Minggu, 13 Mei 2018

Bookstagram yang Dulu, Bukanlah yang Sekarang~


*First of all, I don’t blame anyone, this post is just my opinion^^ ((udah lama banget pengin nulis ini >.<))

© 2018 by @arthms12


Kamu kenal komunitas Bookstagram di instagram? Atau malah nggak tau sama sekali apa itu Bookstagram?

So, Bookstagram adalah suatu istilah untuk mereka para pencinta buku yang sekaligus hobi fotografi. Di instagram, mereka fotoin buku sedemikian rupa dan di caption biasanya mengandung review dari buku tersebut. Tapi banyak juga kok yang cuma ngobrol basa-basi nyapa followers-nya atau nyantumin qoute doang.

Aku sendiri, udah kenal dunia bookstagram kira-kira akhir tahun 2016, mulai jadi bookstagrammer awal tahun 2017. Dan menurut pengamatanku, di Indonesia sendiri belum banyak bookstagrammer (jangan dipercaya). Awal mula aku kenalnya, karena dulu sering banget ikutan giveaway blogtour, tapi anehnya lama-lama syarat giveaway ada yang harus follow IG segala (biasanya twitter) trus lama-lama share banner-nya (info GA) harus repost di IG dan akhirnyaaaa review-nya pun pindah dari blog ke instagram.

Dulu, aku cuma suka ikutan giveaway-nya aja, tapi lama-lama liat postingan buku para host, aku jadi kepikiran buat bikin foto buku-bukuku juga. Setelah itu, aku jadi ketagihan ngambil foto yang bagus (meskipun gak pernah bagus, abis susahhhhh).

Fenomena giveaway inilah yang membuat para pencinta buku bermunculan dengan label bookstagram. Dan juga, karena biasanya syarat giveaway adalah mengharuskan pemenangnya untuk meresensi bukunya. Gak tanggung-tanggung, lima hari!

Setelah itu, aku mulai banyak mengenal para bookstagrammer dari yang dulunya foto abal sampai fotonya cakep, bahkan ternyata ada yang udah sejak lama jadi bookstagrammer cuma karena baru booming jadi ya aku baru tau heu.

Bookstagram yang dulu, bukanlah yang sekarang?

Yap, ini yang aku sering aku pikirin akhir-akhir ini. Akun-akun yang dulu sama-sama newbie denganku, sekarang udah jadi pemain lama; followers-nya banyak, dikenal editor, penerbit dan penulis, dikenal banyak orang, dan sering dapet nge-host suatu buku yang baru terbit.

Dulu, penerbit suka buka lowongan peresensi buat buku yang baru terbit, biasanya diminta ngadain giveaway juga selain posting daily review selama lima hari. Dan aku pun pernah ngerasain gimana jadi host yang cukup mengemban tanggung jawab yang berat.

Dulu aku berpikir, nggak ada yang salah dengan meresensi buku yang sama selama lima hari, sekarang pun gak ada yang salah sebenarnya, tapi aku sekarang jadi mikir.. apa followers-ku nggak bosen cuma liatin foto buku yang sama selama lima hari? Karena aku juga tau, jarang banget ada orang yang rajin bacain caption. Yegak? :D

Aku pun mulai malas kalau harus meresensi buku selama lima hari, takutnya followers-ku bosan WKWK. (malas bukan berarti aku menolak loh, kalau ada yang ngajak kerja sama sih, aku dengan senang hati©)

Tapi tidak buat share banner!

Aku bener-bener nggak mau share banner (bukannya songong XD), alasannya cukup sederhana, aku nggak mau merusak tujuan awalku gabung di komunitas ini. Aku nggak mau kehilangan kenyamanan diriku di dunia bookstagram. Aku ada di sini, buat mem-posting buku-buku, bukan banner. Feed-ku–yang aku coba susun dengan rapi (meskipun gak bisa rapi)–hanya aku khususkan untuk buku saja. Aku lebih suka membantu penerbit mempromosikan bukunya dengan mem-posting foto buku tersebut, bukan banner.

Nah, inilah yang baru-baru ini sedang terjadi di komunitas bookstagram Indonesia. Penerbit/editor bukan hanya sekadar meminta mereka merensensi bukunya, melainkan meminta mereka mem-posting banner promosi sebelum bukunya terbit. Aku sih, masih anggap wajar kalau banner-nya cuma lima atau sepuluh, tapi rasanya.. kalau ada 30...?

Kebanyakan following-ku adalah bookstagram lama yang sudah berbakat meresensi buku di instagram, mereka juga sering kali diajak bekerja sama untuk share banner. Jadi, sekarang coba bayangkan rasanya jadi aku: pada jam yang sama, lima bookstagrammer mengunggah satu banner yang sama, dan mereka melakukannya kurang lebih sebulan (atau sesuai kebutuhan) belum lagi lima bookstagrammer lainnya yang share banner novel yang beda lagi.

Timeline-ku isinya banner semuaL

Dan karena adanya algoritma instagram, aku juga jadi kesulitan melihat postingan bookstagrammer lain yang bukan promosi. Jadi agaknya.. aku mulai sedih melihat timeline-ku XD

Nah, sekali lagi, di sini aku nggak nyalahin siapa pun. Nggak nyalahin temen-temenku yang dapet amanah dari penerbit ataupun nyalahin penerbit yang kalau minta share banner gak kira-kira XD

Toh semuanya demi marketing, alhamdulillah juga kalau memang banyak yang tertarik dengan dunia literasi karena promosi besar-besaran ini. Aku ikut senang kalau makin banyak yang suka baca buku apalagi gabung menjadi bookstagrammer dan mencoba mengapresiasi penulis dengan meresensi bukunya. (daripada ngelakuin hal yang gak bermanfaat, mending jadi peresensi, yegak?)

That’s all! So, guys, ini murni cuma keluh-kesahku sebagai seorang pengguna instagram hehe. Cuma agak sedih aja gitu :D tapi aku tetap suka jadi bagian dari komunitas ini dan kenal banyak orang yang suka baca buku juga, terutama ketemu sama fandom yang sama. Rasa-rasanya aku jadi punya dunia kedua :’)

Buat kalian yang mau coba gabung di bookstagram, jangan ragu! Mulai coba foto-foto aja dulu, resensinya belakangan (karena nggak semua bookstagrammer yang peresensi juga sih), atau bisa juga belajar liatin resensi dari para senior di sana :D

Kalian juga jangan ragu untuk berteman sama aku di instagram hehe, aku orangnya emang agak sinting tapi gak gigit kok, aku suka temenan sama banyak orang :D akun instagram-ku sama kayak nama blog ini: @arthms12

Jadi, tunggu apa lagi? Aku tunggu kehadiran kalian :D

5 komentar:

  1. Pendapat aku prinadi ya 😁dari pengalaman juga. Pernah baca review dari bookstagram yang kadang 3-5 hari, malah bikin mood untuk baca buku tersebut berkurang. Sebab dari review yang berhari-hari itu udah ngasih tahu ke kita sebagian besar dari isi bukunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul, banyak juga peresensi yg salah kaprah dan malah nyeritain isi bukunya selama lima hari. Makanya jujur aja aku ga pernah bacain caption yg isinya review buku yg pengen aku baca, apalagi yg review nya ada 5��

      Hapus
  2. Tertarik sama judulnya, jadi kubaca lagi tulisan Kakak yang satu ini. Wah, udah lama juga ya Kakak mengenal dan menjadi bookstragam. Aku baru tau tentang bookstragam beberapa bulan lalu, yang kuingat awalnya karena ketemu GA buku dari "booksventura," dan aku jadi suka (ngefans) sama booksventura alias Ms. Ayi. Dan dari situ semakin tahu lebih dalam ttg bookstragam, kemudian aku baru bener-bener tertarik di pekan lalu. Sekaligus aku masih hijau di IG, baru kenal 2020 kemarin, dan itu pun alasan awalnya karena disuruh posting twibbon oleh sekolah, hihi.

    Maaf, jadi cerita-cerita, nih, untuk komentarku pertama sampai di komentar ini.

    Ngomong-ngomong, disini aku jadi tahu nama IG Kakak yang sempat kutanyakan di komentar pertama :)
    Juga tentunya jadi tambah info lagi tentang dunia bookstragam.

    -🌻

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, ralat:

      Bookstagram.

      🤦‍♀️

      Hapus
    2. Hi welcome to bookstagram community! Semoga betah!�� Sayang sekali aku masih hiatus, gak bisa temenan deh..
      Buat ngurangin kebosenan di rumah karna sekolah online, boleh tuh belajar fotografi dan editing buat posting buku-buku di Instagram. Good luck ya!

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)