Senin, 15 Oktober 2018

[RESENSI] Ready Player One by Ernest Cline

instagram: @Arthms12

Judul: Ready Player One
Penulis: Ernest Cline
Penerjemah: Hetih Rusli
Penyunting: Raya Fitrah
Penyelaras Aksara: Muthia Esfand
Desain Sampul: Sukutangan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (Maret 2018)
Jumlah halaman: 544 hlm.
ISBN: 9786020382777

Blurb:

Pada tahun 2045, realitas adalah tempat yang buruk. Wade Watts hanya merasa sepenuhnya hidup saat masuk ke dunia utopia virtual yang dikenal sebagai OASIS.

Wade membaktikan hidupnya untuk mempelajari teka-teki tersembunyi dalm dunia virtual tersebut. Teka-teki yang berasal dari James Halliday, sang pencipta OASIS, tempat Halliday menyembunyikan harta peninggalannya yang paling berharga dalam obsesinya terhadap budaya pop dan permainan video tahun 1980-an.

Saat Wade menemukan petunjuk pertama, seluruh dunia mengejarnya, karena banyak orang yang rela membunuh demi menemukan rahasia tempat Halliday menyembunyikan hartanya. Dan sejak itu dimulailah perburuan yang sesungguhnya.

Bagi Wade, ini bukan sekadar perburuan, tapi bagaimana dia bisa menyelamatkan dunia virtual tempatnya berlindung, dan pada saat yang sama berusaha menyelamatkan orang-orang yang dicintainya di dunia nyata. Satu-satunya cara bagi Wade untuk bisa melakukan adalah dengan memenangi perburuan itu.

---

Kita mulai dari menjelaskan apa itu OASIS (versi mudah dan pendeknya yak). OASIS adalah dunia virtual ciptaan James Halliday. Di sana semacam suatu galaksi lagi, banyak planet-planet dan terbagi beberapa sektor, di setiap planet pokoknya kita bisa melakukan apa pun yang kita mau sesuai dengan minat dan bakat. (lah).

Peralatannya hanya butuh komputer, sarung tangan dan visor semacam kacamata gitu kayak disampulnya. Terus tinggal login, masuk deh ke OASIS. Di sana juga kita pake avatar yang bebas dimodifikasi sesuka hati.

Bukan lagi sebatas game yang ngumpulin poin atau benda-benda senjata buat naikin level avatar, OASIS sekarang menjadi gaya hidup. Banyak orang yang menghabiskan sisa waktunya di OASIS. Bahkan sampai sekolah pun bisa di OASIS. Keren banget ya? Mau sekolah cukup login aja nggak repot-repot pergi ke sekolah XD

Salah satunya Wade Watts. Bosan karena jadi pecundang yang nggak pernah punya teman dan suka dibully, Wade pindah ke sekolah ke OASIS. Di dunia virtual itu, Wade bukan lagi pecundang, dia merasa bebas dan nyaman menjadi dirinya sendiri dengan nama avatar Parzival.

Dia punya sahabat di OASIS bernama Aech, avatarnya seorang cowok tinggi dan menurut bayanganku sih, gagah gitu, jago bertarung juga. Parzival juga punya idola, seorang bloger cewek yang bawel dan sama jagonya bernama Art3mis.

Lalu, konflik dimulai saat Parzival menemukan berhasil menemukan satu kunci dari tiga yang disembunyikan Halliday untuk menemukan easter-egg atau tempat yang menyimpan seluruh harta kekayaannya setelah meninggal.

Easter-egg menjadi perburuan yang diincar semua pengguna OASIS, bahkan butuh lima tahun bagi Parzival untuk menemukan letak kunci itu.

Jujur pertama kali aku baca halaman pertamanya aja, aku langsung jatuh cinta sama gaya bercerita Ernest Cline yang elegan tapi asik. Belum lagi prolognya yang langsung bikin penasaran.
Menurutku, world buildingnya juga bagus banget, novel ini bener-bener dilengkapi detail yang rinci jadi nggak bikin bingung. Meskipun yeah, aku cukup gereget sama deskripsi sepanjang jalan kenangan ini karena menurutku bikin alurnya jadi lambat, belum lagi, kadang memang ada kejadian-kejadian yang nggak begitu penting.

500++ halaman ini bikin aku kenyang dengan memuaskan pokoknya! Aku tetap menikmatinya meskipun narasi deskripsinya banyak XD

Konfliknya juga keren banget, aku nggak punya kata-kata lain selain keren. Perburuan untuk memperebutkan harta Halliday di dunia virtual. Apakah akan jatuh ke tangan yang tepat ataukah jatuh ke tangan musuh, perusahaan bernama IOI yang menginginkan OASIS menjadi dunia virtual yang mengerikan?

Parzival, Aech, Art3mis dan sahabat baru dari Jepang bernama Shoto melawan Sorrento dari IOI dan puluhan pemburu (gunter) dari IOI yang disebut sixer. Mereka sama-sama menjadi sepuluh teratas papan skor yang berhasil menemukan kunci dan gerbang-gerbang menuju easter-egg. Masalahnya,
IOI melakukannya dengan cara curang.

Disamping teka-teki membingungkan dari Halliday, novel ini juga terdapat konflik lain seperti IOI yang berusaha membunuh Parzival dan kawan-kawannya di dunia nyata. Menurutku konfliknya luar biasa pelik dan seru. Banyak kejutan-kejutan di dalamnya yang bikin aku semangattttt!

Belum lagi ada konflik asmara antara Parzival dan Art3mis yang bikin gemes. Aku suka interaksi keduanya. Karena mereka semua hanya pernah bertemu secara virtual di OASIS, aku sempat membayangkan jika salah satu dari mereka adalah pengkhianat...

Karakter, aku suka Parzival dan Art3mis. Seperti kebanyakan Hero, Parzival ini dibuat sekeren mungkin oleh Ernest Cline. Aku suka dia yang berani dan bodoh dalam mengambil risiko, ide-idenya yang genius dan selera humornya yang asik. Sempet heran kenapa dia nggak bisa punya temen di dunia nyata? Hm.

Art3mis tokoh heroin di sini, meskipun nggak terlalu tipe-favoritku-banget, Art juga keren kok. Selera humornya setingkat sama Parzival, aku suka cara mereka berinteraksi. Hanya saja karena POV-nya pakai POV Parzival, Art kurang dieksplor. Tapi aku tahu dia keren :D

Aech, ouw my man. Satu kata buat dia: syok. Aku syok padamu Aech XD

Overall, saking bersemangatnya aku mengikuti petualangan Parzival sampai dikejar-kejar IOI di dunia nyata trus harus ganti nama dari Wade jadi Bryce demi sembunyi....setelah semua ini..setelah semua rahasia-rahasia yang terungkap, dan begitu banyaknya detail yang harus diingat, kuputuskan AKU SUKA!

Novel ini begitu membara seperti api dan begitu rumit dan menegangkan dan mengejutkan pokoknya W.O.W :D

5 stars!!

“Bagian terburuk menjadi anak-anak adalah tak ada seorang pun yang memberitahu kebenaran tentang keadaanku. (...). Jadi aku menelan bulat-bulat segala omong kosong masa kegelapan yang mereka cekoki. Waktu pun berlalu. Aku bertambah umur, dan lambat laun aku menyadari bahwa nyaris semua orang membohongiku tentang segalanya sejak aku keluar dari rahim ibuku. (...) Hal ini membuatku jadi tidak mudah percaya di kemudian hari.” – hlm 28
“Ibuku sering memaksaku logout setiap malam karena aku tak pernah mau kembali ke dunia nyata. Karena dunia nyata tidak menyenangkan.” – hlm 32
“Aku sudah berjudi dengan keberuntunganku lebih daripada yang bisa dilakukan orang waras.” – hlm 405
“Sepanjang hidupku, aku selalu takut. Terus ketakutan sampai aku mengetahuinya menjelang ajal. Pada saat itulah aku sadar, seberapa pun menakutkan dan menyakitkan kenyataan itu, tapi hanya di sana satu-satunya tempat kau bisa menemukan kebahagiaan sejati. Karena kenyataan itu nyata. Kau mengerti?” – James Halliday (hlm 530)

Minggu, 30 September 2018

[RESENSI] Mortal Engines by Philip Reeve

IG: arthms12


Judul: Mortal Engines (Mesin-Mesin Manusia)
Penulis: Philip Reeve
Penerjemah: Nuraini Mastura
Penyunting: Yuli Pritania
Penyelaras aksara: Ken Laksmi Satyaningtyas
Penata aksara: TBD
Penebit: Noura Publishing (Februari 2018)
Jumlah halaman: 388 hlm
ISBN: 978-602-385-309-0

Blurb:

Ini bukan lagi dunia yang kita kenal. Abad-abad telah berlalu, kota-kota kini melayang, digerakan mesin canggih, saling memakan satu sama lain agar bisa terus hidup. Negeri Luar, hamparan daratan yang tidak ditempati, adalah tempat berbahaya yang mengancam nyawa.

London pun tengah berburu. Menyantap kota kecil dan kabur dari kota pemangsa yang lebih besar. Dan, dalam kemeriahan tangkapan terbaru, terjadilah serangan terhadap sang pahlawan kota, Thaddeus Valentine.

Tom, seorang pemuda magang, yang mengidolakan Valentine –dan jatuh hati kepada anaknya, Katherine– langsung mengejar si tersangka, seorang gadis bermuka parut yang kabur dengan terjun dari London yang tengah melaju. Namun, saat Tom menanyai Valentine mengapa gadis bernama Hester Shaw itu ingin membunuhnya, Valentine menjawab dengan cara mendorong Tom hingga ikut terlempar menyusul gadis itu.

Kini, Tom terdampar di Negeri Luar bersama Hester Shaw yang sinis dan terluka parah. Mereka bekerja sama menemukan jalan kembali ke London untuk alasan yang jauh berbeda: Tom ingin kembali ke rumah, Hester ingin membunuh Valentine.

Yang belum mereka sadari, Negeri Luar akan menghajar mereka hingga babak belur sebelum mereka sampai di tujuan. Berhasilkan mereka bertahan?

---

Novel ini terbit pertama kali tahun 2001 versi aslinya, diterjemahkan tujuh belas tahun kemudian di Indonesia dan kabarnya filmnya akan tayang akhir tahun nanti. Seperti yang tertulis di blurb, novel ini bercerita tentang petualangan Tom dan Hester untuk kembali ke London. Saat diperjalanan, hal-hal menakutkan selalu mereka temui, dari dikejar oleh Manusia Mesin bernama Shrike yang ingin membunuh mereka sampai tak sengaja menaiki kota perompak.

Awalnya aku merasa novel ini akan begitu berat dan menjemukan, tapi ternyata cuma halaman pertamanya saja. Setelah itu, novel ini menurutku punya gaya bahasa yang ringan sehingga aku nggak perlu susah payah membacanya.

Belum lagi narasinya memang asik, jadi nggak bikin bosan dan malah bikin cepet bacanya. Aku sempat kaget karena ternyata konflik langsung masuk di bab awal, aku kira akan ada semacam pendahuluan-pendahuluan gitulah biar chemistry ceritanya lebih ngena. Meskipun aku suka tipe novel yang langsung masuk ke konflik, tapi menurutku Mortal Engines kurang kencang ‘ikatan’nya.
Setting tempatnya pun agak membingungkan buatku, kota London sedang mengincar mangsa di tanah berburu, Laut Utara, entah di mana. Heu. Juga nama-nama kota Aksis (kota yang bergerak) lain juga nggak ada yang kukenal .___.

Konfliknya OKE. Yes, aku suka konfliknya yang seru ini. Di samping kedua tokoh utama Tom dan Hester yang berpetualangan untuk kembali ke London, di kota London itu sendiri ada tokoh yang sedang melakukan pengintaiannya sendiri. Dialah Katherine, putri Valentine yang menelusuri rahasia ayahnya sendiri yang sedang pergi atas perintah Walikota.

Menurutku, konflik utama novel ini dipegang oleh Katherine. Dialah yang mencari tahu kenapa Hester ingin membunuh ayahnya, menemukan rahasia-rahasia Crome (walikota London) atas Medusa dan memegang peran penting di akhir cerita. Justru petualangan Tom yang memang lebih seru, tapi tidak bersangkut paut secara penuh di konflik utama.

Sedikit kekurangan menurutku di novel ini tidak disebutkan asal mulai kenapa Bumi jadi berbahaya seperti kata blurb. Kenapa kota-kota harus bergerak terus padahal ada kota-kota yang masih diam di bumi.

Tokoh-tokohnya pun menurutku biasa saja kecuali Hester Shaw yang paling mencolok. Tom, sang tokoh utama menurutku agak ‘gemulai’(?) untuk ukuran cowok, entah pikiranku aja atau beneran HAHA. Katherine yang lugu namun berani. Dan tokoh-tokoh pembantu lainnya biasa. Namun Hester Shaw yang digambarkan sebagai sosok mengerikan, dengan gurat pedang dari dagu sampai dahi, garis bibir yang luka melebar ke pipi (cmiiw) dan hidung yang hancur justru lebih menarik perhatianku.

Aku suka petulangan Tom dan Hester yang seru, terutama saat bagian di mana Shrike, (seorang manusia yang telah mati tapi dibangkitkan dengan teknologi dan sekarang menjadi robot dengan otak manusia) menjelaskan tujuannya memburu Hester. Bikin merindinggggg.

Juga, disela-sela petualangan mereka ada humor-humor menyelip terutama dari Walikota Kota perampok yang mereka naiki. Selain itu, novel ini juga cukup memualkan karena makanan-makanan yang disebutkan serta keadaan di bagian perut kota London saat Katherine berusaha mengorek informasi ke seseorang bernama Pod.

Memang awalnya agak sulit membayangkan setiap detail kejadian di novel ini apalagi yang sudah menjelaskan soal kota-kota yang kelaparan, namun aku dibantu ketika melihat trailer filmnya yang keren banget huhu kalian bisa liat di sini. (sayangnya Hester di film malah jadi cantik heu:()

Overall, aku suka kisah ini, bener-bener tipeku karena mengandung banyak petualangan dan konfliknya juga seru! Tapi, ada sedikit rasa ganjal di hati, karena menurutku kisah ini kurang kuat ‘nyawa’nya, sesekali aku bersemangat, lalu biasa saja, gitu terus. Tapi endingnya sangat memuaskan. Kalau aku klop dengan ‘nyawa’ novel ini, pasti aku udah nangis sesenggukan, tapi justru aku malah senang dengan plot twistnya dan semangat saat menyelesaikan novel ini.

Kurang bernyawa bukan berarti aku nggak suka novelnya, hanya saja perasaanku jadi berbeda dan kurang menghayati aja, tapi..aku suka Mortal Engines! 4 stars.


Senin, 24 September 2018

[RESENSI] Warcross by Marie Lu

instagram; @arthms12



Judul: Warcross
Penulis: Marie Lu
Penerjemah: Nadya Andwiani
Penyunting: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
Penerbit: Mizan Fantasi (Maret 2018)
Jumlah halaman: 472 hlm
ISBN: 978-602-6699-11-4

Blurb:

Warcross bukan sekadar permainan. Ini adalah gaya hidup.

Warcross adalah game yang tiba-tiba mengobsesi jutaan bahkan miliaran orang di dunia sejak sepuluh tahun lalu. Tak hanya sebagai katarsis untuk melupakan realita, bagi orang-orang tertentu Warcross adalah pengeruk keuntungan–besar-besaran.

Emika Chen meretas The International Warcross Championships dan aksinya itu membuat game mengalami malfungsi. Bukannya dipenjara, Emika malah ditawari menjadi mata-mata oleh Hideo Tanaka, sang pencipta Warcross. Tanaka ingin Emika menjadi bounty hunter, melacak pemain Warcross yang bertaruh secara ilegal. Tak disangka, penyelidikannya menguak sebuah plot jahat yang bisa menghancurkan tak hanya Warcross, tapi juga tatanan dunia.

---

Kisah fiksi ilmiah, di mana dunia game adalah tema novel ini. Game itu bernama Warcross, diciptakan oleh sosok miliader asal Jepang yang tampan dan genius, Hideo Tanaka. Warcross sendiri adalah permainan di mana dua tim saling bertarung untuk memperebutkan artefak masing-masing kelompok, tentunya secara virtual. Alat yang digunakan hanyalah sebuah kacamata yang mampu membuat sosok avatar kita masuk ke dalam dunia game dan bermain.

Lalu ada Emika, hidupnya yang kacau semenjak kematian ayahnya serta utang di mana-mana membuatnya terpaksa menjadi pemburu bayaran, dia menangkap penjahat judi ilegal Warcross yang tidak bisa ditangkap polisi karena terlalu sibuk. Karena terdesak, Emika terpaksa meretas Warcross saat pembukaan kejuaraan, demi mendapatkan item yang mahal untuk dijual secara ilegal.

Namun, dia ketahuan. Hideo Tanaka mengiriminya sebuah jet pribadi dan menjemputnya khusus untuk dibawa ke Jepang. Di sana, Emika ditawari menjadi pemburu bayaran bagi Hideo. Karena, ada seseorang yang misterius telah beberapa kali meretas dan mengacaukan Warcross. Tugas Emika adalah memburu orang itu. Salah satu cara agar misinya sukses adalah menjadi wildcard, calon pemain resmi yang akan direkrut oleh pemain resmi Warcross pada acara Wardraft.

Di sana ia bertemu dengan timnya, teman-temannya, berlatih dan mengikuti babak penyisihan sesuai ketentuan. Di samping kegiatan itu, ia juga harus memburu pelaku peretasan Warcross yang dijuluki Hideo sebagai Zero, bahkan sampai ke Dark World. (Kalau di dunia nyata, Dark World di novel ini semacam deep web, bagi yang belum tau, silakan searching apa itu deep web dan gimana keadaan di sana, 11 12 sama Dark World-nya Warcross)

Tetapi penyelidikannya malah berujung kepada plot twist yang cukup menegangkan.

---

Setelah membaca karya Marie Lu sebelumnya dan merasa kelam selama tiga buku, Warcross menyajikan cerita yang cukup cerah. Karakter Emika Chen menjadi narator cerita ini membuatku langsung jatuh cinta karena dia tipe cewek yang mandiri dan badass. Belum lagi penampilan fisiknya yang menurutku keren; rambut pelangi dan tato di sepanjang tangan kiri.

Gaya bahasa Marie Lu juga lumayan asik, menurutku, dia udah pas banget nulis narasi kelam macam TYE Series jadi ketika berubah tema ke yang menyenangkan kayak gini, aku kurang bisa merasakan gaya bercerita yang asiknya. Seharusnya bisa lebih asik lagi, gitu, heu.

Plotnya, well, aku memang suka ide ceritanya dan konfliknya tapi awal-awal cerita ini aku merasa idenya sangat fangirl-gimana-gitu. Karena ceritanya Emika ini fans-nya Hideo, tiba-tiba dijemput pake jet pribadi dan utang-utangnya dibayarin dan lain-lain yang bikin Emika berasa di dunia gemerlap tiba-tiba, aku merasakan ini memang mainstream, tapi lucu kok aku suka :D

Memang menyenangkan dan aku menikmati membaca novel ini, kejutan-kejutan kecil di dalam misi Emika juga seru, belum lagi tiap Hideo ada di dalam cerita, aku nggak bisa nggak terpesona sama sosoknya. Tapi seperti yang aku ingat di novel The Young Elites dan The Rose Society, pola Marie Lu adalah biasa-biasa di awal dan menuju akhir barulah kekerenan itu muncul.

Aksi-aksi Emika dan timnya ketika melawan tim lain di pertandingan Warcross final paling bisa mengeluarkan seluruh semangatku, ditambah lagi Zero yang muncul dan membuat suasana menjadi tegang, lalu jangan lupakan romansa Hideo dan Emika yang bikin baper XD

Satu hal yang paling aku keluhkan adalah narasinya yang terlalu banyak deskripsi. Aku yang tipe pembaca nggak sabaran ini kewalahan ketika membaca deskripsi yang banyak, antara nggak sabar sama bingung membayangkannya, karena Marie Lu emang khayalannya tinggi :’D

Setting novel ini adalah di Jepang! Yap, inilah salah satu faktor kenapa aku semangat banget! Marie Lu asal China, besar di Amerika dan menulis buku dengan latar dan tokoh utama orang Jepang *applause* meski Jepangnya nggak begitu kerasa banget ya, hiks, tetep aja aku excited banget >.< sensasinya beda aja gitu XD

Untuk karakter, paling menonjol pastilah Emika. Emika dan misinya. Sesekali Emika dan Hideo. Memang awal-awal Hideo agak jarang muncul, dan kalau muncul pun paling gitu gitu aja ngomongin kegeniusan dia dan misi Emika. Itu juga yang bikin aku agak kaget karena tau-tau Hideo udah naksir Emika. PDKT-nya nggak ada. Rada nggak srek sama perubahan perasaan Hideo ini tapi tetep aja pas baca momen mereka bikin baper ;’)

Sejujurnya OTP yang satu ini bener-bener tipeku bangettt! Emika Chen yang badass, hacker genius, supel dan cantik disandingkan dengan Hideo Tanaka yang dingin, necis, genius, kaya raya, pintar, misterius dan sinis ;’)

Overall, aku suka banget scifi yang satu ini. Penuh ketegangan dan romansa yang manis. Meski masih banyak kebingungan dan ngga paham sama istilah teknologi, tetapi aku tetap menikmati ceritanya. Plot-twist-nya yang cakep abissss. Keren. Novel ini keren banget!
Tapi, belajar dari pengalaman, aku nggak mau terlalu jatuh cinta sama buku-buku Marie Lu lagi karena takut akhirnya akan patah hati ;’)

Aku menunggu Wildcard diterjemahkan di Indonesia!

4.8 stars.

“Dia biasa berkata bahwa seharusnya aku mengenakan pakaian seolah-olah dunia adalah tempat yang lebih baik daripada yang sebenarnya.” – hlm 38
“Jika aku bisa memecahkan masalah-masalah ini, aku bisa mengendalikan sesuatu.” – hlm 55
“Kelihatannya aku menjadi senjata rahasia bagi lebih banyak orang daripada yang kusukai.” – hlm 172
“Mereka percaya setiap objek punya jiwa. Semakin kau memberinya cinta, semakin indah kelihatannya.” – hlm 323
“Dan, memangnya orang kebanyakan pandai memilih pemimpin mereka?” – Hideo (hlm 451)

[RESENSI] The Midnight Star by Marie Lu

instagram: @arthms12



Judul: The Midnight Star
Penulis: Marie Lu
Penerjemah: Prisca Primasari
Penyunting: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
Desain Sampul: Windu Tampan
Penerbit: Mizan Fantasi (Oktober 2017)
Jumlah halaman: 381 hlm
ISBN: 978-602-6699-05-3

Blurb:

Syahdan, kegelapan menyelimuti dunia, dan ia memiliki seorang ratu.

Adelina pikir, tiada lagi penderitaan. Dia telah membalas dendam pada mereka yang mengkhianatinya. Sang Serigala putih memenangi takhta Kenettra, tapi seiring bertambahnya kekuasaan, dia menjadi semakin kejam. Kegelapan dalam dirinya semakin tak terkendali, ingin menghancurkan semua yang ada di dekat Adelina.
Kemudian, ancaman baru muncul, dan Adelina beserta para Mawar mau tak mau harus bekerja sama dengan para Belati untuk menghadapinya. Namun, aliansi mereka yang sarat kecurigaan dan pengkhianatan mungkin lebih berbahaya dari apa pun. Bagaimanakah nasib para Elite selanjutnya?\

---

Aku sebenernya nggak sanggup nulis resensinya. Bilang aku lebay, tapi buku ini sukses bikin aku hancur, remuk redam, berantakan, dan lain-lain.

Dari ketiga buku seri The Young Elites, aku tanpa ragu bilang kalau The Midnight Star adalah yang terbaik. Kalau di TYE atau TRS kan prolog sebelum sampai di konflik utama agak lama, bisa sampai setengah buku, tapi kalau TMS ini dari awal memang udah seru dan menegangkan.

Lagi, aku memang selalu parno ketika membaca TYE dan TRS, tetapi TMS bikin rasa parno itu jadi dua kali lipat XD

Adelina berpikir semuanya telah selesai, dia menjadi Ratu Kenettra dan menjajah semua pulau di Sealand lalu menjadi Ratu Sealand. Tapi ada masalah baru muncul, Violetta yang kabur menuju para Belati di Tamoura tiba-tiba jatuh sakit. Sakit yang berbahaya. Dan semuanya adalah dampak dari suatu kekuatan misterius. Lautan menjadi salah satu korbannya, juga para balira.

Raffaele mau tidak mau memanggil Adelina untuk bersekutu, kemudian mereka melakukan perjalanan bersama-sama. Para musuh berada dalam satu kapal, demi menyelamatkan nyawa umat manusia.

Simpel? Ya, buku ketiga ini lebih simpel daripada The Rose Society yang menurutku agak ribet. Tapi tidak sesederhana The Young Elites yang cuma pendahuluan.

Jujur menurutku ini adalah konflik yang lebih bagus daripada dua novel sebelumnya. Aku suka karena para Elite bergabung menjadi satu, meskipun mereka masih bermusuhan satu sama lain. Keterlibatan dewa-dewa dalam konflik ini menambah rasa kesukaanku kepada TMS.

Alurnya nggak selambat dua novel sebelumnya, seperti yang kubilang, dari halaman awal pun, novel ini sudah menegangkan XD banyak kejutan-kejutan dan tentunya kekejaman Adelina yang menurutku keren mwehehe.

Novel ini masih sekelam dan sesuram novel-novel sebelumnya, dan dijamin tetap bikin depresi XD dan sakiiiiit hati.

Sebenarnya ada banyak yang mau aku bicarain tentang novel ini tapi aku masih kalut, masih bookhangover, dan aku nggak berani buka buku ini lagi jadi nggak tunda bikin review hheheheuheuh
Tokoh-tokohnya masih sama seperti sebelumnya, tapi yang beda, aku jadi makin suka sama Teren. Menurutku, Teren itu mandiri, dia memusuhi semua orang, dan nggak memihak siapapun makanya aku suka. Terus Magiano, yang banyak fans-nya waktu muncul di TRS, sebenarnya aku kurang bisa dapet karakter Magiano, kurang dieksplor di TRS, tapi di TMS, kurasa ku tlah jatuhhhh cintaaa~ *nyanyi*

Tokoh favoritku, masih Adelina. Nggak tahu ya, meskipun dia antagonis dan (kayaknya) para Belati yang baik, aku nggak bisa suka Raffaele dkk. Soalnya ketiga novel ini didominasi Adelina, didominasi pikiran-pikirannya, mau nggak mau aku pasti dukung dia. Tapi, satu hal yang janggal dan terkesan memaksa adalah endingnya.

Entah, tapi aku merasa endingnya, sosok Adelina berubah karakter. Seperti bukan Adelina. Selama tiga buku aku ‘mengenal’ Adelina, aku rasa dia nggak akan mungkin melakukan itu, nggak mungkin memilih keputusan itu. Apalagi cuma karena Violetta yang notabene, adik yang jahat, nyebelin, kualat, wkwkwk. Keterikatan persaudaraan mereka juga nggak begitu menonjol, makanya aku aneh banget rasanya, kayak dipaksain.

Lalu, aku juga merasa masih banyak rahasia-rahasia yang belum terungkap dan aku sebal, khususnya masalah Magiano. Ya, ginilah akibat kebanyakan tokoh.

Pokoknya, aku dalam mode benci dan cinta sama series ini. Aku pengen banget masukin TYE series jadi salah satu seri favoritku tapi aku..nggak sanggup. Luka yang dibuat ketiga novel ini, khususnya TMS, terlalu besarrrrr dan aku masih trauma sama Marie Lu hahahaha XD

Ada banyak hal-hal yang disayangkan kenapa ide cerita sebagus ini harus dibuat demikian. Aku..nggak habis pikir. Padahal aku menikmati kekelaman cerita ini, tapi, akhirnya, aku benci.
Overall, 4 bintang. Tiga buku berturut-turut aku kasih 4 bintang, padahal TMS berpotensi dikasih seribu bintang, tapi, ya. Gitu.

Mau nangis.

Jadi, syarat baca The Young Elites Series adalah persiapin hati dan mental yang kuat. Kalau hati kalian kayak hatiku yang fragile tingkat tinggi, siap-siap banyak sakit di mana-mana, patah di mana-mana dan hancur lebur pokoknya dibantai sama Marie Lu. Heu.

Kutipan-kutipan yang kuambil dari The Midnight Star:

“Aku Serigala Putih, Ratu Sealand–tetapi bagi Raffaele, aku hanya orang yang menjadi berguna lagi, dan itu membuat dirinya tertarik padaku sekali lagi.” – Adelina (hlm 165)
“Aku takut. Setiap hari, aku bangun dan bertanya-tanya apakah ini akan menjadi hari terakhirku hidup di alam kenyataan.” – Adelina (hlm 253)
“Tetapi kau juga bersemangat dan ambisius dan setia. Kau adalah seribu hal, mi Adelinetta, bukan hanya satu. Jangan membatasi dirimu pada satu hal saja.” – Magiano (hlm 256)
“Mungkin setelah seribu kali menjaili kematian, kematian akhirnya berbalik melawan mereka.” – hlm 289
my favorite:
 "I'm going to follow her, of course. As the night sky turns. When she appears on the other side of the world, I will be there, and when she returns here, so will I." - Magiano.

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)