IG: @arthms12 |
Judul: The Young Elites
Penulis: Marie Lu
Penerjemah: Prisca Primasari
Penyunting: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
Desain Sampul: Windu Tampan
Penerbit: Mizan Fantasi (November 2015)
Jumlah Halaman: 425 hlm
ISBN: 978-979-433-909-1
Blurb:
Semua orang ketakutan. Malfetto adalah jelmaan iblis.
Wabah berdarah yang nyaris memusnahkan penduduk negeri,
memunculkan kengerian. Segelintir orang yang selamat menjadi malfetto,
orang-orang terkutuk. Apalagi orang-orang terkutuk itu memiliki kekuatan
supernatural dan dapat membunuh sesuka hati. Kerajaan membentuk pasukan
inkuisisi untuk memburu mereka karena dianggap berbahaya.
Kehidupan Adelina Amouteru berubah ketika dia kehilangan
mata kirinya dan rambutya berubah sewarna perak. Dia malfetto. Sang ayah
berusaha menjualnya. Adelina berusaha kabur. Malangnya, dia tertangkap oleh
pasukan inkuisisi dan hendak dijatuhi hukuman mati. Pemuda misterius bernama
Enzo menyelamatkan Adelina. Ternyata Enzo adalah pemimpin Dagger Society,
sekelompok Elite Muda yang berencana menggulingkan pemerintahan. Karena tidak
punya pilihan lain, Adelina bergabung. Namun ketika tiba waktunya melakukan
kudeta, Adelina dihadapkan pada pilihan sulit: mengkhianati Dagger Society atau
mengkhianati adik perempuannya sendiri. Apa pun yang dipilihnya, kematian
mungkin menunggunya.
---
Pertama kalinya baca karya Marie Lu, dan setelah ini
kayaknya nggak jadi untuk kepengen baca Legend series, aku trauma XD
Sejujurnya aku nggak begitu tertarik dengan blurbnya..
karena kesanku, ide ceritanya biasa aja. Waktu baca, bener sih cerita ini agak
biasa bagiku. Malah aku tiba-tiba inget Elantris-nya Brandon Sanderson, karena
ada pangeran yang terbuang oleh sebab wabah XD
Adelina adalah salah seoran Elite, sebutan untuk malfetto
yang punya kekuatan. Awalnya memang aku nggak begitu terkesan tau tentang
perkumpulan Belati (Dagger Society) yang anggotanya punya masing-masing
kemampuan. Entah kenapa di ending setelah tau tentang adiknya Adelina, aku baru
merasa kalau ide ini keren banget XD mungin ide tentang kekuatan-kekuatan
inilah yang membuatku suka sama novel The Young Elites ini.
Karena secara alur, novel ini sedikit lambat ya..atau
mungkin memang karena baru novel pertama, makanya dibuat seperti
ini..perjalanan Adelina menguasai kekuatannya, misi-misi kecil Perkumpulan
Belati, kedekatan Enzo dan Adelina..
Konfliknya juga masih bisa dibilang biasa aja tentang para
Elite yang mau menggulingkan pemerintahan, tapi narasinya oke. Aku ikut merasakan
ketegangan yang luar biasa ketika membacanya. Hanya satu hal, aku kurang bisa
mendapat chemistry antara Enzo dan
Adelina. Meskipun aku senyam-senyum sendiri ketika membacanya, tapi tetep aja
setelah berganti bab, perasaan itu hilang.
Ada satu scene
yang bikin aku jungkir balik baper sama Enzo.
“Jangan menangis,” katanya, suaranya tegas. “Kau lebih kuat daripada ini.” – hlm 224
World building
mungkin salah satu hal yang sering aku lupakan setiap kali membaca novel
fantasi karena aku terlalu sibuk menikmati ceritanya, setelah aku berhasil
menenangkan diri selesai membaca novel ini, aku sekarang kepikiran bahwa world building TYE belum terlalu terasa.
Aku belum bisa merasakan cirinya, di awal buku memang ada peta negerinya dan
itu salah satu hal yang aku sukai, tetapi Kenettra ini belum terlalu terbayang.
(apa karena masih di buku satu? Entahlah kita liat nanti).
Karakternya, agak syok ketika mengetahui kalau karakter
utama di sini tidaklah sempurna. Aku memang kebanyakan baca karakter yang
sempurna XD Adelina berambut perak, mata kirinya dicungkil saat sakit
karena wabah, bekas lukanya ada di sebelah kiri wajahnya. Begitupula Enzo yang
tangan hanya berupa...ya gitulah ugh:’(
Tapi justru setelah menikmati ceritanya aku senang karena
tokoh-tokohnya seperti ini, penuh dengan kekurangan namun kelebihan yang luar
biasa pula. Khususnya Adelina, dia tokoh utama yang istimewa menurutku. Dia kelam
dan rapuh. Beberapa narasi menyebutkan bahwa Adelina bisa mendapat kekuatan
dari rasa takut yang terpancar dari orang-orang (cmiiw), dan ini
sangat..sangatttt menarik buatku :D aku suka sisi-sisi gelap ;)
Meskipun aku terkadang merasa gereget sama sikap Adelina
yang cukup plin plan dan terus berprasangka, tapi aku bisa mengerti karena masa
lalu Adelina yang cukup menyedihkan.
“Tak seorang pun menginginkanmu menjadi dirimu sendiri. Mereka ingin kau menjadi versi orang yang mereka sukai.” – Adelina Amouteru (hlm 118)
Novel ini memakai sudut pandang pertama dan ketiga, POV
pertama Adelina dan paling mendominasi sementara POV ketiga dipakai tokoh lain,
Teren Santoro si Kepala Inkuisisi dan musuh Perkumpulan Belati, lalu ada juga
POV ketiga Raffaele, salah satu anggota Perkumpulan Belati.
Overall, aku suka
ceritanya kelam-kelam gitu dan aku nggak sabar membaca semua triloginya
meskipun sebenarnya aku agak trauma dan panik, takut dengan ending-nya hehe. Karena aku ini tipe
yang susah move-on dari novel
fantasi, apalagi kalau ending-nya
bikin aku sedih.
Satu-satunya yang paling aku benci dari novel ini adalah
endingnya HAHA. Setelah disakiti oleh ending buku ketiga beyonders series,
inilah buku kedua yang bisa bikin aku sakit hati banget. Satu syarat kalau
kalian mau mulai baca series ini dan setipe denganku; jangan menyesal :’)
Maka karena itulah aku agak sangsi dengan buku-buku Marie Lu
(padahal baru baca satu T_T) aku gak mau disakiti lagi HAHA. Tapi aku punya
Warcross dan akan baca buku itu, semoga kisahnya lebih cerah daripada TYE
series!! Belum bisa memastikan apakah Marie Lu bisa jadi penulis favoritku atau
nggak. Hm.
“Pembunuhan adalah sebuah cara untuk mengakhiri sesuatu. Bukan untuk mendapat kepuasan.” – Raffaele (hlm 401)
0 komentar:
Posting Komentar