Senin, 27 Agustus 2018

[RESENSI] The Young Elites by Marie Lu (The Young Elites #1)

IG: @arthms12


Judul: The Young Elites
Penulis: Marie Lu
Penerjemah: Prisca Primasari
Penyunting: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
Desain Sampul: Windu Tampan
Penerbit: Mizan Fantasi (November 2015)
Jumlah Halaman: 425 hlm
ISBN: 978-979-433-909-1

Blurb:

Semua orang ketakutan. Malfetto adalah jelmaan iblis.

Wabah berdarah yang nyaris memusnahkan penduduk negeri, memunculkan kengerian. Segelintir orang yang selamat menjadi malfetto, orang-orang terkutuk. Apalagi orang-orang terkutuk itu memiliki kekuatan supernatural dan dapat membunuh sesuka hati. Kerajaan membentuk pasukan inkuisisi untuk memburu mereka karena dianggap berbahaya.

Kehidupan Adelina Amouteru berubah ketika dia kehilangan mata kirinya dan rambutya berubah sewarna perak. Dia malfetto. Sang ayah berusaha menjualnya. Adelina berusaha kabur. Malangnya, dia tertangkap oleh pasukan inkuisisi dan hendak dijatuhi hukuman mati. Pemuda misterius bernama Enzo menyelamatkan Adelina. Ternyata Enzo adalah pemimpin Dagger Society, sekelompok Elite Muda yang berencana menggulingkan pemerintahan. Karena tidak punya pilihan lain, Adelina bergabung. Namun ketika tiba waktunya melakukan kudeta, Adelina dihadapkan pada pilihan sulit: mengkhianati Dagger Society atau mengkhianati adik perempuannya sendiri. Apa pun yang dipilihnya, kematian mungkin menunggunya.

---

Pertama kalinya baca karya Marie Lu, dan setelah ini kayaknya nggak jadi untuk kepengen baca Legend series, aku trauma XD

Sejujurnya aku nggak begitu tertarik dengan blurbnya.. karena kesanku, ide ceritanya biasa aja. Waktu baca, bener sih cerita ini agak biasa bagiku. Malah aku tiba-tiba inget Elantris-nya Brandon Sanderson, karena ada pangeran yang terbuang oleh sebab wabah XD

Adelina adalah salah seoran Elite, sebutan untuk malfetto yang punya kekuatan. Awalnya memang aku nggak begitu terkesan tau tentang perkumpulan Belati (Dagger Society) yang anggotanya punya masing-masing kemampuan. Entah kenapa di ending setelah tau tentang adiknya Adelina, aku baru merasa kalau ide ini keren banget XD mungin ide tentang kekuatan-kekuatan inilah yang membuatku suka sama novel The Young Elites ini.

Karena secara alur, novel ini sedikit lambat ya..atau mungkin memang karena baru novel pertama, makanya dibuat seperti ini..perjalanan Adelina menguasai kekuatannya, misi-misi kecil Perkumpulan Belati, kedekatan Enzo dan Adelina..

Konfliknya juga masih bisa dibilang biasa aja tentang para Elite yang mau menggulingkan pemerintahan, tapi narasinya oke. Aku ikut merasakan ketegangan yang luar biasa ketika membacanya. Hanya satu hal, aku kurang bisa mendapat chemistry antara Enzo dan Adelina. Meskipun aku senyam-senyum sendiri ketika membacanya, tapi tetep aja setelah berganti bab, perasaan itu hilang.

Ada satu scene yang bikin aku jungkir balik baper sama Enzo.

“Jangan menangis,” katanya, suaranya tegas. “Kau lebih kuat daripada ini.” – hlm 224

World building mungkin salah satu hal yang sering aku lupakan setiap kali membaca novel fantasi karena aku terlalu sibuk menikmati ceritanya, setelah aku berhasil menenangkan diri selesai membaca novel ini, aku sekarang kepikiran bahwa world building TYE belum terlalu terasa. Aku belum bisa merasakan cirinya, di awal buku memang ada peta negerinya dan itu salah satu hal yang aku sukai, tetapi Kenettra ini belum terlalu terbayang. (apa karena masih di buku satu? Entahlah kita liat nanti).

Karakternya, agak syok ketika mengetahui kalau karakter utama di sini tidaklah sempurna. Aku memang kebanyakan baca karakter yang sempurna XD Adelina berambut perak, mata kirinya dicungkil saat sakit karena wabah, bekas lukanya ada di sebelah kiri wajahnya. Begitupula Enzo yang tangan hanya berupa...ya gitulah ugh:’(

Tapi justru setelah menikmati ceritanya aku senang karena tokoh-tokohnya seperti ini, penuh dengan kekurangan namun kelebihan yang luar biasa pula. Khususnya Adelina, dia tokoh utama yang istimewa menurutku. Dia kelam dan rapuh. Beberapa narasi menyebutkan bahwa Adelina bisa mendapat kekuatan dari rasa takut yang terpancar dari orang-orang (cmiiw), dan ini sangat..sangatttt menarik buatku :D aku suka sisi-sisi gelap ;)

Meskipun aku terkadang merasa gereget sama sikap Adelina yang cukup plin plan dan terus berprasangka, tapi aku bisa mengerti karena masa lalu Adelina yang cukup menyedihkan.

“Tak seorang pun menginginkanmu menjadi dirimu sendiri. Mereka ingin kau menjadi versi orang yang mereka sukai.” – Adelina Amouteru (hlm 118)

Novel ini memakai sudut pandang pertama dan ketiga, POV pertama Adelina dan paling mendominasi sementara POV ketiga dipakai tokoh lain, Teren Santoro si Kepala Inkuisisi dan musuh Perkumpulan Belati, lalu ada juga POV ketiga Raffaele, salah satu anggota Perkumpulan Belati.

Overall, aku suka ceritanya kelam-kelam gitu dan aku nggak sabar membaca semua triloginya meskipun sebenarnya aku agak trauma dan panik, takut dengan ending-nya hehe. Karena aku ini tipe yang susah move-on dari novel fantasi, apalagi kalau ending-nya bikin aku sedih.

Satu-satunya yang paling aku benci dari novel ini adalah endingnya HAHA. Setelah disakiti oleh ending buku ketiga beyonders series, inilah buku kedua yang bisa bikin aku sakit hati banget. Satu syarat kalau kalian mau mulai baca series ini dan setipe denganku; jangan menyesal :’)

Maka karena itulah aku agak sangsi dengan buku-buku Marie Lu (padahal baru baca satu T_T) aku gak mau disakiti lagi HAHA. Tapi aku punya Warcross dan akan baca buku itu, semoga kisahnya lebih cerah daripada TYE series!! Belum bisa memastikan apakah Marie Lu bisa jadi penulis favoritku atau nggak. Hm.

“Pembunuhan adalah sebuah cara untuk mengakhiri sesuatu. Bukan untuk mendapat kepuasan.” – Raffaele (hlm 401)

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Fav-Qoutes

"Kekuatan ada pada diri orang-orang yang tetap bangun dan menjalani setiap hari meski hal terakhir yang ingin mereka lakukan adalah hidup. Kekuatan datang dari senyum mereka yang bersedih, dari orang-orang yang telah kehilangan segalanya namun tetap bertahan." (Some Kind of Wonderful by Winna Efendi

"Billie tidak bisa berhenti bertanya-tanya dengan naif mengapa beberapa wanita mendapatkan banyak hal sejak mereka dilahirkan -kecantikan, pendidikan, kekayaan, bakat- sementara yang lain harus memulai hidup dengan begitu sedikit anugerah." (The Girl On Paper by Guillaume Musso)

“Dia akan pergi lagi. Dia akan pergi lagi dan lagi sampai umurnya cukup dewasa dan tidak ada lagi yang bisa mengirimnya pulang.” – hlm 363 (Little Fires Everywhere by Celeste Ng)