Minggu, 30 September 2018

[RESENSI] Mortal Engines by Philip Reeve

IG: arthms12


Judul: Mortal Engines (Mesin-Mesin Manusia)
Penulis: Philip Reeve
Penerjemah: Nuraini Mastura
Penyunting: Yuli Pritania
Penyelaras aksara: Ken Laksmi Satyaningtyas
Penata aksara: TBD
Penebit: Noura Publishing (Februari 2018)
Jumlah halaman: 388 hlm
ISBN: 978-602-385-309-0

Blurb:

Ini bukan lagi dunia yang kita kenal. Abad-abad telah berlalu, kota-kota kini melayang, digerakan mesin canggih, saling memakan satu sama lain agar bisa terus hidup. Negeri Luar, hamparan daratan yang tidak ditempati, adalah tempat berbahaya yang mengancam nyawa.

London pun tengah berburu. Menyantap kota kecil dan kabur dari kota pemangsa yang lebih besar. Dan, dalam kemeriahan tangkapan terbaru, terjadilah serangan terhadap sang pahlawan kota, Thaddeus Valentine.

Tom, seorang pemuda magang, yang mengidolakan Valentine –dan jatuh hati kepada anaknya, Katherine– langsung mengejar si tersangka, seorang gadis bermuka parut yang kabur dengan terjun dari London yang tengah melaju. Namun, saat Tom menanyai Valentine mengapa gadis bernama Hester Shaw itu ingin membunuhnya, Valentine menjawab dengan cara mendorong Tom hingga ikut terlempar menyusul gadis itu.

Kini, Tom terdampar di Negeri Luar bersama Hester Shaw yang sinis dan terluka parah. Mereka bekerja sama menemukan jalan kembali ke London untuk alasan yang jauh berbeda: Tom ingin kembali ke rumah, Hester ingin membunuh Valentine.

Yang belum mereka sadari, Negeri Luar akan menghajar mereka hingga babak belur sebelum mereka sampai di tujuan. Berhasilkan mereka bertahan?

---

Novel ini terbit pertama kali tahun 2001 versi aslinya, diterjemahkan tujuh belas tahun kemudian di Indonesia dan kabarnya filmnya akan tayang akhir tahun nanti. Seperti yang tertulis di blurb, novel ini bercerita tentang petualangan Tom dan Hester untuk kembali ke London. Saat diperjalanan, hal-hal menakutkan selalu mereka temui, dari dikejar oleh Manusia Mesin bernama Shrike yang ingin membunuh mereka sampai tak sengaja menaiki kota perompak.

Awalnya aku merasa novel ini akan begitu berat dan menjemukan, tapi ternyata cuma halaman pertamanya saja. Setelah itu, novel ini menurutku punya gaya bahasa yang ringan sehingga aku nggak perlu susah payah membacanya.

Belum lagi narasinya memang asik, jadi nggak bikin bosan dan malah bikin cepet bacanya. Aku sempat kaget karena ternyata konflik langsung masuk di bab awal, aku kira akan ada semacam pendahuluan-pendahuluan gitulah biar chemistry ceritanya lebih ngena. Meskipun aku suka tipe novel yang langsung masuk ke konflik, tapi menurutku Mortal Engines kurang kencang ‘ikatan’nya.
Setting tempatnya pun agak membingungkan buatku, kota London sedang mengincar mangsa di tanah berburu, Laut Utara, entah di mana. Heu. Juga nama-nama kota Aksis (kota yang bergerak) lain juga nggak ada yang kukenal .___.

Konfliknya OKE. Yes, aku suka konfliknya yang seru ini. Di samping kedua tokoh utama Tom dan Hester yang berpetualangan untuk kembali ke London, di kota London itu sendiri ada tokoh yang sedang melakukan pengintaiannya sendiri. Dialah Katherine, putri Valentine yang menelusuri rahasia ayahnya sendiri yang sedang pergi atas perintah Walikota.

Menurutku, konflik utama novel ini dipegang oleh Katherine. Dialah yang mencari tahu kenapa Hester ingin membunuh ayahnya, menemukan rahasia-rahasia Crome (walikota London) atas Medusa dan memegang peran penting di akhir cerita. Justru petualangan Tom yang memang lebih seru, tapi tidak bersangkut paut secara penuh di konflik utama.

Sedikit kekurangan menurutku di novel ini tidak disebutkan asal mulai kenapa Bumi jadi berbahaya seperti kata blurb. Kenapa kota-kota harus bergerak terus padahal ada kota-kota yang masih diam di bumi.

Tokoh-tokohnya pun menurutku biasa saja kecuali Hester Shaw yang paling mencolok. Tom, sang tokoh utama menurutku agak ‘gemulai’(?) untuk ukuran cowok, entah pikiranku aja atau beneran HAHA. Katherine yang lugu namun berani. Dan tokoh-tokoh pembantu lainnya biasa. Namun Hester Shaw yang digambarkan sebagai sosok mengerikan, dengan gurat pedang dari dagu sampai dahi, garis bibir yang luka melebar ke pipi (cmiiw) dan hidung yang hancur justru lebih menarik perhatianku.

Aku suka petulangan Tom dan Hester yang seru, terutama saat bagian di mana Shrike, (seorang manusia yang telah mati tapi dibangkitkan dengan teknologi dan sekarang menjadi robot dengan otak manusia) menjelaskan tujuannya memburu Hester. Bikin merindinggggg.

Juga, disela-sela petualangan mereka ada humor-humor menyelip terutama dari Walikota Kota perampok yang mereka naiki. Selain itu, novel ini juga cukup memualkan karena makanan-makanan yang disebutkan serta keadaan di bagian perut kota London saat Katherine berusaha mengorek informasi ke seseorang bernama Pod.

Memang awalnya agak sulit membayangkan setiap detail kejadian di novel ini apalagi yang sudah menjelaskan soal kota-kota yang kelaparan, namun aku dibantu ketika melihat trailer filmnya yang keren banget huhu kalian bisa liat di sini. (sayangnya Hester di film malah jadi cantik heu:()

Overall, aku suka kisah ini, bener-bener tipeku karena mengandung banyak petualangan dan konfliknya juga seru! Tapi, ada sedikit rasa ganjal di hati, karena menurutku kisah ini kurang kuat ‘nyawa’nya, sesekali aku bersemangat, lalu biasa saja, gitu terus. Tapi endingnya sangat memuaskan. Kalau aku klop dengan ‘nyawa’ novel ini, pasti aku udah nangis sesenggukan, tapi justru aku malah senang dengan plot twistnya dan semangat saat menyelesaikan novel ini.

Kurang bernyawa bukan berarti aku nggak suka novelnya, hanya saja perasaanku jadi berbeda dan kurang menghayati aja, tapi..aku suka Mortal Engines! 4 stars.


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)