Sabtu, 29 Juni 2019

[RESENSI] Mawar Merah: Mosaik by Luna Torashyngu (Mawar Merah #1)

source: Gramedia Digital




Judul: Mawar Merah: Mosaik
Penulis: Luna Torashyngu
Cover: Yutisea
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 304 hlm.
Cetakan kedua: Maret 2010
ISBN: 978-979-22-4413
Baca via: Gramedia Digital

Penasaran sama novel ini setelah liat postingan GPU yang mau cetak ulang novel ini. Semuanya ada 4 buku (tapi gatau kalau nambah) ehe. Kenapa aku kepo? Karena blurbnya :)

Pernah sekali aku baca karya Luna Torashyngu itu yang judulnya Victory. Novel remaja agak-agak drama gitu, aku baca waktu SMP dan lumayan suka sama ceritanya. Nah sekarang nemu novel Luna yang blurbnya lebih menantang dari sekadar novel remaja biasa.

Kira-kira ceritanya kayak gini: Riva adalah seorang cewek periang yang berkuliah di Bandung, tiba-tiba aja dia penasaran sama sosok Elsa, teman seangkatannya yang pendiem banget. Riva jadi pengen kenal lebih deket sama Elsa. Bukan cuma Riva, tetapi ternyata cowok yang udah lama Riva taksir, Arga, juga penasaran sama sosok Elsa ini. Lalu tiba-tiba muncul Saka, sepupu Riva yang bekerja sebagai interpol, dia bilang ke Riva kalau sebenernya Elsa ini adalah buronan seluruh dunia karena dia adalah seorang pembunuh bayaran berkedok Mawar Merah aka double M.

Nah, sebenernya aku juga kurang paham ini cerita jadinya tentang Riva atau tentang Elsa? Dan setelah baca, part Elsa di sini lebih banyak.

Kita pertama mulai dari tema: oke ini temanya kece banget sumpah!! Pembunuh bayaran? Buronan FBI? Bener-bener poin yang aku suka, ditambah novel ini novel lokal, aku jadi makin kepo ceritanya bakal gimana. Penasaran alurnya. Sejujurnya, premis cerita ini sungguh menarik, tapi isinya...meh. Sorry to say.

Narasi/gaya bahasa: narasinya ngalir dan enak banget, aku baca ini cuma sehari aja. Jujur cocok banget buat dibaca para remaja, dan tentunya biar para remaja tuh nggak melulu baca cinta-cintaan, kali kali baca yang konfliknya agak berat kayak gini kan bagus.

Alur: alurnya menarik beneran dah!! Mulai dari kemunculan sosok Rachel, seseorang yang koma di rumah sakit, double M yang aksinya keren, penculikan presiden Amerika(!!!), perburuan musuh demi balas dendam, ada romance-nya juga(!!), persahabatan, wuih komplit sumpah!

Tapi, ibarat kaleng khong guan yang isinya rengginang, novel ini membuatku tertipu. Tampaknya memang seru, dikemas dengan baik, tetapi waktu aku baca isinya, astaga, plot hole di mana-mana.....lebih ke out of logic sih menurutku, gak masuk akal, di luar nalar!! Dan ini yang bikin aku kesel banget waktu baca buku ini. Dan ini banyakkkk banget!

Seharusnya aku udah bisa nebak sih isinya bakal kayak gimana, mungkin penulis ingin membuat ide cerita yang berbobot tetapi juga sesuai dengan porsi remaja yang mungkin penulis anggap nggak mau repot-repot mikir. But i am a teenage too (lol), and this book is completely zonk for me.

Awal-awalnya aku merasa bosan karena aksi yang muncul gitu doang, gak ada keren-kerennya, malah ada satu scene yang bikin aku heran (out of logic ke1), tapi aku masih kepo mau dibawa kemana ceritanya. Lalu aku maksain lanjut, makin ke belakang lumayan aku lancar bacanya karena gaya bahasanya asik, ditambah, aku mulai ngakak sama ketidakmasukakalan yang bertebaran di mana-mana.

Dari mulai double M baru ngebunuh orang, turun gedung disaksiin banyak orang, trus dia ngelepas baju samarannya, dan melenggang pergi gitu aja. Aku juga terganggu sama Rachel yang pake kata ganti dirinya sendiri pake namanya sendiri. Contoh: Rachel tau Rachel salah Ma, Rachel nggak seharusnya melakukan hal yang Rachel lakukan sekarang, rachel...........rachel...rachel. Hadeh.

Hal lain yang bikin ngeselin tapi ngakak: kabur dari RS saat RS itu dikelilingi FBI. Apa segitu ngga gunanya FBI... Nyulik Presiden Amerika dari lantai 40 hotel yang dijaga ketat dan digotong entah kemana(?), tahanan yang kabur dari penjara pake pemeran pengganti, tapi sirinenya langsung bunyi :v,  romance-nya bikin enek (tapi mungkin tahun 2009an jenis ini masih disukai~), plot hole; DNA dikirim ke markas di Perancis, tapi hasil akhirnya cuma Saka dan rekannya yang tau :v, oke kayaknya segitu aja, sebenernya masih banyak tapi kalau ditulis semua takutnya malah jadi spoiler besar-besaran :v

Tapiii satu lagi yang bikin paling gemes: double M bisa pura-pura mati suri, bikin seluruh organnya gak berfungsi selama beberapa menit. And i was like....wtf. Part inilah yang paling bikin aku pengen ngamuk!

Nah, setelah selesai baca buku ini, aku mikir, mungkin emang penulisnya nggak mau repot-repot riset atau bikin narasi yang masuk akal buat setiap tindakan si double M. Tau-tau jadi aja, gak dijelasin gimana prosesnya. Kek sulap aj. Dan aku cukup kecewa sama buku ini. Seandainya buku ini dibuat lebih serius lagi, narasi yang bagus dan cerdas buat double M, kayaknya buku ini bakal jadi series favorit deh.

Nah  udah segitu aja, aku nggak mau dianggap ngejelekkin(?) mungkin novel ini memang bukan my cup of tea. Aku butuh alasan logis dari setiap motif. Buat kamu-kamu yang nggak terlalu pusingin soal out-of-logic, novel ini punya alur yang menarik loh! Daripada baca romens-romens gaje mending coba novel ini!

I almost gave this book 3 stars bcs i thought there was a plot-twist in the end, but there was no plot-twist. So i gave only 2 stars.

Kamis, 13 Juni 2019

[RESENSI] One of Us Is Lying by Karen M. McManus







source: goodreads

Judul: One of Us Is Lying (Satu Pembohong)
Penulis: Karen M. McManus
Penerjemah: Angelic Zaizai
Penyunting: Mery Riansyah
Penyelaras Aksara: Midya N. Santi
Perancang Sampul: sofianiartworks@gmail.com
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 408 hlm
Baca via: Gramedia Digital (@gramediaebooks)

Blurb:

Senin sore, lima murid memasuki ruang detensi.

Bronwyn, si genius, nilai akademis sempurna dan tidak pernah melanggar peraturan.
Addy, si cewek populer, gambaran sempurna pemenang kontes kecantikan.
Nate, si bandel, dalam masa percobaan karena transaksi narkoba.
Cooper, si atlet, pelempar bola andalan tim bisbol dan pangeran di hati semua orang.
Dan Simon, si orang buangan, pencipta aplikasi gosip terdepan mengenai kehidupan Bayview High.

Namun, sebelum detensi berakhir, Simon tewas. Menurut para penyidik, kematiannya disengaja. Apalagi kemudian ditemukan draft artikel gosip terbaru untuk ditayangkan pada Selasa, sehari setelah kematian Simon. Gosip heboh tentang empat orang yang berada dalam ruangan detensi bersamanya.

Mereka berempat dicurigai, dan semuanya punya rahasia terpendam. Salah satu di antara mereka pasti ada yang berbohong.

-----

Alasan kenapa tertarik sama novel ini awalnya karena judul. Dari judul aja, novel ini udah keliatan penuh misteri dan teka-teki, dan pas baca blurbnya aku langsung mikir: omg i’d love this book!

Nyatanya, setelah diterbitkan versi Indonesianya, aku hanya mampu baca dua bab aja waktu itu, tapi sekarang aku udah baca ulang semuanya dan damn, i really loved this book.

Bercerita tentang Simon, cowok yang berusaha ‘terlihat’ di lingkungannya, dia membuat situs bernama About That, dan di sana dia memasang gosip tentang orang-orang di sekolahnya, Bayview High. Banyak yang benci pada Simon karena About That merusak kehidupan mereka.

Suatu hari Simon, Bronwyn, Addy, Cooper dan Nate dipanggil ke ruang detensi (kalau di Indo sih ruang BK kayaknya) karena ketauan bawa hp di tas. Mereka yakin mereka dijebak, hp itu bukan milik mereka.

Sebelum hukuman nulis essay 500 kata selesai, Simon meninggal karena meminum air di gelas ruang detensi yang ternyata mengandung minyak kacang yang menyebabkan dia alergi. EpiPen milik Simon tidak ada di tasnya, bahkan di UKS pun tidak ada.

Setelah kematian Simon, muncul sebuah tumblr yang dikirim ke ponsel warga Bayview High berisi pengumuman yang menyatakan bahwa pelaku pembunuh Simon adalah satu dari keempat orang yang didetensi bersamanya. Salah satu di antara mereka menuturkan narasi bohong.

---

Dimulai dari narasi, ada 4 narasi di novel ini: Bronwyn si cewek cerdas, Nate si berandal ganteng, Cooper si atlet baik hati dan Addy si cewek imut populer. Narasi mereka menuturkan kejadian apa yang terjadi pada mereka setelah dituduh membunuh Simon. Menurutku, gaya bahasa yang dipakainya cukup simpel dan memang menjelaskan tentang kondisi serta lingkungan anak SMA. 

Anehnya, aku cukup berat membaca narasinya, menurutku terjemahannya kurang halus.
Hal itu yang bikin aku males baca OoUIL, tetapi lama kelamaan, rasa penasaran itu balik lagi, akhirnya aku memaksakan lanjut baca, meskipun bosen setengah mati. Penyelidikan..masa lalu..rahasia..bla bla..perasaan tertekan..bla bla. Nggak ada rasa degdegan, bingung, merinding, tebak-tebakan wow, pokoknya clueless banget.

Tetapi aku suka settingnya, karena mencerminkan kehidupan remaja yang cukup real dan aku bisa dengan mudah membayangkannya. Alur yang dipakai maju, dengan penuh tebak-tebakan kecil doang rahasia yang nggak bikin kepo. B aja.

Sejujurnya, aku selalu terdistraksi sama karakter badboy, maka dari itu aku suka sama narasinya Nate, terutama karena dia jadi dekat lagi sama Bronwyn (teman masa kecilnya). Narasi Nate dan Bronwyn bikin aku betah bacanya meskipun sama aja pengennya cepet terungkap, gemes banget. 

Sementara narasi Addy terlalu lembek, sesuai karakternya yang cengeng barangkali. Kalau Cooper, well, aku memang nggak tertarik sama dia, meskipun diceritain dia itu atlet ganteng yang dipuja banyak orang, i had no feeling for him. Dia b aja. Dan setelah rahasianya terbongkar....aku makin b aja hahaha.

Ada romance nggak di novel ini?
Buat kalian yang sama kayak aku, selalu cari-cari sisi keromantisan di genre apa pun, tenang, one of us is lying ada romancenya! Ada dua pasangan di cerita ini dan favoritku itu relationship antara Nate dan Bronwyn XD

Setelah berbosan-bosan 300an halaman, novel ini baru seru di seratus halaman terakhir. Sumpah. Semuanya mulai dipertanyakan. Kayak..300an halaman sebelumnya tuh cuma basa basi ga jelas wkwk. Setelah lewat halaman 300, clue mulai bertebaran, rahasia mulai terungkap, banyak yang ganjil. Sampe aku mikir: ini yang aku butuhin, ini ekspektasiku soal buku ini!

Dan plot twistnya mantap! Aku nggak bisa berenti bengong selama dua menit XD apalagi ada kejadian yang bikin aku mulai merasa ‘konek’ sama feel novel ini. Pokoknya semua yang aku inginkan ada di 100 halaman terakhir. Sempet harap-harap cemas sama endingnya, yang bener-bener ngaduk emosi.

Well, aku tadinya cuma mau ngasih 3 bintang karena 300 hlm yang membosankan tapi karena ending dan plot di akhir, aku kasih 4 bintang. Bener-bener mind-blowing!! Aku rekomen buat kalian yang suka nebak-nebak cerita hahaha dan suka tema-tema detektif lumayan sih ini.

Sebelum mulai baca novel ini, aku udah nebak duluan siapa di antara mereka yang bohong. Pas lagi baca novel ini, dugaanku semakin kuat. Setelah baca novel ini: tebakanku ‘bener’ ;)

Udah baca one of us is lying? Tebakan kalian bener ga?
Belum baca one of us is lying? Coba tebak siapa yang bohong!

"Tapi aku tahu seperti apa rasanya sering mengucapkan suatu kebohongan kepada diri sendiri sehingga kebohongan itu menjadi kebenaran." - hlm 256

Senin, 26 November 2018

[RESENSI] The Last Star by Rick Yancey (The 5th Wave #3)



Judul: The Last Star
Penulis: Rick Yancey
Alih bahasa: Angelic Zaizai
Editor: Mery Riansyah
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017)
Jumlah halaman: 400 hlm.
ISBN: 9786020361208

Blurb:

Makhluk Lain itu musuh kita. Kitalah musuh kita.
Mereka ada di bawah ini, di atas sana, di mana-mana. Mereka menginginkan Bumi, mereka meginginkan kita menempatinya. Mereka datang untuk memusnahkan kita, mereka datang untuk menyelamatkan kita.

Namun di balik teka-teki ini ada satu kebenaran: Cassie dikhianati. Begitu juga Ringer. Zombie. Nugget. Dan 7.5 miliar manusia yang tadinya hidup di planet kita. Mula-mula dikhianati oleh Makhluk Lain, sekarang oleh sesamanya. Pada hari-hari terakhir, para penghuni Bumi yang tersisa harus memutuskan apa yang lebih penting: menyelamatkan diri sendiri...atau menyelamatkan apa yang menjadikan kita manusia.

----

Buku terakhir dan aku sama sekali nggak kehilangan semangat meski agak kecewa di buku kedua. Dan ya, aku menemukan kembali ‘nyawa’ seri ini di buku ketiga, hampir sama sesemangat aku ketika membaca buku pertama.

Bicara soal gaya bahasa, di buku ketiga ini masih sama, berat, tapi tidak terlalu banyak, soalnya bagian yang kusuka ada banyak di buku ini. Pov Cassie dan Pov Ben yang menyenangkan. Akhirnya aku bisa membedakan lagi mana Cassie dan mana Ringer.

Konflik dimulai ketika Razor, orang yang ditugaskan menjaga Ringer selama ‘perawatan’ di pangkalan baru menyuruh gadis itu kabur. Namun, Ringer melakukan yang sebaliknya. Dia bertahan. Karena dia berpikir akan bisa menyelesaikan Vosch jika dia menurut. Satu-satunya yang diinginkan Vosch, harus dibunuhnya, yaitu: Evan Walker.

Evan sendiri masih bersama Cassie, menyusun rencana. Lalu Ben, pergi menyusul Ringer yang dia kira sudah berada di utara bersama Teacup. Sayangnya, menuju utara bukan hal yang mudah. Ada dua peredam yang menanti Ben dan Dumbo dalam perjalanan.

Full action! Inilah yang buat aku makin semangat. Aku merasa setiap membuka halamannya, aku selalu merasa tertantang. Meskipun bagian Cassie terasa sedikit di bab-bab awal, aku sudah terhibur dengan petualangan Ben, yang bertemu lagi dengan Ringer yang sudah berbeda di utara.
Mereka semua, tanpa sadar, saling mengkhianati. Dan ketika mereka semua kembali berkumpul, aku sangat menikmati alur yang dibuat Rick Yancey. Seru, menegangkan dan keren!

Mungkin akan sulit menjelaskan secara panjang lebar, yang jelas, novel ini sangat memenuhi ekspektasiku. Tidak ada karakter yang sia-sia, semua tokoh ditempatkan dalam porsi yang pas dengan posisi yang baik.

Akhirnya setelah berbosan-bosan di Infinite Sea, Last Star menyajikan penutup yang mendebarkan. Aku suka cara penulis mendeskripsikan setiap aksi dan rencana-rencana di novel ini. Namun memang narasi masih mendominasi novel ini, dialognya sedikit :’)
Aku juga masih merasakan capek ketika membaca pov Ringer dan pov Ben (tapi Ben kebantu sama petualangannya yang seru XD )

Selain itu, ada hal-hal yang agak mengganjalku di novel ini. Yaitu penokohannya, aku merasa, mungkin karena terlalu banyak berganti pov dan porsi yang sama besar untuk tiap karakter, aku kurang menyatu dengan kemistri para tokoh. Aku merasa novel ini hanya fokus kepada konfliknya: menghancurkan Vosch. Sementara tokoh-tokohnya hanya seolah wayang yang tidak berpengaruh apa-apa buatku.

Overall, novel ini baguss. Serunya setara sama buku pertamanya. Aku suka semuanya, kecuali enedingnya HAHA. Yang jujur sampai saat ini aku masih nggak paham! Siapa pun yang udah baca novel ini dan mau sukarela berdiskusi, tolong komentar:’)

Satu hal yang aku kerasa banget dapetin sesuatu dari novel ini adalah bahwa aku sekaran trauma sama judul buku yang ada kata ‘star’nya HAHA. Kenapa? Silakan baca series The Young Elites-nya Marie Lu dan seri ini. Kalian akan paham :’)
“Bagi sebagian orang, kematian adalah bidan pembantu lahirnya keimanan. Bagi yang lain, kematian adalah algojo keimanan.” – hlm 17
“Aku tidak mau membuang-buang lebih banyak waktu untuk mencemaskan semua hal yang tak kuketahui.” – Ben (hlm 53)
“Mereka takkan berhenti sampai semua orang tewas. Tuhan membiarkan itu terjadi karena Tuhan ingin itu terjadi. Dan tak ada yang bisa melawan Tuhan. Dia kan Tuhan.” – hlm 78
“Hidup berarti mengambil risiko atas nyawamu, hatimu, segala-galanya. Kalau tidak, kau cuma mayat berjalan. Kau zombie.” – hlm 386


[RESENSI] The Infinite Sea by Rick Yancey (The 5th Wave #2)




Judul: The Infinite Sea
Penulis: Rick Yancey
Alih bahasa: Angelic Zaizai
Desain sampul: Marcel A.W
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2015)
Jumlah halaman: 400 hlm.
ISBN: 978-602-03-1799-1

Blurb:

Bagaimana cara melenyapkan miliaran manusia penghuni Bumi?
Lenyapkan sisi kemanusiaan mereka.

Nyaris mustahil rasanya selamat dari empat gelombang pertama. Tetapi Cassie Sullivan berhasil, dan sekarang ia hidup di dunia baru, dunia tanpa rasa percaya pada sesama. Saat Gelombang 5 menyapu segalanya, Cassie, Ben, dan Ringer dipaksa berhadapan dengan tujuan utama para Makhluk Lain: pemusnahan umat manusia.

Maka mereka pun terlibat dalam pertempuran terdahsyat: antara hidup dan mati, cinta dan benci, harapan dan kenyataan.

----

Jauh di luar ekspektasi, inilah yang aku rasakan ketika membaca buku kedua trilogi ini. Aku emang suka banget sama buku pertamanya dan itulah kenapa aku pengen namatin seri ini, tapi ternyata buku kedua nggak sebagus buku pertama.

Cerita dimulai dengan POV Ringer, heroin yang berhasil mencuri perhatianku di buku pertama. Gaya bahasanya masih sama seperti buku pertama, memang agak berat dan butuh berpikir dua kali untuk mencerna, meski nggak di semua bagian. Menurutku, POV Ringer atau yang berhubungan dengan pangkalan dan Vosch sangat rumit.

Beda dengan POV Cassie atau Ben yang agak santai, walaupun di buku kedua ini, aku nggak bisa merasakan perbedaan antara pov Cassie dan Ringer, mereka kelihatan sama buatku.
Setelah Evan meledakkan pangkalan dan Cassie kabur, mereka bersembunyi di sebuah bangkai hotel, namun mereka tidak bisa tetap di situ, karena Vosch masih memburu mereka. Ditambah lagi sekarang ada Grace, manusia sejenis Evan yang ikut mencari mereka.

Ringer terpaksa pergi untuk menemukan tempat penampungan di utara, sementara Teacup menyusulnya. Sialnya, sesuatu terjadi kepada Cup, lalu Ringer. Mereka berdua diculik oleh Vosch dan sesuatu yang mengejutkan terjadi pada Ringer.
Sementara itu, Evan menepati janjinya dan kembali kepada Cassie. Sayangnya, kembalinya Evan pun membawa musuh-musuh untuk mendekat.

Secara garis besar, hanya segitulah kisah pada buku kedua ini. Momen-momen besar jarang terjadi, digantikan alur yang lumayan lambat. Konflik utamanya pun bisa dibilang terletak pada Ringer, menguak sesuatu yang sebenarnya terjadi di dunia mereka. Kebenaran tentang Makhluk Lain. sejujurnya, plot twist ini cukup membuatku melongo. Bagian terbaik dari novel ini hanya plot twistnya, menurutku.

Aku juga merasa alurnya begitu lambat pada bagian Ringer, dan jujur ini bikin aku ngantuk karena harus berpikir dua kali untuk mencerna dan bosan, padahal konflik utama terletak di sini. Aku merasa penulis mengulur-ngulur ceritanya.

Para tokoh pun cenderung datar-datar saja. Tidak ada perkembangan, menurutku. Bagian Cassie dan Ben yang menurutku menarik justru tertutup oleh Ringer. Di sini juga ada pov Poundcake, prajurit yang tidak pernah berbicara, namun karena hanya satu bab porsinya, aku nggak terlalu merasa dekat dengan cowok itu. Dan bagian Ringer yang paling banyak ini, meskipun dia tokoh kesukaanku, ternyata aku kurang puas dengan kehidupan dan aksinya HAHA XD

Overall, aku kurang merasakan chemistry atau ‘nyawa’ dalam novel ini, tapi meski begitu banyak juga bagian-bagian yang menyenangkan untuk diikuti :D satu hal yang aku sayangkan adalah kenapa kovernyaaaa harus ada gambar wajahhhh perempuaaaan. Sekian.
Quote:
“Janji adalah satu-satunya mata uang yang tersisa. Harus dibelanjakan dengan bijak.” – hlm 21
“Kadang-kadang kau berada di tempat yang salah pada waktu yang keliru dan apa yang terjadi bukan kesalahan siapa-siapa. Kau cuma ingin merasa bersalah agar kau meras lebih baik.” – Ringer (hlm 40)
“Kenapa seseorang harus hidup meskipun dunia itu sendiri akan musnah?” – hlm 144
“Aku tidak mau menyelamatkan dunia. Aku hanya berharap siapa tahu aku dapat kesempatan untuk membunuhmu.” – Ringer kepada Vosch. (hlm 317)
"Kenapa kau tak berdoa?" - “Aku tak suka merepotkan Tuhan.” – Ringer (hlm 334)



Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)