ali itu orang jahat.
Super jahat.
Dan jujur kalau
ada di posisi Magi, bener-bener dia serba salah. Banyak hal yang dia korbankan
demi menegakkan keadilan. Perasaannya, keluarganya, cita-citanya, harga dirinya.
Kayak.. dahlah mau nggak mau memang harus berkorban sampe Magi nggak punya apa
pun yang tersisa T_T
Cerita ini cukup
menyiksaku karena ternyata, hidup ini seberat itu ya. Meskipun beban dan
masalah semua orang itu berbeda-beda, tapi rasa sakitnya tetep ada, tetep sama
beratnya, sama sakitnya. Jujur aku nangis di beberapa bagian pas baca buku ini.
Makin ke belakang makin ngeri sendiri, takut, deg-degan, ini Magi gimana?? Magi
mau ngapain?? AAAAA..
Lalu di
seperempat terakhir, aku kembali ke-triggered karena nggak nyaman sama konten
eksplisit yang kembali hadir. Pengen rasanya skip saking mualnya. Tapi ya gimana, udah tanggung juga. Jadi aku
cepet-cepet aja bacanya biar ga kebayang-bayang.
Tapi ternyata
hasilnya...jeng jeng. Baca sendiri aja deh biar seru.
Overall, novel ini mengandung banyak hal yang bisa aku pelajari. Mulai dari adat
istiadat, tradisi, budaya di Sumba, termasuk bahasanya. Di sini, percakapannya
menggunakan bahasa Sumba, maaf nggak tau apa nama bahasanya kalau emang ada,
yang mana aku awalnya bingung bacanya gimana, ada kata yang sama kayak bahasa
Indo tapi disingkat gitu. Tapi lama-lama aku ngerti dan aku seneng bacanya^^
lebih berwarna aja gitu dibanding baca dialog yang bahasa Indonesia informal.
Penceritaan semua
karakternya kuat dan khas banget, aku seperti di bawa langsung ke Sumba untuk
mengikuti kisahnya. Bahkan aku sampe bulak-balik Gmaps buat liat perjalanan
Magi biar lebih nyata haha terniat.
Dan aku sangat
amat puas banget dengan endingnya!! Rasanya satisfying
banget tau gimana kondisi si itu sekarang haha.
Selain belajar
budaya Sumba, aku juga belajar untuk menjadi tangguh, cerdas, dan tetap berhati
lembut serta patuh kepada orangtua/leluhur seperti Magi Diela. Ya, cuma belajar
aja, praktiknya kapan-kapan haha. Kadang mikir aku gereget banget sama Magi
yang...SEBAIK itu. Kok bisaaaa?
Karena sejujurnya
aku nggak mungkin bisa sebaik Magi. Ya Tuhan, aku itu anak bandel dan rebel.
Bukannya nurut demi kemauan/menyenangkan ortu, mungkin aku bakal ngamuk HEHE. Instead of nurutin keinginan ortu yang
aku nggak mau, aku mungkin bakal bujuk ortu untuk berubah pikiran hm hm. Mamaku
gampang diomongin untungnya.
So, aku bener-bener nggak tau harus ngasih bintang berapa untuk novel ini.
Novel ini bukan untuk mencari hiburan, apalagi dinikmati ceritanya. Karena
terlalu suram, pedih, dan menyakitkan pokoknya. Dan aku nggak menikmati novel
ini sedikitpun (karena temanya) tapi penulisan novel ini bagus dan sangat
disayangkan untuk dilewati pokoknya. Highly
recommended but beware of the trigger warning(s)!
Nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya beneran berharga. Values
inilah yang bikin aku ngasih 5¶ untuk Perempuan yang Menangis Kepada
Bulan Hitam, perempuan-perempuan yang lagi berjuang, perempuan-perempuan Sumba,
perempuan-perempuan Indonesia, dan seluruh perempuan di dunia. We are the strongest human being that ever
existed!