Selasa, 07 Agustus 2018

[RESENSI] The 5th Wave by Rick Yancey

IG: @arthms12

[RESENSI] The 5th Wave by Rick Yancey
Judul: The 5th Wave
Penulis: Rick Yancey
Alih Bahasa: Angelic Zaizai
Editor: Barokah Ruziati
Desain kover: Marcel A.W.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (Desember 2013)
Jumlah halaman; 576 hlm.

Blurb:
Setelah Gelombang 1, hanya kegelapan yang tersisa.
Setelah Gelombang 2, hanya orang-orang beruntung yang lolos.
Dan setelah Gelombang 3, hanya yang tidak beruntung yang bertahan.
Setelah Gelombang 4, hanya ada satu peraturan:
JANGAN PERCAYA PADA SIAPA PUN.

Alien menyerbu Bumi dan menyapu habis manusia hanya dalam beberapa gelombang.
Cassie berhasil bertahan sampai sejauh ini. Menurutnya, untuk tetap hidup, ia harus sendirian. Sampai ia bertemu Evan Walker. Cowok misterius itu mungin satu-satunya harapan Cassie untuk menyelamatkan adiknya–atau bahkan menyelamatkan dirinya sendiri. Namun, Cassie harus memilih antara percaya atau putus asa, melawan atau menyerah, hidup atau mati.
----
Sejak ibunya meninggal karena gelombang 3, Cassie hanya punya ayah dan adiknya, Sam. Mereka tinggal di pengungsian sampai suatu saat para prajurit menyelamatkan mereka. Sayangnya, hanya anak kecil yang boleh ikut. Sam pergi seorang diri sementara Cassie bersama ayahnya harus tinggal. Setelah bus penyelamat itu pergi, ternyata pemerintah malah melakukan pembersihan, beruntung Cassie bisa selamat karena strategi ayahnya, namun sang Ayah harus meninggal.

Setelah itu, Cassie luntang-lantung seorang diri di jalanan, menghindari Peredam, yang merupakan gelombang keempat. Peredam akan menembak siapa pun yang berani berkeliaran, seperti tembakan yang jatuh dari langit. Sampai kemudian Cassie yang kakinya tertembak oleh Peredam diselamatkan oleh Evan Walker, cowok ganteng yang misterius. Evan merawat Cassie dengan baik, hingga Cassie sembuh dan ingin menyusul Sam. Namun, ada yang disembunyikan Evan dari Cassie.

---

Novel lama yang baru aku baca sekarang, bahkan aku udah sempet nonton filmnya duluan dan jujur itu bikin aku agak kurang semangat buat lanjutin novel ini. Tapi lama-kelamaan aku sadar kalau aku salah. Aku bukan nggak semangat karena udah nonton filmnya, tapi karena memang alur di bab-bab awalnya sangat lambat!

Banyak flashback dan monolog Cassie, meskipun bahasannya seru, tapi kalau cuma narasi narasi narasi sepertinya aku ngantuk juga. Belum lagi aku agak bingung dengan perubahan flashback itu sendiri, kayak tiba-tiba lompat ke masa lalu dan masa sekarang.

Di pergantian bab, aku dibuat bingung lagi karena ternyata novel ini bukan cuma pov-nya Cassie. Tapi ada pula pov Ben. Nah bab pov Ben yang pertama tuh nggak disebutin kalau itu pov Ben, aku kira itu Cassie lagi soalnya memang narasinya lompat-lompat. Dan setelah balik lagi ke pov Cassie aku makin bingung :D sampai di tengah-tengah bab aku baru sadar kalau itu pov Ben :’)

Begitu aku sadar itu pov Ben, segera saja novel ini terasa membakar dan aku semangat banget buat lanjutinnya. Alurnya terasa lambat cuma pas pov Cassie aja dan nggak begitu tegang (tapi sekalinya tegang tuh tegang banget karena Cassie mulai curiga sama Evan, di situ merinding dan bikin degdegan). Beda halnya sama pov Ben yang luar biasa keren. Mungkin karena Ben ada di tempat militer untuk dilatih menjadi prajurit melawan Alien. Suasananya sangat mengintimidasi dan banyak aksi-aksi keren.

Untuk gaya bahasa, mungkin berat diawal-awal karena aku sendiri pas baca bingung. Tapi lama-kelamaan enak kok, ngalir dan seru banget.

Karakter-karakternya juga keren semua:( sejujurnya aku bingung apa yang mau diulas ketika aku suka semua yang ada di novel ini. Cassie tipe cewek yang badass dan mandiri, dia juga pintar. Kisahnya sama Evan memang nggak semenarik Ben di militer, tapi cukup bikin baper hehe.

Sedangkan Ben.. karakter favoritku di sini. Ben seorang atlet dan pemimpin regu di militernya. Dia nyaris sempurna jika pandai menembak. Untungnya ada cewek yang lebih badass dari Cassie dan juga kesannya yang kelam bernama Ringer. Interaksi Ben dan Ringer ini sungguh lebih ‘manis’ daripada perlakuan Evan kepada Cassie.

Sayangnya pov Ben hanya sedikit, beberapa bab saja bergantian di bab-bab akhir, kebanyakan sih pov Cassie.

Nggak menemukan typo dan saking menghayati keseruan novel ini, aku juga nggak merhatiin plot hole atau apa. Novel ini bener-bener menegangkan dan seru abis. Yang jelas, beda sama filmnya, dikit sih.

Aku juga menyayangkan kovernya yang kurang cakep. Kover film cakep tapi aku gak suka buku yang kovernya pake wajah orang wkwk.

High recommended bagi pecinta dystopia dengan petualangan seru dan keren serta plot twist.
Karena aku suka banget novel ini, aku kasih 5 bintang!

Qoutes:

“Kita ada di sini, kemudian kita mati, dan yang penting bukan berapa lama waktu kita di sini, tapi apa yang kita lakukan dengan waktu tersebut.” – Evan (hlm 233)
“Ada pepatah lama yang mengatakan kebenaran akan membebaskanmu. Jangan percaya. Kadang-kadang kebenaran akan membanting pintu sel hingga tertutup rapat dan melepaskan seribu sambaran petir.” – hlm 395
“Bagaimana aku bisa mengatakan yang sebenarnya bila kebenaran akan membuatmu meninggalkanku dan meninggalkanku berarti kau akan mati?” – Evan (hlm 459)
“Kau menempa mata bajak menjadi pedang, Vosch. Kau mereka ulang kami. Kami tanah liat, kau Michelangelo. Dan kami akan jadi mahakaryamu.” – hlm 560



0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)