IG: arthms12 |
Judul: Mortal Engines (Mesin-Mesin Manusia)
Penulis: Philip Reeve
Penerjemah: Nuraini Mastura
Penyunting: Yuli Pritania
Penyelaras aksara: Ken Laksmi Satyaningtyas
Penata aksara: TBD
Penebit: Noura Publishing (Februari 2018)
Jumlah halaman: 388 hlm
ISBN: 978-602-385-309-0
Blurb:
Ini bukan lagi dunia yang kita kenal. Abad-abad telah
berlalu, kota-kota kini melayang, digerakan mesin canggih, saling memakan satu
sama lain agar bisa terus hidup. Negeri Luar, hamparan daratan yang tidak
ditempati, adalah tempat berbahaya yang mengancam nyawa.
London pun tengah berburu. Menyantap kota kecil dan kabur
dari kota pemangsa yang lebih besar. Dan, dalam kemeriahan tangkapan terbaru,
terjadilah serangan terhadap sang pahlawan kota, Thaddeus Valentine.
Tom, seorang pemuda magang, yang mengidolakan Valentine –dan
jatuh hati kepada anaknya, Katherine– langsung mengejar si tersangka, seorang
gadis bermuka parut yang kabur dengan terjun dari London yang tengah melaju. Namun,
saat Tom menanyai Valentine mengapa gadis bernama Hester Shaw itu ingin
membunuhnya, Valentine menjawab dengan cara mendorong Tom hingga ikut terlempar
menyusul gadis itu.
Kini, Tom terdampar di Negeri Luar bersama Hester Shaw yang
sinis dan terluka parah. Mereka bekerja sama menemukan jalan kembali ke London
untuk alasan yang jauh berbeda: Tom ingin kembali ke rumah, Hester ingin
membunuh Valentine.
Yang belum mereka sadari, Negeri Luar akan menghajar mereka hingga
babak belur sebelum mereka sampai di tujuan. Berhasilkan mereka bertahan?
---
Novel ini terbit pertama kali tahun 2001 versi aslinya,
diterjemahkan tujuh belas tahun kemudian di Indonesia dan kabarnya filmnya akan
tayang akhir tahun nanti. Seperti yang tertulis di blurb, novel ini bercerita tentang
petualangan Tom dan Hester untuk kembali ke London. Saat diperjalanan, hal-hal
menakutkan selalu mereka temui, dari dikejar oleh Manusia Mesin bernama Shrike
yang ingin membunuh mereka sampai tak sengaja menaiki kota perompak.
Awalnya aku merasa novel ini akan begitu berat dan menjemukan,
tapi ternyata cuma halaman pertamanya saja. Setelah itu, novel ini menurutku
punya gaya bahasa yang ringan sehingga aku nggak perlu susah payah membacanya.
Belum lagi narasinya memang asik, jadi nggak bikin bosan dan
malah bikin cepet bacanya. Aku sempat kaget karena ternyata konflik langsung
masuk di bab awal, aku kira akan ada semacam pendahuluan-pendahuluan gitulah
biar chemistry ceritanya lebih ngena. Meskipun aku suka tipe novel yang
langsung masuk ke konflik, tapi menurutku Mortal Engines kurang kencang ‘ikatan’nya.
Setting tempatnya pun agak membingungkan buatku, kota London
sedang mengincar mangsa di tanah berburu, Laut Utara, entah di mana. Heu. Juga nama-nama
kota Aksis (kota yang bergerak) lain juga nggak ada yang kukenal .___.
Konfliknya OKE. Yes, aku suka konfliknya yang seru ini. Di samping
kedua tokoh utama Tom dan Hester yang berpetualangan untuk kembali ke London,
di kota London itu sendiri ada tokoh yang sedang melakukan pengintaiannya
sendiri. Dialah Katherine, putri Valentine yang menelusuri rahasia ayahnya
sendiri yang sedang pergi atas perintah Walikota.
Menurutku, konflik utama novel ini dipegang oleh Katherine. Dialah
yang mencari tahu kenapa Hester ingin membunuh ayahnya, menemukan
rahasia-rahasia Crome (walikota London) atas Medusa dan memegang peran penting
di akhir cerita. Justru petualangan Tom yang memang lebih seru, tapi tidak
bersangkut paut secara penuh di konflik utama.
Sedikit kekurangan menurutku di novel ini tidak disebutkan
asal mulai kenapa Bumi jadi berbahaya seperti kata blurb. Kenapa kota-kota
harus bergerak terus padahal ada kota-kota yang masih diam di bumi.
Tokoh-tokohnya pun menurutku biasa saja kecuali Hester Shaw
yang paling mencolok. Tom, sang tokoh utama menurutku agak ‘gemulai’(?) untuk
ukuran cowok, entah pikiranku aja atau beneran HAHA. Katherine yang lugu namun
berani. Dan tokoh-tokoh pembantu lainnya biasa. Namun Hester Shaw yang
digambarkan sebagai sosok mengerikan, dengan gurat pedang dari dagu sampai
dahi, garis bibir yang luka melebar ke pipi (cmiiw) dan hidung yang hancur
justru lebih menarik perhatianku.
Aku suka petulangan Tom dan Hester yang seru, terutama saat
bagian di mana Shrike, (seorang manusia yang telah mati tapi dibangkitkan
dengan teknologi dan sekarang menjadi robot dengan otak manusia) menjelaskan
tujuannya memburu Hester. Bikin merindinggggg.
Juga, disela-sela petualangan mereka ada humor-humor
menyelip terutama dari Walikota Kota perampok yang mereka naiki. Selain itu,
novel ini juga cukup memualkan karena makanan-makanan yang disebutkan serta keadaan
di bagian perut kota London saat Katherine berusaha mengorek informasi ke
seseorang bernama Pod.
Memang awalnya agak sulit membayangkan setiap detail
kejadian di novel ini apalagi yang sudah menjelaskan soal kota-kota yang
kelaparan, namun aku dibantu ketika melihat trailer filmnya yang keren banget
huhu kalian bisa liat di sini. (sayangnya
Hester di film malah jadi cantik heu:()
Overall, aku suka
kisah ini, bener-bener tipeku karena mengandung banyak petualangan dan
konfliknya juga seru! Tapi, ada sedikit rasa ganjal di hati, karena menurutku
kisah ini kurang kuat ‘nyawa’nya, sesekali aku bersemangat, lalu biasa saja,
gitu terus. Tapi endingnya sangat memuaskan. Kalau aku klop dengan ‘nyawa’
novel ini, pasti aku udah nangis sesenggukan, tapi justru aku malah senang
dengan plot twistnya dan semangat saat menyelesaikan novel ini.
Kurang bernyawa bukan berarti aku nggak suka novelnya, hanya
saja perasaanku jadi berbeda dan kurang menghayati aja, tapi..aku suka Mortal
Engines! 4 stars.